Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Penulis

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menanti Bedug: Memahami Sentuhan Melodrama di Tengah Keriuhan Aktivitas Duniawi

28 Maret 2024   09:09 Diperbarui: 28 Maret 2024   09:19 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menanti Bedug: Memahami Sentuhan Melodrama di Tengah Keriuhan Aktivitas Duniawi
Ilustrasi seseorang sedang memukul bedug saat waktu buka puasa telah tiba - sumber gambar: medcom.id

Dalam momen-momen ini, kita belajar untuk saling mendukung, menguatkan, dan menginspirasi satu sama lain dalam perjalanan spiritual kita.

Bersama-sama, kita mengalami kekuatan dalam kebersamaan yang mampu mengatasi segala rintangan dan hambatan.

Selain itu, melalui menunggu bedug, kita juga memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan komunitas kita dengan lebih dalam.

Kita dapat berbagi cerita, pengalaman, dan harapan, serta menguatkan ikatan sosial yang telah terjalin di antara kita.

Dalam suasana yang penuh kasih sayang dan saling pengertian, kita belajar untuk menghargai keberagaman dan keunikannya, serta merayakan persatuan yang menguatkan kita sebagai satu kesatuan.

Dengan demikian, menunggu bedug bukan hanya sekadar menunggu waktu berbuka puasa, tetapi juga merupakan momen untuk merasakan kekuatan dalam kebersamaan, memperdalam ikatan dengan komunitas kita, dan merayakan persatuan dalam perjalanan spiritual kita sebagai umat Muslim.

Merasakan Kebahagiaan dalam Kesederhanaan: Kekuatan Dalam Hati yang Bahagia

Kebahagiaan yang sesungguhnya seringkali ditemukan dalam momen-momen sederhana, dan menunggu bedug adalah salah satu contohnya.

Dalam kesibukan dan hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, kita seringkali terjebak dalam pencarian kebahagiaan yang bersifat materi atau eksternal.

Namun, ketika kita duduk di tepi masjid atau di ruang tamu yang tenang, menanti suara bedug yang akan memecah keheningan malam, kita menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada hal-hal yang besar atau mewah.

Suara bedug yang merdu, cahaya bulan yang menyinari, dan senyuman bahagia dari orang-orang di sekitar kita mengingatkan kita akan keberkahan dalam kesederhanaan.

Dalam momen-momen ini, kita merasakan kedamaian yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, sebuah kebahagiaan yang memancar dari dalam hati yang tenang dan penuh syukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun