Kisah Ramadan yang Berbalik Keadaan
Paman Santo memang baru saja mengalami rezeki yang pesat. Kami semua keluarga ikut senang melihat adik mendiang bapakku itu telah menjadi manajer pada pabrik kertas terbesar di wilayah kami ini.
"Padahal mendiang bapakmulah yang membiayainya kuliah sehingga lulus dan bisa bekerja di PT itu, Cuma sepertinya ia menjadi kacang yang lupa pada tanah." Mak kembali mengeluh.
"Hah, kacang lupa pada kulitnya nggak Mak, Mak salah,"protesku langsung. Karena aku ingat pelajaran Bahasa Indonesia pelajaran mengenai pribahasayang dijelaskan oleh wali kelasku.
Mak tergelak, wajah sedihnya telah hilang. Kerutan pada kedua pipinya terlihat jelas ketika ia terkekeh.
"Ya, ya, maksud Mak manusia kan berasal dari tanah, kembali ke tanah, mengapa harus bersifat langit, sudahlah, kamu masih kecil, mungkin belum paham kali, cuma pesan Mak, ketika kamu sudah berada besok, hidup senang, bantulah orang lain keluargamu semampumu, ya, Nak." Mak mengelus anak rambutku yang basah oleh peluh. Aku memandangi raut wajah Mak. Matanya berkaca-kaca. Saat itu aku belum begitu mendalami perasaannya saat itu. Semakin besar baru aku menyadari kesedihan yang coba yang ia tahan.
"Gimana, Yan, bisa bantu paman." Suara Paman Santo membuyarkan lamunanku.
Setelah tadi berbasa-basi ia menunggu jawaban dariku. Mendadak di sore Ramadan menjelang berbuka, ia datang bertamu setelah sekian tahun tiada kami berkomunikasi. Semula aku kaget dan heran. Rupanya alasannya yang tiba-tiba datang ke rumah tiada lain ingin berutang. Ia sering tersenyum canggung. Aku bisa menangkap rasa tak enak di hatinya, ia terpekur menatap meja tamu sesaat, lalu melirik ke istrinya yang masih mengedarkan pandangan melihat ruang tamu rumahku. Takjub.
Aku menarik napas dan tersenyum karena dugaanku tepat. Seperti yang ia katakana kepada kami dulu keluarga akan hinggap pada yang telah senang. Bukankah kondisinya sekarang berbalik padanya.
"Ada, nanti saya pinjami," ucapku dengan tulus.
Ia bernapas lega. Mungkin ia lupa pernah menghardik janda dan yatim. Kalau tidak ingat pesan Mak mungkin hal itu sudah kubalas dengan lebih kejam. Hidup itu tiada yang tahu kedepannya. Roda berputar, aku menekuni pendidikan dengan giat. Hidup keras dijalani. Mandiri serta mendapatkan beasiswa mengantarkanku menjadi wanita karir yang sukses.
"Asalamualaikum, eh, ada tamu. Paman Santo dan Bu Lek Tinah." Suamiku yang pulang dari masjid langsung menyapa dan menyalami mereka berdua. Lalu duduk di sebelahku.