Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Foto/Videografer

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Belajar Prihatin Bersama Ramadan

27 Maret 2023   22:10 Diperbarui: 28 Maret 2023   06:10 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar Prihatin Bersama Ramadan
Dengan puasa, kepedulian terhadap orang yang kurang beruntung akan terpupuk. (Foto: Unsplash.com/Michal Matlon)

Meskipun ibadah puasanya dinilai memberatkan bagi beberapa orang, Ramadan tetap menjadi bulan yang paling ditunggu-tunggu.

Banyak keutamaan yang diperoleh ketika melakukan ibadah puasa dan amalan lainnya yang akan diganjar Allah SWT sendiri dengan jumlah yang masif.

Ya, tidak salah jika menganggap bulan Ramadan sebagai bulan suci yang paling mulia dari 12 bulan dalam kalender Hijriah.

Tidak sekadar hanya menahan rasa lapar dan haus, ada makna mendalam dari kedua rasa selama masa puasa ini.

Yaitu, belajar prihatin, ini betul sekali karena kita seakan-akan diajarkan oleh keadaan tentang penderitaan ini.

Kita hanya diberi waktu untuk merasakan prihatin hanya sebulan, itu pun malamnya masih bisa makan enak.

Bahkan, saking enaknya, kita sampai terlupa dengan penderitaan kita di siang harinya, seakan-akan kita tidak pernah mengalami penderitaan.

Padahal, meskipun malam boleh makan, kita tetap dianjurkan untuk tetap menahan diri dan tidak berlebih-lebihan.

Bayangkan dengan kaum fakir dan miskin, penderitaannya bertahun-tahun dan dalam sehari belum tentu bisa makan 2 kali sehari.

Kalau pun bisa makan, makanannya masih belum bisa dikatakan layak, bagi mereka yang penting ada yang bisa dimakan.

Kita diajak untuk 'melihat ke bawah' untuk melihat kondisi mereka agar kita bisa bersyukur dengan kondisi kita saat ini.

Selama ini, kita bangga dengan harta kekayaan dan 'adu mekanik' dengan teman dan makan tanpa kenal nurani.

Selama ini juga, kita sering menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan duniawi yang hanya sesaat ini.

Sementara itu, bagi kaum fakir dan miskin jangankan bersenang-senang, untuk keperluan sehari-hari saja masih minus.

Di akhir Ramadan, kita diperintahkan untuk mengeluarkan zakat, tidak banyak, hanya 2,5% dari harta kita selama ini.

Dari zakat, kita diuji apakah bersedia untuk memberikannya atau masih terjebak dalam ego untuk dimiliki semua?

Tantangan sebenarnya adalah setelah Ramadan, 11 bulan jaraknya sebelum bertemu Ramadan lagi

Apakah kita bisa untuk peduli dengan sesama kita yang nasibnya kurang beruntung atau tidak setelah puasa ini?

Sangat tidak berakhlak jika selepas Ramadan, kita masih untuk gemar pamer kekayaan di saat mereka menderita.

Semoga di Ramadan ini, kita menjadi lebih baik lagi, terutama bijak soal harta yang dimiliki dan lebih meningkatkan kepedulian dari 'penderitaan' ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun