Ketika Baju Baru Bukan Lagi Prioritas: Membangun Kemandirian Finansial pada Hari Raya Idul Fitri
Hari raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat dinantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia.
Selain menjadi waktu untuk merayakan kemenangan setelah menjalani bulan Ramadan penuh beribadah, Idul Fitri juga menjadi kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat serta bermaaf-maafan.
Namun, di tengah euforia perayaan ini, muncul pula berbagai tradisi yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat, salah satunya adalah tradisi memakai baju baru.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, membeli baju baru untuk dipakai saat Idul Fitri sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa terelakkan.
Tradisi ini mungkin bermula dari nilai-nilai keindahan dan kemegahan, serta simbolisasi kesegaran dan kebersihan yang diinginkan saat menyambut hari raya.
Namun, dalam perjalanan waktu, tradisi ini telah menjadi lebih dari sekadar keinginan untuk tampil beda saat berkumpul dengan keluarga dan teman-teman.
Dalam pandangan sosioekonomi, tradisi membeli baju baru untuk Idul Fitri telah menjadi cerminan dari kondisi ekonomi dan budaya masyarakat.
Bagi sebagian orang, memiliki baju baru saat Idul Fitri adalah simbol kemakmuran dan status sosial. Namun, bagi yang lain, tradisi ini mencerminkan kesederhanaan dan keikhlasan dalam merayakan hari kemenangan meskipun dalam keterbatasan.
Momen Berharga dari Perspektif Pribadi
Saya, seperti banyak anak-anak di lingkungan keluarga yang kurang mampu, tumbuh dengan pengalaman yang serupa.
Di hari raya Idul Fitri, momen memakai baju baru adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu. Namun, bagi kami, pembelian baju baru hanya terjadi pada saat-saat spesial tersebut.