Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Cerpen | Jodoh untuk Azalea

30 Mei 2018   23:05 Diperbarui: 31 Mei 2018   02:36 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen | Jodoh untuk Azalea
ilustrasi | http://www.peakpx.com

"Sayang, kapan pulang?"

Pertanyaan itu tak pernah Ibu lupakan tiap kali meneleponku. Apalagi di hari-hari menjelang lebaran seperti ini.

"Bentar ya,Bu. Lea sih pengennya pulang, tapi kerjaan Lea masih numpuk."

Ah iya, sepertinya itu memang salahku. Salah karena memang aku belum memberikan kepastian padanya. Pun pada percakapan kami di telepon malam ini, di malam H-4 menuju hari raya.

"Yasudah, Ibu ngga maksa kamu."

Aku sedikit berbohong pada Ibu, iya sedikit. Lagian ini juga sudah buka puasa, jam sembilan malam. Sebenarnya esok hari terakhirku kerja sebab semua kerjaanku tinggal sedikit dan segera akan aku selesaikan.Ya, liburan sudah bisa kunikmati. Lumayan, ada sepuluh hari, sampai H+7  Lebaran.Aku bisa terbebas dari runtinitas nan membosankan ini.

"Sudah dulu ya, Ibu mau istirahat. Kamu jangan lupa istirahat, jangan sampai sakit."

Kata Ibu mengakhiri percakapan.

***

H-3, hari ini hari terakhirku kerja. aku benar-benar resmi libur.

"Loh, tumben bener kamu gak pulang Lea, Yakin?" kata Rena, rekan kerjaku juga sahabat yang aku kenal sejak dua tahun lalu, disela kami buka bersama di sebuah resto Jepang.

"Iya, gimana yah, aku pengen pulang. Tapi...."jawabku.

"Azalea Putri Resyakila, gak pulang apalagi pas lebaran? Aku sih nggak percaya!"

Rena sepertinya tidak percaya dengan perkataanku. Aku sebenarnya juga tidak percaya apakah aku bisa melakukan untuk tidak pulang. Kenyataannya, setiap ada cuti libur aku selalu pulang ke rumah. Dari Jakarta ke Bandung, empat jam saja.

"Seriussss..aku nggak mau pulang lebaran kali ini. Aku lebaran sama kamu aja. Kamu kan orang sini, boleh ya!", Aku mencoba meyakinkan Rena lagi, walau aku pun belum sepenuhnya meyakini diriku sendiri soal keputusan tidak pulang ini.

"Boleh sih, Lea. Tapi beneran kamu nggak pulang? Beneran kamu gak ikut orangtuamu mudik ke Jawa?"

Orang tuaku memang bukan orang Bandung, pendatang. Kami semua -Bapak,Ibu, aku dan adikku- dilahirkan di kota Jogja, tempat dimana Nenek dan sanak saudara juga tinggal. Seperti tradisi lebaran yang sudah-sudah, aku dan keluargaku tidak akan lama di Bandung saat lebaran tiba, kami semua akan mudik ke kota Jogja.

"Plissss, percayaa dong, Rena Widyasusti," aku kembali berusaha mempercayakannya lagi.

"Iya deh iya, cuma aku masih nggak percaya saja kamu gak pulang disaat temen-temen yang lain pada pengen banget pulang!"

"Heheeee," aku pura-pura tertawa, pura-pura tegar juga dalam hati. Sepertinya ini akan menjadi hari hari sulitku, berlebaran di kota orang, jauh dari orang-orang tercintaku.

***

Malam H-2, Ibu masih menghubungiku, kali ini via video call. Ibu sudah sangat rindu, sepertinya. Aku juga merasa ibu  masih menghubungiku karena beliau tidak percaya dengan jawabanku sebelumnya.

"Sayang, beneran kamu nggak jadi pulang? Bapak yang nanya ini, ibu Cuma menyampaikan,lho"

"Beneran, Bu. Lea nggak bisa pulang. Ibu, Bapak sama adek jadi ke Jogja?"

"JADI DONG KAK LEAAAAAAAAAAAAAAAA!!,"suara yang sudah kuhafal itu ternyata ikut nimbrung, Icha, suara adik yang hanya beda dua tahun denganku, dia 21 tahun.

"Bu, bilangin Icha..gausah teriak-teriak..kasihan ntar kucing tetangga pada kaget denger cemprengan dia!"

"KAK LEAAAA LEBIH CEMPRENG KALIIIIII," Icha memang tidak pernah berubah, ngeselinnya. Tapi memang suara kami berdua mirip sih.

"Jadi Lea, Ibu Bapak sama Adek berangkat dari Bandung setelah sholat ied." kali ini Ibu yang kembali menjawab.

"Oke Bu, salam yah buat Nenek dan semua saudara disana. Yasudah Bu, Lea mau istirahat dulu,ya."

Kali ini aku yang mengakhiri, untuk pertama kali.

***

Sejujurnya, setelah Ibu menghubungiku tadi, malamku benar-benar jadi lebih tidak menentu. Banyak pertanyaan muncul dipikiranku, meneror.

"Apa Lea beneran tegar waktu denger takbir besok, sendirian di kamar kosan?"

"Apa Lea beneran sanggup lebaran sendiri disini, sendiri, tanpa mereka?"

"Nggak ada opor buatan Ibu, ngga ada kue kering buatan Nenek.. Nggak ada..."

Malam yang sungguh membuatku makin galau.

***

Hari ini, h-1, hari terakhir puasa, sebelum lebaran tiba. Tapi,kenyataannya Aku masih di Jakarta.

"Sayang kamu beneran gak pulang?" Ibu menghubungiku lagi. Kali ini pagi-pagi sekali, setelah bunyi tanda imsyak di kotaku.

"Iya bu, Lea masih di Jakarta nih."

"beneran kamu baik-baik disana kan?nggak sakit?" Ibu benar-benar tidak percaya dengan kata-kataku sampai puasa yang terakhir, Ibu malah mengira aku (lagi-lagi) sedang sakit.

"Iya, bu. Lea lagi di Jakarta, di stasiun Gambir. Kereta Lea berangkat jam 5 pagi ini, sampai Bandung mungkin jam setengah 9."

"Loh, anak Ibu yang cantik jelita akhirnya goyah juga, kamu pulang?" ibu sedikit terkejut, sedikit karena aku rasa Ibu bisa menebaknya sendiri.

"Iyaaa...Ibunya anak yang cantik jelita tak terhingga. HAHA. Tapi Bu..."

"Tapi apa, tapi bohong? Nggak kan" Ibu tiba-tiba merasa tidak percaya.

"Tapi, tolong nitip bilangin ke Nenek, jangan tanya kapan Lea Nikah. Lea dari Jakarta nggak bawa apa-apa."

"Jadi selama ini, itu yang ngebuat kamu...", suara ibu seperti menahan tawa di ujung telepon.

"Jadi bilangin Nenek, siapinnya jangan cuma kue kering, kalau mau jawaban nikah kapan siapin juga JODOH UNTUK AZALEA, IBU!", aku memotong pembicaraan daripada harus malu sendiri.

"Kamu jawab aja,  Azalea itu artinya kebebasan. Jadi bebas dong mau nikah kapan? Itu nama pemberian dari Nenekmu" Jawaban Ibu yang cerdas, benar-benar membuatku lega dan makin yakin untuk pulang menemuinya.

"oh iya" batinku.

"HAHA", kami tertawa.

Bersamaan.

***

Namaku Azalea Putri Resyakila; Perempuan yang punya kebebasan dan semangat yang berkilau.

Ah, iya namaku ternyata menjadi jawabannya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun