Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.
Al Quran Bangkitkan Spirit Metode Hisab, Mana Saja?
Perdebatan awal bulan Hijriah terus saja terjadi contoh saja Idul Fitri nanti, di satu pihak masih menggunakan rukyat, di lain pihak sudah menggunakan metode hisab.
Metode hisab sayangnya dianggap ilmu nujum yang dinilai negatif karena menyalahi hadis berikut.
"Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawal), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka perkirakanlah (menjadi 30 hari)." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pertama, dari segi bahasa, ra'iyatumuhu (), memiliki kata dasar raa'a () dakam fi'il madhi - yaraa () dalam fi'il mudhari - ru'yatan () yang artinya melihat.
Padahal, kata 'melihat' ada sinonimnya, yaitu nazhara (), bashura (), dan ta'ammala ().
Namun, ada yang membedakan kata raa'a () dengan sinonimnya yang bisa ditemukan pada 2 ayat berikut.
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?" (Al Fiil ayat 1)
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?" (Al Ma'un ayat 1)
Keduanya memiliki kata dasar raa'a () yang disimpulkan sebagai 'melihat' dengan konteks 'mengatahui'.
Sehingga jelas secara bahasa, ra'iyatumuhu () dalam hadis tersebut diartikan sebagai 'melihat dengan ilmu'.
Kedua, dari segi fikih, hadis tersebut dibarengi dengan hadis 'illat, yaitu hadis yang menjadi dasar mengapa suatu syariat keluar, seperti apa hadisnya?
. " .
"Sesungguhnya umatku ummiy, tidak dapat menulis dan juga berhitung. Adapun bulan ini (Sya'ban/Ramadan) seperti ini dan seperti itu, yakni kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sesuai kaidah 'Hukum itu berdasarkan ada tidaknya 'illat dan sebabnya', kemajuan teknologi metode hisab menyebabkan metode rukyat bukan lagi metode tunggal.
Semangat Al Quran dalam metode hisab
Sayangnya, kelompok Islam ultrakonservatif menolak hisab karena bukan metode Islam sehingga tidak diajarkan oleh Islam.
Padahal, di Al Quran sendiri ada beberapa ayat yang memicu umat Islam untuk belajar ilmu astronomi yang mendorong lahirnya ilmu hisab, apa saja?
1. Al Baqarah: 189
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji. Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung."
2. Yunus: 5
"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya).
3. Luqman: 29
"Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan. Sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan."
4. Yasin: 39-40
39. "Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) ia kembali seperti bentuk yang tua."
40. "Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
5. Az Zumar: 5
"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia memasukkan malam atas siang dan memasukkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah, Dialah Yang Mahamulia, Maha Pengampun."
6. Ar Rahman:5
"Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan."
Dari ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Allah SWT mendorong ilmu astronomi, terutama di bidang ilmu hisab untuk menentukan awal bulan atau waktu ibadah tertentu secara implisit.
Sayangnya, masih banyak kelompok Islam ultrakonservatif yang menolak kemajuan ini karena tidak diajarkan dalam Islam sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Ini kontradiktif dengan masa keluarnya masa itu: membaca dan menulis saja belum bisa, bahkan hingga Rasulullah SAW wafat pun, umat Islam belum bisa ilmu astronomi.
Padahal, ilmu astronomi malah dimulai di masa Dinasti Umayyah, jauh setelah era kenabian Rasulullah SAW.
Jika merujuk pada 'illat tadi, seharusnya metode rukyat digantikan oleh ilmu hisab begitu ilmu astronomi sudah berkembang.
Sementara itu, kelompok penolak metode hisab melasanakan salat dengan menggunakan jam yang malah merupakan produk ilmu hisab, bukan melihat langsung bayang-bayang di bawah matahari.
Tertinggal dengan umat lain
Secara jujur, tanpa mengurangi rasa hormat penulis dengan Islam, umat Islam bisa dikatakan kurang maju dibandingkan dengan umat lain.
Kita kalah tertinggal dengan umat agama lain yang kalendernya sudah universal dan bisa diprediksi hingga ratusan tahun ke depan.
Sementara itu, kita masih harus selalu menunggu sidang isbat dan pengamatan langsung H-2 atau H-1 sebelum bulan baru tiba, belum lagi problema seperti periskop rusak atau tertutup mendung.
Ilmu hisab sudah hadir untuk menutupi kelemahan ilmu rukyat yang sifatnya subyektif dan sudah terpatahkan oleh 'illat keluarnya rukyat ini.
Kelemahan lainnya yang jelas saat Wukuf, bagaimana bisa serentak jika hilal di Arab belum terlihat, sementara contoh di Malang sudah terlihat jelas?
Perkara kalender saja, kita masih belum mencapai kata kompak dan sepakat yang masih berpegang pada dalil lama yang terikat dalil kondisional itu.
Sudah saatnya mengakhiri perdebatan panjang dan menahun soal awal bulan, sudah waktunya untuk beralih ke metode hisab agar mencapai kalender Hijriah global ini.
Tidak perlu ada drama penundaan Salat Tarawih karena menunggu sidang isbat, dan negara bisa hemat anggaran karena kalender Hijriah sudah pasti hingga bertahun-tahun ke depan seperti kaleder Masehi.