Ramadan dan Kisah Belanja yang Bablas
Ramadan telah memasuki hari ke tujuh belas. Keadaan pasar semakin ramai, orang-orang yang dari pe;osok pun sudah keluar. Berbelanja segala keperluan menyambut lebaran yang tak lama lagi. Terutama mencari pakaian baru dan peralatan rumah tangga. Pembicaraan sering membahas tentang THR dan mulai cuti bersama.
Begitu juga yang dialamai ibu rumah tangga---Sinta berikut ini. Hari Minggu, hari yang menyenangkan. Selain libur kerja, Sinta bisa pergi ke pasar. Di daerahnya hanya ada pasar tradisional. Jika hari Minggu pasar ramai, karena banyak pedagang pendatang yang buka lapak, hingga di tepi-tepi jalan aspal menuju masuk pasar biasanya disebut pedagang pembelok. Hal itu membuat Sinta sangat riang, apalagi jika ada yang jualan obral. Jika beruntung dapat pula selisih harga yang lumayan dibanding hari biasa.
Sinta sambil bernyanyi, "Pada hari Minggu kuturut Ayah ke kota, eh salah maksudnya pada hari Minggu aku pergi ke pasar" bersiap dengan baju gamis senada dengan jilbab yang dikenakan. Perlahan dengan pasti sepeda motor matik Sinta menuju arah pasar, hingga parkiran. Hatinya sangat ceria karena suasana didukung isi dompetnya yang baru gajian dan diserahkan oleh suaminya malam tadi.
Sengaja atau tidak, bisa jadi panggilan pasar yang alami. Lokasi pasar pertama yang tertuju dilewati oleh kaki Sinta adalah deretan toko yang menjual pakaian,rencana dia, nanti jika sudah selesai melihat-lihat barulah nanti ke bagian belanjaan dapur pikirnya.
Di depan toko banyak pakaian terpajang, ada yang di gantung serta dikenakan pada manekin. Dengan berbagai model dan warna-warni seperti pelangi yang indah. Cantik-cantik berkilaun, kemilau. Mata Sinta membesar dan beberapa kali meneguk saliva saking ngilernya. Senyum semringah menghiasi wajahnya. Setiap toko yang ia lalui ada saja pembelinya yang melakukan penawaran dan memilah-milih.
Seakan-akan telinga Sinta mendengar, "Beli aku." Manekin itu berbicara. Sinta terkesiap, pikirnya apa ia salah dengar dan berhalusinasi.
"Cobain baju ini, pasti cocok untukmu," pungkas manekin pada toko yang di sebelahnya.
"Hah, ini bukan mimpikah?" Sinta membatin sendiri sembari mencubit pergelangan tangannya.
Sinta yang termangu di depan toko dengan kening berkerut seperti orang linglung membuat ia menjadi pusat perhatian. Mata Sinta mengerjap. Apakah ini nyata atau khayalan batinnya berkata lagi.
"Mana cocok sama aku, aku pendek, sedangkan manekin badanmu proporsional, tinggi langsing," Sinta berbicara dalam hati.