Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."
Kliwon, Edisi Gudangan Cipir dan Kembang Turi
"Sahur, sahur, sahur." Anak-anak muda dusun Bluwangan masih berkeliling dengan aneka tabuhan membangunbkan warga kampung agar sampai tak makan sahur, karena selain sunah hukumnya, sahur juga bisa menjaga stamina selama menjalankan ibadah puasa di siang hari.
Kliwon dan keluarganya juga pernah tidak terbangun untuk makan sahur. Kliwon terjaga ketika suara adzan Subuh sudah terdengar dari Musala kampungnya. Ia sebenarnya tak masalah dengan tak makan sahur, tetapi rasa kasihan kepada Pon dan Wage dua anak lanangnya. Apalagi Wage dan Pon sedang masa tes kenaikan kelas. Tentu saja, tidak sahur bisa membuat pikirannya tidak fokus dalam mengerjakan soal. Terlebih, kadang-kadang soal juga dibuatkan dengan tidak memertimbangkan kemampuan dan pengetahuan yang diserap murid-murid di sekolah.
"Sakit perut, Romo," kata Wage.
Kliwon merebahkan Wage di tempat tidur, menghiburnya dan membacakan mantera kesembuhan, "Allohumma anzil syifa'an syifa'an syifa'an 'ala waladi Wage bin Kliwon bihaqqi dzatika, wabihaqqi kalimatika wa bihaqqi nabiyina muhammad solallohu 'alaihi wassalam, wa bihaqqi suratil faatihah."
Setelah itu, Kliwon melanjutkan mengalunkan salawat nabi, agar rasa sakit segera dicerabut dari tubuh anak lanangnya. Ajaib, Wage tampak tertidur. Apakah karena mantra itu benar-benar dijabahi Gusti Alloh, atau Wage kelelehan mendengarkan suara sember Romonya, tetapi nggak mungkin mengingatkan apalagi mengentikan alunannya. Kualat.
Kliwon pergi ke belakang rumah setelah yakin Wage benar-benar tidur. Dalam urusan tidur anak ragil Kliwon ini memang susahnya bukan main. Kadang-kadang sampai satu juz Kliwon membacakan Alquran, wage masih tetap mbelolo (terbuka lebar matanya), belum juga mengantuk. Sore itu Kliwon memetik kecipir dan bunga turi untuk menu makan sahur.
Menurut Kliwon, kecipir memiliki manfaat bagi tubuh yang sangat banyak. Ia menceritakan dari ibunya, dan menjadi wasiat sebelum meninggal dunia, sering-sering masak kepicir, sebab mengandung protein yang tinggi. Karena tidak paham, Kliwon meminta Pon untuk bertanya kepada gurunya mengenai kandungan yang ada dalam buah kecipir.
"Kata Pak Guru, kecipir itu mengandung protein tinggi, karbohidrat, fosfor, magnesium, , kalsium, tocopherol, dan vitamin C," kata Pon.
"Sudah-sudah jangan diteruskan."
"Kenapa Romo?"
"Menambah pusing kepala."
Disajikan dengan nasi hangat ya masih mengeluarkan uap, urab kembang kecipir dan bunga turi sedapnya bukan. Inilah menu makan, termasuk menu untuk menemani makan sahur yang luar biasa bagusnya untuk tubuh manusia. "Sekarang kalian tahu, kenapa Romo selalu minta kalian makan kecipir dan turi?"
Legi menatap kedua anaknya, dengan isyarat matanya meminta anak-anak itu menjawab dengan suka cita, "ya Romo, kami paham dan kami suka dengan kecipir dan turi."
Si Pon mengangguk, tetapi Wage malah menyingkirkan kembang turi itu di pinggiran piring. Legi segera mengambil piring itu, dan berpura-pura menambahkan nasi, sambil jari kirinya menjatuhkan kembang turi ke dalam piring makannya sendiri.
"Lihat, Kang, Wage sampai tambah nasinya."
Kliwon menganggukkan kepala dengan rasa bangga. Ia merasa yakin, anak-anaknya akan menjadi gebnerasi yang sehat fisik, psikis, dan sehat pikir. Lalu mengambil segelas teh panas, meminumnya sedikit, dan melanjutkan santap sahurnya dengan rasa lega, sebab anak-anaknya sudah bisa menerima menu makanan warisan leluhurnya.***