Jenuhnya Amalan Ramadhan
Apakah hari-hari ini sudah ada kenampakkan orang merasa jenuh dengan Ramadhan ? pertanyaan krusial, tetapi perlu mendapatkan tanggapan yang seksama, dan bijak didalam menghadapinya.
Sebagai pribadi, rasa-rasanya sudah mulai ada gangguan atau rayuan mental yang mengguncang keseriusan dalam menjalani Ramadhan di tahun ini. Secara tidak terasa, sudah mulai ada tarikan-tarikan emosi atau hasrat yang mengarah pada rasa dan perasaan jenuh ramadhan. Bukan saja, karena sudah menjadi kebiasaan dan pembiasaan yang mulai cukup terbiasa, tetapi juga, karena ada hasrat untuk menikmati situasi baru dari rutinitas selama ini, eh, seminggu ini.
Sekedar contoh kecil. Tulisan mengenai Ramadhan di platform ini, rasanya sudah muncul berulang kali mengenai Ramadhan. Bukan hanya tulisan sendiri, tetapi tulisan orang lain pun, sudah bermunculan, banyak bermunculan dan bahkan sangat banyak bermunculan. Membaca ulang tulisan mengenai tema yang sama, bisa memperkuat pemahaman, tetapi saat mengulang bacaan yang sama, tetapi tidak memberikan inspirasi baru, maka akan melahirkan kejenuhan. Demikian pula dengan menuliskannya.
Saat dimaksudkan untuk menulis ragam sudut pandang mengenai tema yang sama, akan melahirkan kegairahan. Tetapi, saat tema itu ditulis dengan sudut pandang yang monoton, maka kemudian akan melahirkan kejenuhan. Jenuh bagi si penulisnya, dan jenuh pula bagi si pembacanya. Mengapa ? karena tidak mengundang inspirasi dan kejutan gagasan, dan tidak menyodorkan sudut pandangan yang berbeda. Itulah sumber kejenuhan !!!
Bosen adalah produk dari kondisi yang monoton. Sikap monoton dan situasi monoton, adalah takdir masa depan yang sudah bisa dipastikan dari sekarang. Akibatnya, orang tidak lagi bisa menemukan lagi sensasi atau asyiknya petualangan dalam hidup. Ujungnya adalah BOSAN !
Iya, betul. Mungkin karena tidak terbiasa melakukan variasi kelakuan hidup. Sehingga, baru pada hari kelima ini pun, sebagian diantara kita sudah mulai merasa jenuh berramadhan. Bukan tidak kuat berpuasanya, melainkan tidak kuat menjalani rutinitasnya. Saat berpuasanya, alhamdulillah, kuat dan masih tetap bugar. Tetapi, rutinitasnya yang hampir dipastikan terkurangi dari hari-hari sebelumnya, sehingga kemudian merasa jenuh ramadhan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kemudian muncul kelakuan-kelakuan yang diluar dugaan, tetapi sudah mulai dimaklumi.
Rumah makan sudah mulai buka operasi di siang hari. Alasannya, "melayani yang berkebutuhan khusus di siang hari..". Anak-anak sudah mulai bosen sahur, sehingga kadang sahur seadanya, bahkan ada yang sudah mulai "bocor..."
Kelakuan yang wajar dan alamiah, tentunya dialami oleh kaum perempuan. Karena ada kaitannya dengan masalah kewanitaan, maka banyak yang tidak berpuasa Ramadhan. Kelakuan itu wajar dan dibolehkan secara hukum Islam. Namun, gejala ini menghidupkan kembali dinamika perilaku orang di pertengahan bulan Ramadhan.
Kritik dan koreksi yang biasa muncul tahunan, adalah jamaah shalat tarawih dan jama'ah shalat subuh yang mulai bergerak maju. Jamaahnya bergerak maju, dengan arti jumlah barisan kian hari kian berkurang.
Pertanyaan terhadap hal itu sama, dengan pertanyaan awal tadi, apakah hal ini, menunjukkan adanya suasana kejenuhan bathin ? karena sudah jenuh, kemudian mulai meninggalkan kegairahan ragam ibadah di Ramadhan.
Tetapi, di luar soalan yang disampaikan itu, saat kita mengecek makna jenuh dalam bahasa Indonesia, ternyata mengandung makna yang positif. Jenuh dalam kamus Bahasa Indonesia, dapat pula diartikan (1) mengandung jumlah maksimum zat terlarut yang dapat diserap pada suhu tertentu , (2) penuh, atau (3) padat. Tidak mengherankan, bila kemudian ada kalimat, larutan jenuh, atau cairan itu sudah jenuh sehingga gula tambahan tidak dapat lagi melarut. Bila demikian adanya, maka pertanyaan dapat diajukan kembali, apakah kita sudah jenuh dalam mengisi bulan suci Ramadhan ?