Musa Hasyim
Musa Hasyim Penulis

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Salah Kaprah Soal Ibadah di Bulan Ramadan, dari Soal Tidur sampai Setan Dibelenggu

28 April 2021   21:08 Diperbarui: 28 April 2021   21:31 1868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Kaprah Soal Ibadah di Bulan Ramadan, dari Soal Tidur sampai Setan Dibelenggu
Ilustrasi tidur selama puasa. Sumber: Unsplash.com/Rayner Simpson

Begitu bulan Ramadan tiba, bermunculan konten-konten ibadah di berbagai platform. Umumnya, yang sering kita dengar adalah ayat tentang kewajiban untuk menunaikan ibadah puasa bagi mereka yang tidak memiliki halangan.

Sebagaimana tercantum dalam Surah Al Baqarah 183 dengan arti: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Ayat ini sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Ayat ini juga menyiratkan bahwa tidak lengkap seorang Muslim tanpa berpuasa di bulan Ramadan karena puasa adalah bagian dari rukun Islam.

Namun di samping itu, ada pula hadis atau sumber ajaran Islam nomer dua setelah Quran, yang mana isinya masih diragukan atau sering disalah tafsirkan. Kesalahan ini terus disemai dengan menjamurnya konten-konten berbau agama di media sosial. Beberapa hadis berikut, mungkin bisa menjadi gambaran dan pelajaran bersama:

Pertama, hadis tentang tidurnya seorang yang berpuasa adalah ibadah. Hadis ini sudah tidak asing lagi di telinga. Lebih lengkapnya hadis ini berbunyi, "Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni." Redaksi tersebut diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.

Banyak ulama mengatakan hadis tersebut tergolong hadis daif atau hadis yang lemah. Derajat ini di bawah kategori hadis sahih dan hasan. Itu artinya, kebenarannya masih 50:50. Berbeda lagi jika hadis palsu, maka sudah dipastikan tidak berasal dari Nabi Muhammad SAW.

Ada pula redaksi lain yang lebih ringkas, "Tidurnya orang yang puasa adalah ibadah." Redaksi tersebut tercantum dalam kita Ihya Ulumuddin. Pun sama-sama dikategorikan sebagai hadis daif atau lemah sanadnya.

Setiap tahun, pasti ada yang menggunakan penggalan hadis ini untuk melegitimasi hibernasinya dalam seharian. Atau bahkan dijadikan konten lucu-lucuan di media sosial.

Memang sih, di bulan Ramadan ini amalan ibadah bertebaran luas, mulai dari bangun sahur sampai mau tidur. Namun kerap kali, masyarakat memanfaatkan agenda tidur sebagai bagian ibadahnya seharian. Biasanya orang akan bilang begini, "Wong tidurnya saja ibadah, ngapain yang susah-susah."

Tidur memang perkara mudah, menyenangkan jika punya banyak waktu senggang, dan melupakan rasa lapar atau haus dahaga. Meski kadang kebanyakan tidur juga bikin pusing. 

Maksud tidur adalah ibadah bukanlah tidur untuk menunggu buka puasa, dengan dalih biar tidak lapar atau haus. Makna tidur dalam ibadah adalah ketika seseorang lelah dalam ibadah lantas tidur, bukan tidur untuk melupakan ibadah. Nabi Muhammad sering mengatakan pada sahabatnya bahwa di bulan Ramadan, amalan ibadah sangat banyak, dan kita bisa melakukannya dari bangun sahur sampai mau tidur lagi di malam hari.

Ibadah yang dimaksud ada salat Tarawih, baca Quran, sahur, buka puasa, menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan lain-lain. Nah jika kita keasyikan melakukan ibadah-ibadah ini lalu tertidur, baru itu bernilai ibadah.

Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf sendiri pernah mengatakan bahwa tidur yang bernilai ibadah bukan berarti tidur dalam seharian penuh. Melainkan, orang yang tidur dalam rangka untuk tidak berbuat maksiat dan memilih beribadah seharian sampai dia mengantuk lalu tertidur.

Kedua, hadis tentang setan yang dirantai pas bulan Ramadan tiba. Redaksi lengkap hadis ini berbunyi, "Ketika masuk bulan Ramadlan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup," (HR Bukhari dan Muslim). Jika melihat siapa yang meriwayatkan hadis ini, pasti sudah dipastikan hadis ini sahih artinya memiliki tingkatan tertinggi atau tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.

Namun kita salah menangkap maksud dari hadis ini. Kebanyakan hanya menerima secara tekstual saja tanpa melihat makna majazi atau tersirat. Jika melihat secara tersirat, maka memang benar setan-setan itu dibelenggu karena banyak ibadah bertebaran di bulan Ramadan. Dari sinilah, para Muslim akan fokus pada ibadahnya sampai lupa berbuat dosa atau maksiat.

Tapi melihat zaman sudah semakin jauh, maka maksiat-maksiat semakin terbuka. Godaan-godaan ada di mana-mana dan semua pun tergantung dari hati pikiran kita. Bahkan ada anekdot bahwa setan sudah menganggur karena manusianya sudah mirip seperti setan. Anekdot ini seperti tamparan bahwa semakin ke sini, semakin jauh masanya dari Nabi Muhammad, maka semakin bobrok moralnya karena kurangnya contoh teladan baik di kalangan atas.

Ketiga, keluar mani saat berpuasa. Redaksi dari hadis ini kurang lebih bermakna, keluar mani itu salah satu penyebab batal puasa. Keluar mani yang dimaksud adalah ketika kita sengaja mengeluarkan mani tersebut, bisa oleh pasangan, memikirkan yang tidak-tidak, menonton video biru, atau sengaja memegang kemaluan dengan tangan atau benda lainnya sehingga kita terangsang.

Sama seperti ketika kita muntah tapi dengan cara memasukkan tangan ke tenggorokan, itu pun membatalkan puasa. Tapi siapa sih yang mau muntah dengan disengaja? Hehe

Dari sekian hadis-hadis yang bertebaran, mari kita fokuskan memperbanyak amalan di bulan Ramadan. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun