Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1
Hidup "Ayem-Tentrem" Menjadi Salah Satu Harapan Kami
Manusia hidup adalah manusia yang berakhlak dan berakal sehat dengan segenap harapan-harapannya. Maka tak berlebihan kiranya bila ada yang mengatakan kalau manusia yang tak berpengharapan itu tak ubahnya manusia yang mati.
Di antara kita mungkin pernah menyaksikan ada sekelompok umat beraliran konghucu sedang membakar kertas ciswak pada sebuah tempat (tungku) khusus untuk ritual ciswak. Mereka menuliskan doa dalam lembaran-lembaran kertas, setelah doa-doa tadi dibacakan kemudian dibakarlah kertas-kertas ciswak tadi.
Ritual ciswak menurut keyakinan umat konghucu pada perayaan Tahun Baru Imlek merupakan ritual tolak balak (mara bahaya). Setelah membakar kertas ciswak mereka berharap dan berdoa kepada para dewa-dewi agar tidak terjadi mara bahaya (balak) lagi dan suasana berubah menjadi penuh keberkahan.
Kita mungkin menganggap ritual ciswak tadi nggak masuk akal alias irasional dan lelucon belaka. Bagaimana mungkin dengan hanya menuliskan doa pada selembar kertas lalu membakarnya maka doa atau harapan yang dipancarkan menjadi terkabul. Sekali lagi ini soal keyakinan. Kadang keyakinan bisa berada di luar nalar sehat manusia. Dan nyatanya umat konghucu sangat mempercayainya.
Apa yang diharapkan kadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan hal itu menjadi masalah tersendiri.
Agama Islam sendiri melalui Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya bahwa jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Artinya selama kita masih dikaruniai tubuh dan akal yang sehat serta selagi hayat masih dikandung badan (selagi masih hidup) maka kita dilarang untuk berputus asa atau putus harapan.
Berharap atau memancarkan keinginan (harapan) bisa dilakukan setiap saat tak terkecuali pada bulan suci Ramadan yang dirahmati Allah ini.
Memelihara diri untuk tidak berkata kotor dan berbicara berlebihan atau bahkan tidur saja di bulan suci Ramadan yang penuh maghfirah (ampunan) ini merupakan amalan yang berpahala apalagi menenangkan dan memantapkan diri (hati) dengan pengharapan yang baik tentu akan menjadi amalan yang bukan saja berpahala namun juga sebagai modal dasar bagi kita dalam menyongsong hari esok (masa depan).
Harapan kami di bulan suci Ramadan tahun ini
Nikmat yang tiada tara nilainya ialah ampunan dosa. Bulan suci Ramadan memang menjadi salah satu momen yang tepat untuk membersihkan diri dari noda dan dosa dari setiap amal perbuatan yang pernah kita lakukan.
Namun sebagai hamba biasa kita tidak pernah tahu apakah Allah telah mengampuni setiap perbuatan berdosa yang pernah kita lakukan. Yang terpenting ialah kita wajib ihlas dan konsisten untuk memohon ampun kepada Allah karena diri kita setiap saat tak pernah lepas dari lumuran noda (kekurangan) dan dosa.
Selain berharap akan datangnya ampunan dosa dari Allah, di bulan suci Ramadan kali ini kami berharap akan limpahan kesehatan jasmani dan rohani selain nikmat berupa keteguhan iman dan konsisten menjalankan agama yang dirahmati Allah yakni Al-islam.