Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon
Jangan Mudik Dulu Sebelum Nonton Film "Rumah"
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, masihkah kita mengangap rumah sekedar tempat untuk pulang?
Musim mudik tahun ini situasi menjadi berbedah. Wabah penyakit virus corona yang menjadi pandemi mengharuskan setiap orang di rumah saja. Belum ada obat penawar virus hingga kini. Di rumah aja menjadi cara terbaik untuk memutus mata rantai penyebaran virus.
Yah, di rumah aja. Di tempat saat ini kita berada. Ritual mudik sebaiknya ditiadakan. Cukup di rumah aja menjadi lambang cinta kepada orang tua di kampung halaman.
Patuhi aturan pemerintah yang melarang mudik. Jangan sampai tradisi pulang ke rumah orang tua membawa virus dan menyebarkannya. Resiko yang sangat tinggi. Tahanlah rindu, demi cinta kepada orangtua di kampung.
Rindu itu berat, bukan? Setiap orang memang memiliki rasa rindu dan bersedih hati jika tidak mudik.
Jangan menambah kegilaan lagi hanya karena ingin memenuhi hasrat mudik. Entah apa yang ada dalam isi kepala orang-orang yang masih nekat melakukan mudik? Berbagai cara konyol dan tipu muslihat kepada petugas yang berjaga dilakukan. Bandara kembali penuh demi ego pribadi yang tidak bisa menahan diri untuk beberapa saat saja.
Akibatnya kini, angka penderita covid-19 pun melonjak naik menjelang hari raya. Mengutip data dari kompas.com per 21 Mei 2020, jumlah laporan kasus positif covid-19 mencapai 973. Rekor tertinggi sejak laporan pertama di awal Maret lalu.
Setop kekonyolan dan sifat bebal! Bertahan di rumah saja pun masih bisa merayakan lebaran. Silaturahmi bisa dilakukan secara daring.
Buat kamu yang masih bebal dan masih memiliki hasrat pulang ke kampung halaman, saya sarankan untuk menonton film pendek berjudul "Rumah".
Momen yang tepat bagi siapa saja yang sedang kangen dan ingin pulang ke rumah untuk menemui orang terkasih. Film Rumah membawa kita untuk berfikir, masihkah rumah sekedar untuk kita pulang?
Sutradara Arie Oramahi menjadikan Rumah sebagai ruang untuk berkaca. Mengingatkan kita dengan kisah sebuah keluarga kecil yang terpisah jarak karena bertugas sebagai perawat pasien covid-19.
Di bawah bendera Motion Capture Indonesia, rumah menjadi simbol-simbul penuh kekesalan, kemarahan, kebingungan serta kebosanan yang karena harus di rumah saja.
Bercerita dari sudut pandang seorang anak bernama Hugo yang sedang mengenang kebahagiaan bersama ayahnya di rumah. Sementara ibunya yang bekerja sebagai perawat pasien covid-19 tidak bisa pulang ke rumah.
Film ini menjadi menarik meski pun proses shooting mengalamai keterbatasan di rumah aja. Kecerian Hugo yang bermain di sebuah tenda mengambarkan bahwa kehidupannya penuh kebahagian.
Dialog ringan antara Ayah dan Ibu Hugo membuat hati kita merasakan perihnya rindu. Sebagai seorang perawat, Bunda Hugo sudah berhari-hari tidak bisa pulang. Sementara Ayah Hugo yang bekerja di rumah mengalami masalah ekonomi. Listrik rumah padam hanya karena tidak bisa bayar listrik menjadi pilu ditengah kesulitan.
"Pasiennya makin banyak, bener-bener ini virus. Orang juga pada cuek lagi. Masih pada keliaran, kumpul-kumpul, hepi-hepi sana sini. Heran aku..." kata Bunda menyampaikan kekesalan melalui hubungan telepon.
Terasa berat rasa rindu yang mendalam dan tidak bisa pulang. Beruntung Ayah Hugo sangat memahami profesinya.
Virus yang menggila membuat ribuan orang maninggal. Hingga seminggu setelah percakapan itu, Bunda Hugo turut menjadi korban keganasan Virus Corona. Lalu, Ayah Hugo pun menghilang.
Film durasi 6:13 itu cukup menggambarkan sebuah perasaan kangen pada rumah dan keluarga. Ada yang berkorban menahan diri untuk tidak pulang. Berat rasanya seorang Ibu yang tidak bisa menjumpai anaknya yang masih kecil.
Ada pesan yang menarik dari Hugo, hanya kenangan penuh kebahagiaan dan keceriaan dari orang tua yang selalu dikenang hingga ia terus tumbuh dewasa.
Film Rumah kembali mengetuk hati nurani kita untuk menghargai para pejuang yang menjadi tim medis dalam penanganan pasien covid-19. Berbulan-bulan berjibaku dengan virus yang belum ada obatnya. Bertaruh nyawa demi menyelamatkan umat manusia. Rela tidak pulang demi keselamatan keluarga di rumaj.
Film ini cocok buat kamu yang masih bengal dan tetap ngotot untuk pulang ke kampung halaman.
Hakikatnya rumah adalah tempat terbaik untuk pulang. Namun tidak untuk saat ini. Penyebaran virus corona yang semakin menggila jangan ditambah dengan kelakuan konyol.
Kita hanya butuh berkorban dengan meninggalkan aktifitas di luar rumah. Cukup di rumah aja adalah cara yang berharga untuk masa depan kita bersama.
Momen lebaran masih bisa kita rayakan di rumah aja tanpa mengurangi nilai ibadah. Jadikan rumah ssbagai sumber kebahagian apa pun kondisinya.