Merza Gamal
Merza Gamal Konsultan

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Menyambut Idul Fitri: Tradisi Lampu Colok yang Menyala di Riau

18 April 2023   19:02 Diperbarui: 18 April 2023   19:08 1958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyambut Idul Fitri: Tradisi Lampu Colok yang Menyala di Riau
Image:  Lampu Colok yang Menyala di Depan Kantor Gubernur Riau malam 27 Ramadan (dokpri)

Idul Fitri, momen suci bagi umat Islam di seluruh dunia, dirayakan dengan berbagai tradisi yang unik dan khas di berbagai daerah. Di Riau, salah satu tradisi yang masih lestari adalah penggunaan Lampu Colok, atau dalam bahasa Melayu disebut "pelite" atau "pelito", yang menjadi ciri khas perayaan malam-malam terakhir Ramadan hingga malam Takbiran.

Lampu Colok, yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk penerangannya, terbuat dari bambu, kaleng, atau botol bekas minuman yang diisi dengan minyak tanah dan dilengkapi dengan sumbu di tengahnya. Selain menjadi hiasan di depan rumah, Lampu Colok juga memiliki makna dan romansa tersendiri bagi masyarakat Melayu di Riau.

Dalam upaya melestarikan budaya Lampu Colok, pemerintah daerah dan masyarakat setempat menyelenggarakan Festival Lampu Colok yang telah menjadi bagian dari khasanah warisan budaya tempo dulu yang masih bertahan hingga sekarang, serta menjadi agenda wisata bagi beberapa daerah.

Tradisi Lampu Colok memiliki sejarah yang panjang di masyarakat Melayu Riau. Dahulu, Lampu Colok digunakan sebagai alat penerangan sehari-hari yang diletakkan di depan pintu rumah. Lampu Colok sangat berguna bagi anak-anak yang pergi mengaji atau belajar di tengah kegelapan malam.

Image: Penampakan lampu colok di Tepian Sungai Siak 17 April 2023-Malam 27 Ramadhan 144H (dokpri)
Image: Penampakan lampu colok di Tepian Sungai Siak 17 April 2023-Malam 27 Ramadhan 144H (dokpri)

Selain itu, Lampu Colok juga menjadi penerangan bagi masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, terutama para nelayan yang akan pergi melaut. Hingga saat ini (kecuali tahun 2020-2021 akibat pandemi) pada malam Takbiran, anak-anak yang mengaji di masjid akan berkeliling kampung membawa Lampu Colok dalam sebuah pawai.

Seiring berjalannya waktu, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi Lampu Colok yang turun temurun, masyarakat Melayu Riau menggunakan Lampu Colok sebagai hiasan di depan rumah mereka menjelang penghujung bulan Ramadan, terutama dalam menyambut malam Lailatul Qadar, yang puncaknya adalah menyalakan Lampu Colok di seluruh pelosok kampung pada malam ke-27 Ramadan.

Lampu Colok memiliki makna dan romansa tersendiri bagi masyarakat Melayu Riau. Cerita turun temurun mengisahkan bahwa Lampu Colok dahulu merupakan sarana penerangan jalan bagi masyarakat yang ingin membayar zakat fitrah setiap malam ke-27 Ramadan ke masjid atau ke rumah masyarakat yang menghimpun zakat fitrah (Pak Lebai).

Dalam rangka melestarikan budaya Lampu Colok di akhir Ramadan dan menyambut perayaan Idul Fitri, sejak era 2000-an, pemerintah daerah di beberapa Kabupaten dan Kota di Riau menyelenggarakan Festival Lampu Colok. Masyarakat setiap kampung akan membuat Lampu colok dan meletakkannya bersama di lapangan dekat pemukiman mereka.

Image: Lampu colok membentuk replika Masjid An Nur Pekanbaru menyambut malam 27 Ramadan 1444H (dokpri)
Image: Lampu colok membentuk replika Masjid An Nur Pekanbaru menyambut malam 27 Ramadan 1444H (dokpri)

Setiap kampung akan membuat Lampu Colok dari botol bekas yang diisi minyak dan sumbu, kemudian disusun rapi menyerupai bentuk masjid. Sinar api yang memancar dari ornamen-ornamen yang menyerupai masjid tersebut membuat mata semua orang tertuju dan takjub.

Festival Lampu Colok biasanya juga dipertandingkan antar Kecamatan, dan telah menjadi bagian dari khasanah warisan budaya tempo dulu yang masih bertahan hingga sekarang. Kini, Festival Lampu Colok juga telah menjadi agenda wisata bagi beberapa daerah, seperti di Kota Pekanbaru, Dumai, dan Kabupaten Bengkalis.

Image: Salah satu lampu colok di Kabupaten Bengkalis Riau (dokpri)
Image: Salah satu lampu colok di Kabupaten Bengkalis Riau (dokpri)

Tradisi Lampu Colok di Riau merupakan contoh nyata bagaimana masyarakat melestarikan budaya dan merayakan momen suci bulan Ramadan dan Idul Fitri.

Dalam era modern yang serba canggih, tradisi Lampu Colok di Riau tetap menjadi warisan budaya yang dijaga dan dipertahankan oleh masyarakat setempat. Melalui Festival Lampu Colok yang diadakan setiap tahun, tradisi ini terus hidup dan menjadi daya tarik wisata bagi pengunjung yang ingin mengenal lebih dekat budaya dan kearifan lokal Riau.

Selain itu, Lampu Colok juga menjadi simbol kebersamaan dan kerukunan antarwarga. Pada saat menjelang malam Idul Fitri tiba (biasanya dimulai pada malam ke-27 Ramadan), seluruh rumah dihiasi dengan cahaya indah dari Lampu Colok yang saling bersinar.

Namun, meskipun tradisi Lampu Colok masih terjaga dengan baik, tantangan tetap ada. Perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat dapat mempengaruhi minat dan partisipasi dalam mempertahankan tradisi ini. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengapresiasi dan merawat warisan budaya lokal, termasuk tradisi Lampu Colok, agar tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Image: Masyarakat menyaksikan keindahan konfigurasi lampu  colok di salah satu sudut kota Pekanbaru (dokpri)
Image: Masyarakat menyaksikan keindahan konfigurasi lampu  colok di salah satu sudut kota Pekanbaru (dokpri)

Tradisi Lampu Colok, sebenarnya, tidak hanya terdapat di Riau, tetapi juga di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Sumatra Utara dan Aceh. Lampu Colok di Sumatera Utara dan Aceh juga memiliki perbedaan dalam makna dan penggunaannya.

Di Sumatera Utara, Lampu Colok sering digunakan dalam upacara adat, seperti pernikahan, upacara kematian, atau dalam rangkaian acara perayaan budaya. Sementara itu, di Aceh, Lampu Colok sering digunakan dalam acara keagamaan dan sering kali diletakkan di sekitar masjid atau tempat-tempat ibadah sebagai simbol cahaya dan penanda tempat ibadah.

Lampu Colok merupakan tradisi unik dan khas yang masih dilestarikan oleh masyarakat Riau dalam merayakan Idul Fitri. Tradisi ini memiliki makna dan nilai-nilai budaya yang mendalam, serta memberikan cahaya indah dan kehangatan dalam momen bersejarah tersebut.

Semoga tradisi Lampu Colok tetap dapat dijaga dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai bagian dari warisan budaya yang membanggakan di Riau. Mari terus melestarikan dan merayakan keberagaman budaya Indonesia, termasuk tradisi Lampu Colok yang menjadi ciri khas perayaan Idul Fitri di Riau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun