Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.
Tradisi Hari Rayo Anam yang Hampir Punah di Riau dan Sumatera Barat?
Ramadhan telah berlalu, dan umat pun merayakan hari Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal sebagai hari kemenangan telah berhasil menggapai ketaqwaan dalam training akbar selam satu bulan.
Di masyakat Indonesia, beberapa dekade belakangan larut dalam dalam perayaan kemenangan itu hingga berhari-hari bahkan satu bulan Syawal penuh.
Sebenarnya, bulan Syawal tersebut adalah momen peningkatan ketaqwaan setelah menjalankan training akbar saat Ramadhan untuk mencapai peningkatan ketaqwaan paripurna di periode selanjutnya.
Pada masyarakat Indonesia dahulu, setelah perayaan Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, mereka keesokan harinya langsung menjalankan ibadah puasa sunnah enam hari Syawal sebagai penyempurna puasa wajib Ramadhan. Setelah puasa 6 hari dijalankan, kemudian mereka kembali melanjutkan hari raya.
Pada masyarakat Jawa, hari raya itu dikenal sebagai Lebaran Ketupat. Menurut sejarah hal itu dimulai sejak jaman Wali Songo menyebarkan Islam di Pulau Jawa.
Demikian pula di daerah lain, dikenal hari raya serupa. Pada masyarakat di Riau dan Sumatera Barat dikenal sebagai Hari Rayo Anam atau kalau di Kabupaten Kampar Riau, masyarakat menyebutnya Hari Rayo Onam.
Hari Rayo Onam ini digelar setelah melakukan puasa sunnah selama enam hari di bulan Syawal. Puasa sunnah enam hari itu dilakukan sehari setelah memperingati hari raya Idul Fitri.
Karena itulah kenapa dinamakan Hari Rayo Onam, dirayakan setelah berpuasa sunnah enam hari. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
"Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun" [HR. Imam Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasaa-i dan Ibnu Majah].
Seremonial Hari Rayo Anam/Onam diawali dengan melakukan ziarah dan berdoa bersama keluarga masing-masing kaum setelah selesai melakukan puasa enam di bulan Syawal. Masyarakat akan melakukan doa bersama dan kaum ibu akan membawa dulang yang berisikan makanan.
Setiap rumah membawa bekal dengan talam ke pemakaman. Di dalam talam berisikan berbagai macam makanan untuk dibagikan kepada masyarakat yang hadir, mulai dari anak-anak hingga tokoh masyarakat dan para perantau.
Dan, juga mereka melakukan makan bajamba (makan bersama-sama dari satu dulang). Puncaknya, warga yang berkumpul melakukan tahlil dan zikir bersama yang mereka namakan Ratik Tagak atau tahlilan sambil berdiri.
Bagi masyarakat Riau (terutama daerah Kampar & Kuansing) dan Sumatera Barat (terutama Luhak nan Tigo) dahulu Hari Rayo Anam lebih meriah jika dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri.
Karena pada Hari Rayo Anam ini, seluruh anak kemenakan sasuku, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan akan pulang kampung dan berkumpul semuanya.
Makna Hari Rayo Anam jika dilihat dalam segi keagamaan tentunya dapat melakukan ziarah dan mengirimkan do'a kepada arwah dari keluarga yang telah meninggal dunia dengan harapan agar mereka diberi ketenangan di alam sana dan dijauhkan dari siksaan dan azab kubur.
Tradisi Hari Rayo Anam ini juga sebagai ladang amal bagi masyarakat, menambah keyakinan dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, sebagai ketentraman jiwa bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi tersebut, serta membuka mata bahwasanya kita hidup di dunia ini hanya untuk sementara dan suatu saat kita pasti akan kembali kepada-Nya.
Untuk itu kita sebagai umat muslim harus lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan semua perintahnya dan meninggalkan segala larangannya.
Dari segi budaya makna tradisi Hari Rayo Anam ini adalah sebagai jembatan untuk menjalin silaturahmi dalam kehidupan masyarakat.
Dengan adanya tradisi ini dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan antara masyarakat serta terjalinnya rasa kebersamaan dalam prinsip hidup bergotong royong dan saling berbagi antar sesama masyarakat.
Tradisi mandoa dan ratik tagak pada Hari Rayo Anam ini sudah jarang dilakukan saat ini, walau ada beberapa kaum (suku) yang masih melestarikannnya di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat dan Kabupaten Kampar Riau.
Pemerintah Kabupaten Kampar di Riau dan Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat, beberapa tahun terakhir (sebelum pandemi Covid-19) mencoba kembali membangkitkan tradisi ini.
Semoga upaya membangkitkan kembali tradisi Hari Rayo Anam/Onam ini tidak semata-mata untuk kepentingan pariwisata, tetapi juga untuk membangkitkan kembali semangat umat dalam melaksanakan dan menyegerahkan puasa sunnah enam hari Syawal sebagai penyempurna puasa wajib Ramadhan.