Program Ramadan di Sekolah: Sembilan Gerakan Maraton Sedekah
Ramadan memasuki pekan kedua. Artinya, lambung sudah terbiasa kosong setidaknya selama 14 jam. Pola makan, kiat tetap bugar, mengisi rutinitas dengan frekuensi agak turun dibandingkan hari-hari biasa, sudah bersahabat bersama mereka yang sedang menjalankan ibadah puasa. Ibadah wajib bagi umat muslim itu dijadikan ajang fastabiqul khairat. Salah satunya yakni dengan bersedekah. Sangatlah dianjurkan pada bulan ramadan untuk senantiasa menyisihkan harta maupun keluarkan non-nominal.
"Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (QS Al-Munafiqun: 10)
Bicara sedekah tidak melulu terkait uang. Senyuman, pertolongan, membantu mengurai problematika teman, menularkan ilmu pengetahuan, termasuk dalam sedekah non-materi. Sedekah merupakan pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi (KBBI). Namun, yang berlaku dalam masyarakat tidak terbatas pada satu golongan tertentu saja, memaknai lebih meluas.
Banyak konsep bersedekah, tak terkecuali program ramadan di sekolah. Satu bulan dipenuhi kegiatan pesantren kilat, misalnya. Gagasan pesantren kilat ada yang sifatnya harian, setengah hari, ada pula mingguan. Contohnya, kelas rendah mengikuti program setengah hari, kelas atas terjadwal mulai pukul 16.00 hingga ba'da salat tarawih. Lantas kaitannya dengan sedekah apa? Pesantren kilat mengajarkan sedekah melalui perolehan materi, presentasi, hingga praktik.
Bagi saya, pesantren kilat diperlukan modifikasi supaya tidak terkesan monoton. Sembilan program aktivitas yang dapat menjadi alternatif maraton pada ramadan selain pesantren kilat dapat diringkas sebagai berikut.
Pertama, Parpet (Parcel Paket)
Program Parpet merupakan sedekah dalam bentuk parcel. Di kelas anak saya kebetulan mendapat jatah dua botol sirup. Kelas sebelah kebagian membawa gula pasir 2 kilo, kue kering, dan minyak 1 liter. Sekolah sudah menyusun keperluan parcel dan akan diserahkan kepada stakeholder. Wah menguntungkan pihak lainnya dong! Dan kenapa pula siswa sebagai 'sang dermawan'? Pertanyaan itu tidak hanya saja singgah di otak saya, ternyata anak saya juga bertanya-tanya.
Dengan sikap polosnya sambil meraih lengan baju saya sembari berkata, "Ibu, kenapa ustadah nyuruh kita buat bawa sirup, memangnya mau dibuat apa?" Demikian kira-kira dia luapkan isi hatinya. Perlahan saya sampaikan bahwa sekolah mengajarkan anak-anak untuk giat bersedekah, utamanya di bulan ramadan. Karena sedekah tidak akan membuat hati dan harta kita miskin. Dua botol sirup yang kita keluarkan akan diganti Allah berliat ganda.
Program ini dapat dijadikan list keragaman program di sekolah swasta. Lalu bagaimana dengan sekolah negeri, sebetulnya sah-sah saja berdasarkan kebijakan masing-masing pimpinan dalam meramu program sekolah, tetapi tetap berpegang pada peraturan yang berlaku. Seandainya program parcel bisa dijadikan alternatif, maka perlu adanya strategi dan diskusi guna mencapai kesepakatan kepada paguyuban wali murid maupun komite sekolah. Hindari kata pungli di sekolah negeri!.
Kedua, TabRam (Tabungan Ramadhan)
Kiranya begitulah penampakan celengan atau tabungan yang dibuat anak saya saat menjelang ramadan. Saya baca e-pemberitahuan melalui grup WhatsApp bahwa pengumpulan celengan dilaksanakan per pekan. Sehari menjelang pengumpulan, para wali murid diingatkan kembali supaya jangan lupa membawa hasil tabungan ananda selama satu minggu. Tentu hasilnya pun beragam antara satu anak dengan lainnya.