Media Humas dari, oleh keluarga Besar MTs AL ISHLAH, mengabarkan semua keunggulan untuk mewujudkan MAdrasah Hebat Bermatabat
Pukul Siswamu Saat Dia Salah, Bolehkah?
Menjadi seorang guru adalah sebuah pilihan hidup. Yang akan mengantarkan siapapun yang memilihnya untuk terus bisa berbahagia, tapi tidak untuk menjadi kaya raya. Kenapa? Karena, ruang pilihan hidup menjadi seorang guru itu sebuah jalan pengabdian. Dan lazim, hanya ada kebahagiaan dalam pengabdian, meski kadangkala harus melewati masa-masa sulit.
Penulis, memulai pilihan ini di usianya ke 22 tahun. Saat itu ada satu kalimat yang terucap dengan penuh kesadaran, "This is my way, ini jalanku". Kemudian, konsisten didalamnya sampai saat ini di usia ke 35 tahun. Pernah bertugas di 5 sekolah berbeda dalam waktu satu pekan, yang jarak antara satu dengan lainnya kurang lebih 20 kilometer. Bersyukurnya, semua dilalui dengan bahagia, dan akhir-akhir ini kebahagiaan itu semakin menjadi saat melihat murid-murid yang didampinginya telah menjadi 'orang' yang memberi kemanfaatan bagi manusia di berbagai profesi, ada yang di TNI, Polisi, Akuntan Publik, dan profesi lainnya.
Era sekarang, tiga generasi terakhir: X, Y dan Millenial. Menuntut semua guru untuk bisa menyesuaikan diri. Generasi X yang terlahir di rentang tahun 1965-1976 memiliki kekhasan untuk mampu bertahan hidup lebih kuat dengan mengusung ide individialisme yang cukup tinggi. Mereka adalah ayah dan bunda kita saat ini, dengan pola pendidikan yang benar-benar masih belum tersentuh tekhnologi. Dimana pembentukan karakter masih kuat. Generasi inilah yang melahirkan para guru yang sedang eksis di 2019 ini.
Generasi Y, terlahir di rentang tahun 1982-2006. Gagasan yang diusung berbeda dengan fase sebelumnya. "All for Us" semua untuk kita. Mereka mampu melakukan pencepatan dan pembangunan integritas personal dan komunitas. Dan pelibatan tekhnologi dalam bentuk media sosial awal kali dibangun di periode ini. Semua nilai baik yang disusun ulang oleh generasi ini adalah warisan genetic dan generasi sebelumnya.
Generasi setelahnya, yang lagi bertumbuh sekarang adalah Generasi Millenial. Para murid yang saat ini ada diruang-ruang kelas. Mereka sejak lahir sudah tersambung dengan tekhnologi. Kehidupan yang dialami, karena bersentuhan dengan kecanggihan device yang terhubung internet mempengaruhi pola keseharian mereka dalam semua bidang, baik pendidikan, pemenuhan kebutuhan konsumtif dan yang lainnya. Serba simple dan instan, positifnya mereka mampu menyederhanakan permasalahan dengan bantuan tekhnologi, namun negativenya, pondasi pemahaman tentang filosofi kehidupan masih sangat rentang untuk dirusak. Detail akan penulis jelaskan di artikel yang lainnya.
Kembali ke profesi Guru yang mendampingi generasi millennial saat ini. Pola pendekatan pendidikan yang didapat dimasa guru di didik mejadi guru, butuh untuk disesuaikan dengan kondisi generasi sekarang. Mengapa? Karena dunia saat ini jelas berbeda. Penulis teringat dengan kaedah pendidikan yang disampaikan oleh Kahlil Gibran yang menyebutkan:
Anak-anakmu Bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui dirimu tapi bukan dirimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan dirimu
Pesan utamanya adalah, siapkan diri mereka untuk hidup di zamannya. Tetapi dengan metodologi yang sesuai dengan dunia mereka saat ini, dengan pendekatan yang berbeda yang diterima oleh para guru dimasanya dahulu. Semoga faham dengan yang tersampaikan, jika belum bisa komunikasi lansung menghubungi penulis untuk diskusi di forum leader forum khusus pendidikan yang dikelola, hubungi 085236662268 ya.
Pukul Mereka Saat Lakukan Kesalahan
Sisi Negatif generasi millennial adalah lemahnya pemahaman mereka akan nilai-nilai kehidupan. Pandangan sederhana tentang kehidupan disisi lain jadikan mereka tak mampu bertahan saat ada bagai kesulitan hidup dimasa depan. Ibarat sebuah pohon, pemahanan nilai sama seperti akan yang kuat menghujam kebumi. Untuk menanamkan ini Guru, bisa menerapkan metode lama yang dimodifikasi, apa itu? Pukulan, Ya Pukulan. Pukul anak saat mereka lakukan kesalahan.
Uppsss... jangan salah faham dulu ya? Pukulan yang penulis maksud bukan di dimensi fisik, tapi lebih ke ruang pukulan ke ruang emosi dan karakter. Mengingatkan mereka dengan cara khusus dengan kata-kata yang baik penuh hikmah dan keteladanan. Yang dalam bahasa Al Qur'an tersampaikan berikut:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. An Nahl ayat 125)
Ajaklah mereka untuk melihat ke dalam, memberikan gambaran tentang makna-makna kehidupan yang tak tampak dipermukaan. Semisal, seketika ramai dikelas, mengheningkan mereka sejenak kemudian menjelaskan efek buruk saat ramai dalam belajar dilanjutkan menggambarkan kemanfaatan saat tenang dalam proses belajar. Tentunya disampaikan dengan cara terbaik menggunakan penjelasan audio video yang merangsang mereka untuk memahami nilai yang tersirat.
Memukul mereka dalam di konteks ini adalah memberikan penjelasan dengan hikmah dan contoh keteladanan yang baik. Saat ini, bisa jadi langka ditemukan di pelbagai dunia pendidikan. Tapi yakinlah, pasti ada banyak yang sedang disiapkan untuk membersamai generasi terbaik millennial saat ini.
Menjadi Guru memang tak membuat kita kaya, tapi ia akan menjadikan kita bahagia di dunia dan akhirat. Pernahkah terbayang, bagaimana jika nantinya saat Allah SWT, karena dosa kita yang banyak, akhirnya putuskan kita ke neraka, namun disaat yang sama ada murid kita membela, menjadi saksi jalan kebaikan yang ia lakukan karena jasa dan bimbingan kita saat menjadi guru, dan itu menjadi amalan ilmu yang bermanfaat dan dengan itu ujungnya Allah SWT memasukkan kita ke JannahNya. Ayah Bunda, Menjadi Guru adalah Jalan Pulang kita kepadaNya.
Penulis : Rofi' Udin, M.Pd.
Kepala MTs Al Ishlah Muncar Banyuwangi
Ketua Yayasan SmartGen Indonesia