Momon Sudarma
Momon Sudarma Guru

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Kembali ke Fitrah Seharusnya, atau Seadanya ?

12 April 2024   04:20 Diperbarui: 12 April 2024   05:39 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembali ke Fitrah Seharusnya, atau Seadanya ?
Cermin Kefitrahan Diri (Sumber : pribadi, bing image creator) 

Gagal paham. Setidaknya itulah, ungkapan yang bisa terlontarkan, di saat kita melihat gejala paska lebaran atau idul fitri. Hari ini, mungkin baru satu atau dua hari saja, selepas Ramadhan berakhir. Suasana lebaran, masih sangat terasa dan dirasakan oleh banyak orang. Setidanya, suasana di jalanan, arus balik kendaraan masih tampak. Kemacetan di jalan, untuk beberapa hari terakhir ini, diduga dan dialamatkan sebagai indikasi adanya arus balik masyarakat Indonesia, yang tempo hari pulang ke kampung halaman.

Lha, mereka itu pulang ke kampung halaman. Apakah pulang ke kampung halaman atau biasa disebut mudik, adalah ciri dari jiwa nan fitri (fitrah) sebagaimana yang di khutbah dari atas mimbar idul fitri ?

Entahlah.

Memangnya, apa dan kenapa dengan istilah fitri itu sendiri ?

Sekedar iseng. Saya mencoba mencari arti fitri atau fitrah dalam bahasa Indonesia. Cara yang mudah, sudah tentu mencarinya di jejaring internet. Di sanalah  kita temukan, kamus bahasa Indonesia. Pada kamus Bahasa Indonesia, kata fitri atau fitrah, mengandung makna, "sifat asal; kesucian; bakat; pembawaan ".

Dari sinilah. Kita  menemukan makna fitrah. Kita beruntung dan bisa paham, maksud dan tujuan dari pengkhutbah, yang mengatakan bahwa selepas melaksanakan ibadah shaum Ramadhan selama satu bulan penuh, seorang muslim diibaratkan menjadi pribadi yang bersih, suci seperti halnya seorang manusia bayi yang baru lahir. Inilah yang disebut manusia fitri, atau manusia suci, sebagaimana asal karakter manusia.

Ibadah shaum (puasa) Ramadhan, yang selama satu bulan penuh dilaksanakan, merupakan momen latihan dan penyucian. Seorang muslim yang beribadah selama satu bulan penuh, mengalami dan menjalani proses pembersihan diri, atau penguatan karakter positif, sehingga menjadi pribadi yang bersih dan suci, atau pribadi nan-fitri. Ramadhan menjadi 'lembaga pembinaan' karakter para pelakunya, menuju pribadi unggul dan mulia, atau biasa disebut taqwa.

Tetapi, aduh, kadang gagal paham lagi. Setidaknya, melihat fakta dan gejala faktualnya, ternyata makna fitrah (fitri), bukan sekedar suci atau bersih, melainkan sifat asal dan pembawaannya. Kembali ke fitrah, semakna dengan kembali ke sifat asal atau sifat pembawaannya.

Lha, memangnya ada masalah apa dengan istilah sifat asal dan pembawaannya itu ? 

Di sinilah problemanya. Pada kamus Bahasa Indonesia itu, tidak dijelaskan waktunya. Demikian pula, para pengkhotbah kadang khilaf menjelaskan konteksnya, atau mungkin kita yang tidak mengerti maksud dan konteks penjelasannya tersebut. Sehingga kita hahal paham, sifat asal yang kapan, dan pembawaannya yang kapan yang menjadi rujukan 'pengembalian karakter manusia itu ?" 

Marilah kita simak dan cek kembali. Saat seorang pengkhutbah mengatakan, bahwa di masa idul fitri ini, "seseorang akan kembali ke jiwa yang fitri, atau sifat asalnya, atau sifat pembawaannya, atau bakat aslinya..". Masalahnya, mengapa tidak disebutkan waktunya ? sifat asli yang kapan, bakat yang kapan, atau pembawaannya yang kapan ? 

Eh, sekali lagi, mohon maaf, kita memang gagal paham, atau kita gagal meyakinkan kepada para pendengarnya. Bahwa, sejatinya makna dari idul fitri itu adalah pengembalian karakter manusia menuju fitrah-penciptaannya, yakni sebagai manusia suci nan bersih, yang jauh dari keburukan dan kejahatan. Inilah makna dasarnya. Karena sejatinya, manusia itu adalah makhluk yang menjunjung kebaikan, kebenaran dan keindahan. Karena  itulah, kalau kita tuntas menyimak penjelasan juru khutbah, kita akan mendapatkan penjelasan, yakni fitrah dalam konteks awal penciptaan manusia. 

Sayangnya, fenomena dan fakta yang ada hari ini, adalah kembalinya ke fitri itu, bukan ke fitri yang semestinya (sifat aseli di awal penciptaan), malahan kembali ke fitri yang asli pembawaannya sebelumnya yang seadanya. 

Selepas ramadhan, manusia malas kembali menjadi malas lagi. Karena itulah, sifat asli dan pembawaan sebelumnya !

Selepas ramadhan, manusia materialis kembali matre, karena itulah sifat asli dan pembawaannya sebelumnya !

Selepas ramadhan, manusia serakah kembali menjadi serakah, karena itulah sifat asli dan pembawaannya sebelumnya !

Ya, seperti yang tampak dalam seminggu terakhir ini. Kebiasaannya, atau pembawaan kita semua adalah mudik di saat liburan. Itulah fitrahnya manusia perantau. Itulah fitrahnya jiwa perantau, yang akan menyempatkan waktu untuk mudik di saat ada waktu luang yang didapatnya.  Karena itu, tepatlah bila dikatakan, bahwa mudik adalah fitrahnya manusia. Hari lebaran, manusia kembali pada fitrah sosialnya sendiri, yaitu mudik ke kampung halaman.

Inilah realitas sosial kita. Kembali fitri, bukanlah pada fitri yang seharusnya, melainkan menjadi fitri yang seadanya, atau fitrah pembawaan sebelumnya. Bila demikian adanya, akankah kita masih bisa bangga lebaran yang kita rayakan kali ini ? 

Tentunya. Tentunya kita perlu untuk bisa menikmati fitrah mudik ke kampung halaman. Dengan menjaga fitrah sosial kita, diharapkan kita pun bisa menapaki tangga kefitrahan kita menuju kefitrahan yang sejati. 

Mudik ke kampung halaman, bukanlah tujuan karena tujuan sejatinya umat beragama, adalah kembali ke kampung-akhirat, surga-Nya Allah Swt ! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun