Iktikaf sebagai Kategori Sosial
Amalan umat Islam di sepuluh hari terakhir, yakni diramaikan dengan kegiatan iktikaf ('itikaf atau itikaf). Dalam kepustakaan agama Islam, iktikaf adalah praktek menyengaja untuk melakukan kegiatan ibadah, dengan cara berdiam diri di masjid. Praktek ini, umumnya, ramai dilaksanakan pada malam-malam ganjil, pada 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan.
Ada keunikan tersendiri, baik di masjid kampung atau masjid perkotaan. Memakmurkan kegiatan iktikaf di akhir Ramadhan ini, dilakukan dengan ragam cara dan teknik.
Sewaktu di kampung halaman, artinya waktu masih bocil, tidak mengerti arti dari kegiatan likuran (lilikuran). Dalam lisan masyarakat kami saat itu, yakni masyarakat berbahasa Sunda, lilikuran artinya malam ganjil selepas tanggal 20-an, misalnya malam 21, 23 atau 25, semua itu disebut lilikuran. Kegiatan lilikuran itu, adalah kegiatan sosial di masjid kampung, di 10 hari terakhir. Umumnya, program lilikuran ini, ramai diselenggarakan oleh masyarakat pada malam-malam ganjil.
Sebagai bocil, kegiatan lilikuran itu sangat asyik. Karena, selain ada tarawih, tadarusan, juga ada makanan. Jumlah makanannya, biasanya lebih banyak dibanding malam-malam biasa. Orangtua menyebut kegiatan itu, sebagai malam ibadah lilikuran di akhir Ramadhan. Jenis makanannya pun, adalah makanan khas kampung, dan khas jelang idul fitri. Bahkan, kerap kali disatukan pula dengan kegiatan khataman Qur'an. Sehingga, pada malam-malam akhir Ramadhan ini, kegiatan di mushala atau masjid menjadi sangat ramai.
Mencermati perkembangan terkini, kita melihat ada beberapa kategori kegiatan iktikaf atau kegiatan ibadah di akhir Ramadhan.
Pertama, kegiatan akhir ramadhan dan iktikaf sebagai kategori agama. Pada kategori ini, iktikaf dan kegiatan iktikaf dilandasi oleh motivasi keagamaan. Ada dan tidak adanya lilikuran, atau makanan, mereka tetap melaksanakan ibadah khusus di akhir Ramadhan. Bahkan, sebagian diantara mereka berharap bisa ibadah di masjid yang hening dan jauh dari kebisingan. Kegiatan utama iktikaf kategori ini, adalah tadarusan, berdzikir, atau shalat sunnah dan melaksanakan ibadah lainnya lagi. Kekhusyuan dan keheningan, amat sangat terasa di masjid dengan penguatan pada kategori ini.
Kedua, kegiatan akhir ramadhan sebagai kategori sosial-ekonomi. Kegiatan iktikaf, dikelola secara profesional dan ekonomis. Program iktikaf adalah program ibadah. Masjid pun adalah tempat ibadah. Namun demikian, untuk mengelola kegiatan iktikaf, di beberapa masjid, ada yang menerapkan manajemen modern. Dengan alasan untuk menjaga kebersihan, dan atau layanan kepada jama'ah yang lebih baik, maka diterapkan tarif kapling ibadah iktikaf di akhir Ramadhan. Ada sejumlah masjid, yang menerapkan biaya tenda untuk bisa melaksanakan iktikaf di masjdi tersebut. Biaya itu, digunakan untuk jaga kebersihan dan juga layanan sahur bersama, sehingga jama'ah yang beribadah di masjid itu, tidak direpotkan dengan persiapan sahur di pagi hari nya.
Bagi pelaku iktikaf, kegiatan iktikaf adalah ibadah. Tetapi, bagi pengelolanya kegiatan iktikaf adalah kategori sosial-ekonomi. Terhadap kegiatan ini, diterapkan manajemen ekonomi yang diharapkan bisa meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas yang lebih baik.
Ketiga, kegiatan akhir ramadhan sebagai kategori budaya. Melihat kegiatan lilikuran, kegiatan ini dapat dikatakan sebagai upaya menjaga nilai budaya yang tumbuh di masyarakat. Melalui lilikuran, diharapkan terbangunkan kesadaran kolektif masyarakat untuk berbagi makanan, berbagi peran, dan juga mempererat kebersamaan di tengah masyarakat. Lilikuran adalah programnya, kegiatan ibadah adalah instrumennya, namun nilai dasarnya adalah membangun kebersamaan di tengah masyarakat.
Bila dicermati dengan seksama, Program lilikuran menjadi unik, karena memiliki motif yang sangat luar biasa. Satu sisi, mengembalikan umat ke masjid. Karena umumnya, di akhir Ramadhan jamaah tarawih mulai menyusut. Dengan adanya lilikuran, masjid atau mushala kembali ramai. Dengan program lilikuran, merangsang umat ke masjdi dan beribadah, untuk mendapatkan keberkahan malam qadr. Maka tidak mengherankan, bila di masjid yang sepi tradisi lilikuran, malam akhir ramadhan jamaah mulai menyepi, tetapi dengan program lilikuran, malam ramadhan malah ramai dikunjungi jama'ah. Pada sisi lainnya, dengan program lilikuran, kebersamaan di masyarakat tetap terjaga, dan menghidupkan suasana kebersamaan kepada seluruh masyarakat sekitar.