Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.
Menahan Diri dari Pertanyaan Menyakiti Hati saat Lebaran
lebaran, atau juga "Kapan punya pekerjaan?" dan "Lulus kapan?"
Bukan rahasia lagi kalau sering ditanya "Kapan nikah?" saatPadahal, pertanyaan ini tidak semua orang berkenan untuk menjawabnya, bahkan terdengar seperti teror terselubung.
Di balik pertanyaan tersebut, terkandung makna bahwa di usia tertentu harus sudah memiliki pencapaian ini dan itu.
Padahal, masalah seperti pertanyaan di awal tidak bisa dijawab dengan waktu atau hal lain yang pasti.
Tidak semua orang memiliki mental yang kuat saat menghadapi bombardir pertanyaan yang menyakitkan ini.
Misal, ada yang belum kunjung menikah karena masih ingin menyembuhkan luka, belum mendapatkan pasangan yang tepat, atau malah ada yang mengidap fearful-avodant.
Perkara pekerjaan, siapa yang tidak ingin menganggur, hanya saja terbentur oleh persyaratan yang tidak masuk akal, seperti usia, pengalaman kerja, IPK, dan kemampuan di luar spesifikasi.
Selain itu, kelulusan kuliah tidak bisa secara pasti seperti halnya lulus SD, SMP, dan SMA yang pasti masa studinya.
Berkata baik atau diam
Sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bisa berkata baik atau lebih baik diam jika dikhawatirkan menyakiti hati.
Seperti halnya pertanyaan kapan nikah, punya anak, lulus, atau mendapatkan pekerjaan, itu adalah pertanyaan sensitif.
Padahal, pertanyaan sampah seperti ini tidak pernah ditemukan di negara-negara luar sekalipun.
Sayangnya, Indonesia memiliki budaya tidak bermoral seperti ini dan pelakunya selalu berkilah hanya bertanya atau bercanda.
Sementara itu, siapa yang bisa menjamin kalau lawan bicaranya menganggap pertanyaan receh itu biasa saja?
Terutama bagi orang yang merasa sensitif, ini bukan hal yang bisa dimaafkan, bahkan ada yang merasa terintimidasi.
Berlebihan? Tidak, respons manusia tidak bisa dinilai apakah berlebihan atau tidak, semua tergantung pada kesehatan mental individu.
Kita tidak bisa tahu, setelah ini apakah orang tersebut sakit hati atau tidak, tetapi tidak ada salahnya untuk lebih baik diam daripada menanyakan hal seperti itu.
Amalan sebulan hancur dalam sehari
Kita sudah bersusah payah menabung pahala dan kebaikan selama sebulan penuh di bulan Ramadan.
Sangat disayangkan amalan sebulan tersebut hancur dalam sehari hanya karena lisan kita sendiri.
Hanya karena "Kapan nikah?", "Kapan punya pekerjaan?", atau "Kapan lulus?", perasaan orang lain hancur, dan kita sangat berdosa karenanya.
Memang, kita tidak bisa mengendalikan orang lain agar tidak baperan, tetapi kita bisa untuk mengendalikan omongan kita sendiri agar orang tidak baperan.
Sudah saatnya untuk menghentikan kebiasaan buruk yang dianggap sudah menjadi budaya berbasa-basi di lebaran ini.
Mari kita jaga privasi dan kesehatan mental orang lain agar bisa merayakan idul fitri tidak dengan sakit hati.