Maya Puspitasari
Maya Puspitasari Dosen

Ibu dari dua orang anak, pegiat homeschooling, penyuka film, penikmat musik dan pemerhati pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Pengalaman Berpuasa 18 Jam Lamanya

1 Mei 2020   23:33 Diperbarui: 2 Mei 2020   00:34 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman Berpuasa 18 Jam Lamanya
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana rasanya berpuasa lebih lama dibanding di Indonesia? Pertanyaan ini beberapa kali ditanya oleh teman-teman saya. Dulu sebelum merasakan, sempat membayangkan akan merasakan rasa lapar dan haus lebih lama daripada ketika berpuasa di Indonesia. Namun, sebenarnya bukan itu masalah utama yang dihadapi. Ada empat persoalan yang saya rasakan selama ini saat berpuasa di daratan Eropa.

1. Dehidrasi 

Karena rentang waktu berbuka dan sahur berkisar enam jam, asupan air minum harus diperhatikan. Jika minumnya lebih sedikit dari yang dibutuhkan sementara yang dikeluarkan lebih banyak, bisa jadi saat berpuasa akan diselingi dengan sakit kepala atau lemas. Saya akan tetap melanjutkan puasa, namun mungkin sepanjang hari tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan. Bawaannya lemas dan ingin berbaring saja. Tak ada semangat untuk mengerjakan pekerjaan sehingga terus menunda.

2. Konstipasi

Kurangnya makanan yang berserat semisal buah dan sayur yang dikonsumsi ketika berbuka atau saat santap sahur, biasanya konstipasi pun datang. Apalagi saat berbuka, bawaannya hanya ingin makan gorengan saja. Alhasil, timbullah konstipasi.

3. Begah

Jika berbuka disertai nafsu, inginnya makan banyak sampai kenyang. Perut saya mungkin punya beban yang lebih berat karena harus memproses banyaknya makanan yang saya konsumsi saat berbuka. Tugasnya ditambah lagi karena ketika sahur tiba, saya menelan makanan dalam porsi yang lebih banyak. Lalu, setelah subuh langsung tidur. Akibatnya, perut akan terasa begah. Rasa mual dan ingin muntah bisa muncul ketika bangun.

4. Waktu tidur yang berantakan

Ini berkaitan dengan manajemen waktu. Waktu isya saat ini tiba jam 22.00 lebih. Setelah menunaikan shalat isya dan tarawih, bisa jadi jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Anak-anak masih terjaga karena ingin tidur bersama orangtuanya.

Saya baru bersiap tidur hampir jam 00.00. Jika bisa memejamkan mata cepat, setidaknya saya bisa tidur dua jam sampai waktu sahur tiba. Namun, kalau sebelumnya anteng dengan telepon genggam, waktu tidak akan terasa. Tahu-tahu sudah jam satu. Kalau dilanjut tidur, malah khawatir kebablasan sampai lewat waktu subuh.

Nah, di Ramadhan ini, saya berusaha untuk menghindari empat persoalan di atas terjadi. Untuk nomor satu dan dua bisa diatasi dengan banyak minum air putih. Namun perlu diperhatikan kapan mengkonsumsinya. Pernah saya minum tiga gelas sekaligus saat sahur tiba. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun