Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Freelancer

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Rini dan Buah Lo

29 Maret 2023   10:08 Diperbarui: 29 Maret 2023   11:23 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rini dan Buah Lo
Buah Lo. Sumber gambar: www.kompasiana.com/suparnojumar/

Sepulang mencari buah-buahan di hutan, Rini dan teman-teman singgah di sebuah gubuk kecil milik warga. Mereka terlihat gembira sambil membawa pulang buah Lo.

"kita beruntung hari ini bisa membawa pulang ini", tunjuk Zaskia ke keranjang yang dirakit dari bambu hutan.

Buah Lo memang tumbuh liar di hutan dan biasanya ketika jatuh akan dimakan rusa. Kawasan hutan setempat menjadi tempat bermain kawana rusa liar. 

"Langit mulai gelap, yuk kita pulang!", ujar Rini menimpali. 

Empat sekawan akhirnya melanjutkan langkah mengikuti jalan setapak di selah-selah pepohonan. Kurang dari 20 menit mereka sudah tiba di rumah masing-masing.

Zaskia tiba duluan di rumahnya. Ia hanya serumah bersama ibunya. Ayahnya meninggal saat bekerja di ladang saat berpas-pasan dengan harimau liar. Sungguh tragis!

"aku duluan ya, hati-hati di jalan", Zaskia melambaikan tangan kepada tiga temannya.

Sambil terus berjalan, Maika yang lebih tua dari lainnya mengajukan pertanyaan pada Rini "sebentar lagi kami akan kehilangan teman baik! kapan tesnya, Rin?"

Rini hanya menjawab singkat "aku belum tahu pasti". Buk Eka memang belum memberitahu Rini kapan keberangkatannya ke Jakarta untuk mengikuti tes beasiswa.

Sama-sama kehilangan sang Ayah, Maika dan Rini sudah lama akrab. Seminggu sekali mereka menginap di rumah salah satunya sambil membahas mimpi masing-masing.

Maika bukanlah anak pintar, namun ia terampil menggambar. Tangannya begitu mudah menggambarkan sketsa alam dan keadaan sekitar. Bakat menggambar turun dari sang Ayah. Tak heran, sketsa wajah sang ayah tertempel rapi di dinding kamarnya. 

Rini akhirnya tiba di rumah tepat sebelum magrib. Suara Azan mulai terdengar dari jarak jauh. Hanya ada satu masjid di desa Pekerti yang terletak di lereng gunung ke arah sekolah.

"Rini, segera masuk dan bersiap untuk shalat", suara kakek dari pintu luar rumah.

Kakek terbiasa shalat di masjid berjamaah walaupun umurnya sudah 80 tahun. Penglihatannya masih sangat tajam sehingga ia tak khawatir kegelapan.

Pasokan listrik ke desa Pekerti sangat terbatas. Mereka hanya bisa menikmati aliran listrik selama dua jam saja selama sehari. Itupun harus saling berbagi dengan desa sebelah yang juga membutuhkan.

Di waktu malam, Rini membiarkan jendela terbuka agar cahaya bulan menerangi kamar. Ya, begitulah cara penduduk melewati malam disini. 

Sumber air di desa berasal dari pegunungan. Bambu tersusun rapi menjalar sampai ke sumber air. Biasanya, Rini bangun jam 5 pagi untuk membantu Kakek mengambil air ke tempat penampungan. 

Hanya ada tiga titik penampungan air yang bisa diakses 500 warga di desa Pekerti. Mereka saling berganti sejak subuh untuk mengisi air ke ember yang disiapkan.

Rini hanya mampu membawa satu ember saja. Ia akan kembali lagi untuk membawa ember yang sama setelah mengisinya ke bak air di rumah. Sepulangnya mengambil air, Rini menyiapkan kue untuk dijual di sekolah.

Bersambung....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun