Ludiro Madu
Ludiro Madu Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Dugderan di Semarang: Ungkapan Syukur Menyambut Bulan Ramadhan

11 Maret 2024   21:26 Diperbarui: 11 Maret 2024   21:29 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan "Ngendhog" berarti bertelur, sehingga jika diartikan secara keseluruhan, “Warak Ngendhog” berarti hasil atau pahala. Nah, pahala itu akan diperoleh seseorang setelah menjalani bulan Ramadhan dan di akhir bulan suci akan menerima pahala yang disimbolkan dalam perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Karena pemahaman dari beberapa budaya yang berbeda itu mengenai Warak Ngendok, maka ikon festival dugderan ini digambarkan dengan sebuah boneka naga berkaki empat, seperti menggabungkan dua binatang menjadi satu.

Di perayaan itu, ada juga pembagian air suci, kue ganjel rel khas Semarang, dan kue keranjang dari komunitas Tionghoa karena pelaksanaan Dugderan di tahun ini berdekatan dengan perayaan Imlek.

Di Balai Kota Semarang, Walikota menabuh bedug saat hujan. Lalu beliau dan para pejabat lain memecahkan kendi di Jl. Pemuda dan naik kereta kencana menuju Masjid Kauman untuk acara berikutnya.

Iring-iringan kirab terdiri dari pasukan bergada dari tiap kecamatan di Semarang, masing-masing 40 orang. Ada pula komunitas Tionghoa dengan Barongsai dan Liong. 

Ada juga perwakilan dari 16 kecamatan di Kota Semarang. Mereka turut berbaris di halaman Balai Kota pada saat upacara menjelang kirab dan  mengenakan baju adat yang berbeda di setiap kelompoknya.

Tradisi dugderan memang menjadu penanda dimulainya bulan Ramadhan. Selain itu, pawai atau kirab dugderan juga menjadi hari terakhir bagi pasar malam. 

Di pasar malam itu, masyarakat berbagai lapisan disuguhi berbagai atraksi dan, tentu saja, menjadi tempat berkumpulnya pedagang dan pembeli.

Dugderan 2024 juga mengajarkan budaya pada generasi muda agar tetap melestarikan tradisi. Ini penting di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang menggeser budaya lokal.

Makna penting
Lebih luas lagi, Dugderan menjadi pemersatu berbagai kalangan tanpa melihat suku, agama, atau status sosial. Tradisi ini mengajarkan untuk menjaga kerukunan, menghargai perbedaan sebagai anugerah.

Menyambut Ramadhan dengan Dugderan adalah tradisi penuh makna. Ia memperkuat nilai Islam sekaligus memperkaya wawasan keragaman budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun