Jalan Kehidupan
Pagi ini, ku harus antar jemput anakku yang pertama. Maksudnya untuk bersekolah. Harapannya, dia bisa belajar di sekolah. Di masa penuh keraguan dan ketidakpastian pandemi saat ini, kutitipkan harapan masa depan anak-anak bangsa ke sekolah.
Entah. Apa yang terjadi, dibalik Gedung tempat berkumpulkan ruang-ruang ukuran 8x8 m. di sana ada sejumput benih harapan, tengah berniatkan diri untuk belajar, dan mempelajari kehidupan. Disana, anak-anak polos sedang belajar apa yang diceritakan sang Guru, dan juga belajar mengenali diri, dan percikan masa depannya.
Untuk sebuah harapah itulah, pagi it uku antar jemputkan anak ke sekolah, dengan harapan bisa belajar. Ya, harapannnya bisa belajar.
Tidak terlalu jauh memang. Sekolah itu tidak terlalu jauh, namun mimpi dan harapan anakku, rasanya lebih jauh dari posisi sekolahnya saat ini.
Tidak terlalu lama belajarnya, tetapi butuh waktu yang cukup untuk mengenali diri dan lingkungan, guna bisa hidup eksis di masa depan.
Tidak terlalu banyak yang didapatnya, tetapi, ada setitik harapan, bisa menerangi gelapnya masa depan, yang belum bisa diterka.
Perjalanan itu, menelusuri gang, dan jalan-jalan. Tampak sudah, bukan hanya kami seorang diri, namun banyak orang yang memanfaatkan jalan-jalan untuk kebutuhan hidupnya masing-masing.
Termenung sesaat.
Setiap jalan, seburuk apapun kondisinya, ternyata, cukup banyak orang yang menaruh harapan untuk segera sampai ke tempat tujuannya. Untuk bisa sampai ke masa depannya.
Di setiap ruang, sesempit apapun ruangnya, masih banyak orang yang berharap bisa memanfaatkannya untuk menyalip kesempatan dalam meraih cita dan mimpinya.