Seakan Kitorang Setengah Binatang; Pers Rilis, Solidaritas Rakyat Anti Militerisme dan Peduli HAM di Tanah Papua
"Hentikan Operasi Militer Ilegal di Papua, Praktek Penyiksaan Terhadap Rakyat Sipil Papua,Tangkap dan Adili Pelaku"
Sepanjang tahun 2024 kasus kekerasan aparat dengan sejumlah kasus yang dilakukan oleh TNI/POLRI terhadap masyarakat sipil Asli Papua di beberapa tempat dan waktu yang berbedabeda merupakan potret kekerasan yang dapat kami sebutkan juga dalam kesempatan ini. Beberapa diantaranya seperti yang terjadi mulai bulan januari, publik diperlihatkan bahwa adanya fakta praktik kekerasan aparat keamanan Indonesia terhadap Masyarakat sipil Asli Papua, yaitu kasus penangkapan dan kekerasan terahadap empat orang Masyarakat sipil papua oleh prajurit TNI di Kampung Bilogai, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.
Selanjutnya di kabupaten yahukimo, aparat keamanan Indonesia menangkap dan melakukan penyiksaan terhadap dua pelajar papua, yang hingga saat ini mereka masih ditahan dan belum di bebaskan atau dijinkan menggunakan hak hukumnya (bantuan hukum) dari Polda Papua. (MH) dan (BGE) adalah duapelajar yang ditangkap di Kali Brasa, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Provinsi PapuaPegunungan, pada 22 Februari 2024.
Dan setelah diperiksa polda mereka berdua terbukti tak bersalah namun hingga sekarang mereka masih ditahan di rutan Polda Papua. Kasus kekerasanaparat lainnya yang menimpa seorang Perempuan muda Papua, Jeni Urpon, yang dianiaya menggunakan kayu sampai mati oleh seorang anggota kepolisian di Pegunungan Bintang, pada 5 maret 2024 lalu.
Beberapa hari lalu video penyiksaan terhadap waga sipil papua Viral di media sosial membuat Masyarakat luas menjadi geram. Disaat video viral itu masih panas di berbagai platform sosial media, Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI Izak Pangemanan, mengatakan di hadapan media-media bahwa video penyiksaan yang viral itu hanyalah manipulasi (hasil editan).
Kami sangat muak dengan sikap Pangdam Papua selaku Pimpinan TNI di daerah yang meliputi Provinsi Papua dan provinsi-provinsi baru disekitarnya atas tindakan tak beretika itu. Karena Pangdam Papua telah mendahului Proses hukum dengan membuat sebuah kesimpulan atas sebuah kasus hukum dan HAM yakni kekerasan aparat kemanan di Indonesia kepada warga
sipil papua, yang tidak berdasar hukum dan asas keadilannya. Diketahui dari berbagai sumber yang kredibel, bahwa pada tanggal 3 februari 2024, video berisi rekaman peyiksaan itu adalah benar. Selama (37 hari) lamanya, terhitung mulai dari tanggal 3 februari -- 22 Maret 2024, kasus penyiksaan itu sudah terjadi, hanya saja publik baru mengetahui adanya penyiksaan itu setelah videonya beredar luas pada 22 Maret 2024 sampai sekarang.
Penangkapan dan penyiksaan tersebut terjadi terhadap tiga warga sipil puncak papua atas nama warinus murib, definus kogoya, alius murib, asal distrik mangume dan distrik amukia, kabupaten puncak papua (ilaga), Provinsi Papua Tengah. Setelah Aparat TNI menangkap dengan tanpa bukti, aparat membawah mereka ke pos TNI, kabupaten puncak.
Bukannya membawa mereka ke Polres Puncak sesuai kewenangan penegak hukum pertama (kepolisian) di wilayah sipilsesuai ketentuan hukum yang berlaku (asas pra duga tak bersalah), justru 13 anggota TNI yang merupakan pelaku dalam penyiksaan ini langsung menindak ketiga warga papua dengan cara menyiksa secara Bersama-sama, memaki-maki dan lalu merekam kekejaman penyiksaan itu.
Yang atas perbuatan para pelaku (13) anggota TNI dari Satuan Yonif III/Siliwangi Raider 300/Brajawijaya telah mengakibatkan salah satu korban sipil diantaranya atas nama warinus murib meninggal dunia dan alinus murib mengalami luka-luka. Sedangkan seorang pemuda dalam video penyiksaan yang beredar luas itu adalah Dofius Kogoya asal mangume kabupaten puncak yang disiksa oleh anggota TNI beramai-ramai.
Hal ini menjadi potret pelanggaran HAM oleh aparat keamanan Indonesia di Papua dalam bingkai kemanusiaan yang terstruktur dan tersistematis apabila pola kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia secara berulang dan terpelihara ini dibiarkan oleh negara maupun penegak hukum lainnya. Para pelaku pelanggar HAM harus segera mendapat sanksi hukum
dipecat dari kesatuannya maupun diadili serta dihukum seberat-beratnya, demi terciptanya keadilan bagi para korban maupun bagi seluruh masyarakat Papua dan Non Papua yang mendiami Taih Air Papua, Indonesia dan di seluruh dunia.
Untuk itulah maka kami yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Anti Militerisme dan Peduli HAM di Tanah Papua dengan ini menyatakan dengan tegas dalam jumpa pers ini bahwa:
1. Mendesak komnas HAM untuk Segera Membentuk Tim Investigasi Independen yang Kredibel,Akuntabel dan Transparan Untuk Melakukan Penyelidikan Secapatnya dan Mengusut
Tuntas Kasus Penyiksaan dan Pembunuhan Terhadap 3 Warga Sipil Papua di Distrik Gome Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah.
2. Mengutuk keras pernyataan editan, manipulasi/hoax dan iseng, yang telah dilakukan oleh Pangdam Papua Mayjen. TNI Izak Pangemanan di hadapan media-media dalam kasus penyiksaan melalui sebuah rekaman video viral, maka Pangdam XVII/Cenderawasih Papua Segera dipecat dari jabatannya.
3. Mendesak kepada Negara untuk melakukam proses persidangan terhadap aparat yangmelakukan tindak pidana penganiyaan terhadap pelajar/rakyat sipil asli papua untuk diproses di pengadilan negeri secara terbuka bagi public.
4. Kami rakyat Papua tidak menerima permintaan maaf dalam bentuk apapun, serta mendesak Panglima TNI dan Kapolri Untuk Segera Menangkap, Memecat serta Mengadili Para Pelaku Penyiksaan dan Pembunuhan Terhadap Werianus Murib, Dolfius Kogoya & Alinus Murib di Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah.
5. TNI-POLRI hentikan kriminalisasi terhadap Rakyat Sipil Papua (OAP) sebagai Anggota TPNPB-OPM tanpa bukti yang jelas sebelum dipertanggung jawabkan di hadapan hukum
6. Hentikan Pembungkaman Ruang Demokrasi di seluruh Tanah Papua.
7. Hentikan ucapan dan tindakan Rasisme serta Pelebelan Teroris,Separatis,Makar,KKB,KKST dan KKP Terhadap Seluruh Rakyat Papua.
8. Tarik Militer Organik dan Non Organik Dari Seluruh Tanah Papua.
9. Negara Segera Membuka Akses Bagi Dewan HAM PBB Untuk Masuk dan Melakukan Investigasi Menyeluruh Terkait Kasus Pelanggaran HAM Ditanah Papua Sejak 1961 Hingga Sekarang.
10. Berikan Akses Seluas-luasnya Bagi Jurnalis/Media Nasional Maupun Internasional Untuk Melakukan Peliputan Terkait Kasus Pelanggaran HAM Di Tanah Papua.
11. Segera Tutup Pengoperasian Perusahan-Perusahan Asing dan Nasional Yang Menjadi Dalang Pelanggaran HAM di seluruh tanah Papua.
Hormat Kami,Yang Tergabung dalam Solidaritas Rakyat Anti Militerisme dan Peduli HAM di Tanah Papua
Sorong, 28 Maret 2024