Lebaran di Yogyakarta, Jalanan Lengang
Siapa menyangka dua hari Lebaran ini, Yogyakarta ternyata lengang. Jalanan tidak seramai Lebaran sebelum pandemi Covid-19. Jalan-jalan (masih) sepi. Kemacetan tidak terasa di beberapa daerah di dekat pusat kota.
Dua kali Lebaran selama pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan 2021 memang berbeda. Dua tahun itu, pandemi sedang ganas-ganasnya. Di tahun 2020, vaksin belum ditemukan.
Dalam konteks internasional, kita mengingat perkembangan internasional dari vaksin Covid-19. Dalam persaingan menemukan vakson, Rusia muncul sebagai penemu pertama vaksin Covid-19 di awal September 2020.
Vaksinasi Covid-19 baru dilakukan di Indonesia mulai awal 2021. Bukan vaksin Sputnik V milik Rusia, tetapi Indonesia memilih vaksin Sinovac dari China. Sepanjang 2021, dua kali vaksinasi Covid-19 dilakukan, namun bulan Juki-Agustus terjadi peningkatan angka kematian Covid-19 di negeri ini.
Konteks internasional dan nasional ini sangat penting untuk memahami suasana Lebaran di Jokja 2022 ini. Salah satu penyebab lengangnya jalanan di kota wisata Yogyakarta adalah bahwa Lebaran 1 Syawal 1443 H ini adalah pertama kalinya ada pelanggaran mobilitas warga dari satu kota ke kota lain.
Warganegara Indonesia tampaknya menjalankan himbauan untuk vaksin booster untuk perjalanan antar-kota dan antar-provinsi. Banyak warga yang hendak mudik Lebaran melakukan vaksinasi booster atau vaksin ketiga.
Bahkan, polisi tidak melakukan pemeriksaan dan tidak menyiapkan posko vaksinasi di jalan-jalan. Pembatasan lalu lintas pun ditiadakan. Alih-alih membatasi, polisi lebih fokus mengatur lalu lintas lancar dan tertib agar menghindari kemacetan.
Kembali ke Jokja lagi. Penyebab lain dari lengangnya Yogya adalah tersedianya jalan alternatif. Letak Yogyakarta di tengah sebelah Selatan Pulau Jawa memang menempatkan pemudik biasanya melewati kota budaya ini.
Namun demikian, perjalanan pemudik di Pulau Jawa tidak harus melewati Yogyakarta. Kalaupun melewati Yogyakarta, pemudik tidak harus melakukannya pada saat pulang dan pergi.
Pada saat ini, pemudik dapat memilih jalur Utara, lalu melewati jalur pantai Utara (Pantura) hingga Surabaya. Jalur tengah atau tol juga tersedia dengan manfaat perjalanan lebih singkat dan menghemat tenaga, tentu saja, jika tidak macet. Jalur tol ini malah bisa dari Jakarta sampai Surabaya. Kabar terakhir, pemerintah telah menyelesaikan jalur alternatif di Selatan melalui daerah pantai di kawasan ini.
Dengan kenyataan tersebut, pemudik memiliki banyak pilihan jalur mudik dari Jakarta ke arah Timur dan, sebaliknya ke arah Barat menuju Jakarta.
Tulisan ini hanya berbicara mengenai situasi jalanan lengang di Yogyakarta. Jalan Kaliurang, Jalan Magelang, dan beberapa ruas jalan lainnya terasa sepi. Tentu saja, jalan di sekitar kawasan wisata Malioboro lebih ramai. Begitu juga beberapa restoran besar atau populer menjadi tujuan makan bersama keluarga.
Jangka waktu di tulisan ini hanya Lebaran hari pertama dan kedua. Masih ada hari Rabu besok hingga hari Minggu mendatang yang diprediksi membuat ramai berbagai jalan di kota Yogyakarta.
Sekedar saran buat pemudik atau pengendara mobil dari luar kota. Ketika berhenti di lampu merah (bangjo) harap memperhatikan lebar jalan. Beberapa jalan memang garis pembatas hanya satu, namun bisa diisi dua mobil bersebelahan di kanan dan kiri.
Biasanya pengunjung dari luar kota memenuhi badan jalan di lampu merah dengan satu mobil saja. Akibatnya, antrean mobil bertambah panjang. Selanjutnya, perlu lebih dari dua kali lampu merah berputar untuk melewati lampu merah itu. Perjalanan pun menjadi lambat.
Selain itu, kebanyakan penempatan dan perkiraan jalan memberikan kesempatan belok kiri jalan terus. Kondisi ini sering tidak diketahui pengunjung dari luar kota. Akibatnya, kemacetan biasanya terjadi di jalan itu.
Itu sekedar saran atau himbauan saja. Soal saran itu dilakukan atau tidak sangat tergantung pada situasi di lapangan yang dihadapi pengendara sendiri.
Jalanan lengang di Yogyakarta memang membuat nyaman menikmati lancarnya perjalanan di kota ini. Namun status kota Yogyakarta sebagai kota budaya tentu saja memerlukan keramaian dengan akibat pada jalan-jalan yang macet.