Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com
Rini dan Buah Lo
Maika bukanlah anak pintar, namun ia terampil menggambar. Tangannya begitu mudah menggambarkan sketsa alam dan keadaan sekitar. Bakat menggambar turun dari sang Ayah. Tak heran, sketsa wajah sang ayah tertempel rapi di dinding kamarnya.
Rini akhirnya tiba di rumah tepat sebelum magrib. Suara Azan mulai terdengar dari jarak jauh. Hanya ada satu masjid di desa Pekerti yang terletak di lereng gunung ke arah sekolah.
"Rini, segera masuk dan bersiap untuk shalat", suara kakek dari pintu luar rumah.
Kakek terbiasa shalat di masjid berjamaah walaupun umurnya sudah 80 tahun. Penglihatannya masih sangat tajam sehingga ia tak khawatir kegelapan.
Pasokan listrik ke desa Pekerti sangat terbatas. Mereka hanya bisa menikmati aliran listrik selama dua jam saja selama sehari. Itupun harus saling berbagi dengan desa sebelah yang juga membutuhkan.
Di waktu malam, Rini membiarkan jendela terbuka agar cahaya bulan menerangi kamar. Ya, begitulah cara penduduk melewati malam disini.
Sumber air di desa berasal dari pegunungan. Bambu tersusun rapi menjalar sampai ke sumber air. Biasanya, Rini bangun jam 5 pagi untuk membantu Kakek mengambil air ke tempat penampungan.
Hanya ada tiga titik penampungan air yang bisa diakses 500 warga di desa Pekerti. Mereka saling berganti sejak subuh untuk mengisi air ke ember yang disiapkan.
Rini hanya mampu membawa satu ember saja. Ia akan kembali lagi untuk membawa ember yang sama setelah mengisinya ke bak air di rumah. Sepulangnya mengambil air, Rini menyiapkan kue untuk dijual di sekolah.
Bersambung....