Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Penulis

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menanti Bedug: Memahami Sentuhan Melodrama di Tengah Keriuhan Aktivitas Duniawi

28 Maret 2024   09:09 Diperbarui: 28 Maret 2024   09:19 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menanti Bedug: Memahami Sentuhan Melodrama di Tengah Keriuhan Aktivitas Duniawi
Ilustrasi seseorang sedang memukul bedug saat waktu buka puasa telah tiba - sumber gambar: medcom.id

Di berbagai daerah, menunggu bedug memiliki nuansa yang khas, dipenuhi dengan adat istiadat dan ritual yang unik.

Setiap tempat memiliki cara tersendiri dalam memeriahkan momen tersebut, mulai dari hiasan dan dekorasi, tata cara pelaksanaan, hingga makanan dan minuman khas yang disajikan.

Melalui partisipasi dalam menunggu bedug, kita tidak hanya merayakan momen keagamaan, tetapi juga menghormati dan melestarikan warisan budaya nenek moyang kita.

Dengan mengenali dan memahami tradisi serta budaya lokal, kita menghargai keragaman yang ada di dalam masyarakat kita dan memperkaya pengalaman kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

Selain itu, menunjukkan rasa hormat terhadap tradisi dan budaya lokal juga merupakan bentuk apresiasi atas identitas kita sebagai bangsa yang kaya akan budaya.

Dalam era globalisasi ini, menjaga keberagaman budaya menjadi semakin penting, karena hal itu memperkaya pembelajaran kita tentang dunia, memupuk toleransi antarbudaya, serta memperkuat rasa persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan.

Oleh karena itu, menunggu bedug bukan hanya sebagai momen ibadah semata, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman kita tentang kekayaan budaya lokal, serta menjaga warisan budaya yang telah diberikan kepada kita oleh para leluhur.

Dengan menghargai tradisi dan budaya lokal, kita turut berkontribusi dalam melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal yang telah ada sejak zaman dahulu kala, sehingga dapat terus dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun