Membedah Tabir Singkat Ramadhan
Dalam suasana yang memancarkan kehangatan dan keindahan Ramadhan, kita dianjurkan untuk merenungkan keutamaan yang tiada tara, yaitu 'Tilawatul Quran pada bulan Suci ini'. Dalam gemerlap bulan penuh berkah ini, setiap ayat yang kita baca dari kitab suci memberikan sinar spiritual yang menghiasi hati dan jiwa kita dengan cahaya Ilahi yang tak terlukiskan. Banyak ditemukan di pojokan masjid ataupun mushola suara gemuruh bagaikan suara lebah pada suatu malam setelah dilaksanakannya sholat tarawih berjamaah. Hal ini merupakan salah satu aktivitas yang tak kalah pentingnya di momen bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan serta hidayah-Nya, dari kaum anak-anak hingga lansia pun berbondong-bondong dan berlomba dalam membaca Al-Qur'an.
Dalam satu riwayat yang terdapat dalam hadis Nabi, beliau menyatakan, "Tidaklah ada pertolongan yang lebih agung di sisi Allah Swt selain Alquran, tidak ada seorang Nabi, Malaikat pun tidak dari keduanya." Dari pernyataan ini, terlihatlah betapa besar dan mulianya syafaat atau pertolongan yang berasal dari Al-Quranul Karim, terutama ketika ayat-ayat suci tersebut dibacakan pada momen yang suci, sebagaimana dalam bulan Ramadhan ini. Meski demikian, terdapat pula sebuah riwayat dari sahabat Anas bin Malik yang menggambarkan bagaimana banyaknya orang yang membaca Al-Qur'an, namun Al-Qur'an sendiri yang menimbulkan malapetaka. Hal ini tentu tidak terjadi tanpa alasan, melainkan pasti ada sebab yang membuat kitab suci Islam tersebut melaknat serta memberikan peringatan bagi sebagian pembacanya. Banyak dari umat Muslim yang membaca Al-Qur'an dengan tekun, namun di sisi lain banyak juga yang hanya membacanya tanpa memahami atau mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Inilah mengapa pentingnya memahami dan mengaplikasikan isi Al-Qur'an yang telah dibaca. Dalam ajaran tasawuf, dijelaskan bahwa untuk menyempurnakan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, seseorang perlu mempelajari serta mendalami isi Kitab Suci ini dengan sungguh-sungguh.
Dalam ajaran tasawufnya Imam Al-Ghozaly telah menghidangkan sebuah konsep kepada umat muslim yang ingin mengasah tingkat spritualismenya secara sungguh-sungguh untuk menuju ridho-Nya, yang tentunya ini menjadi suatu pola inti dalam aktifitas keberagamaan, dan dalam pengaplikasian dalam islam pun tidaklah sesederhana yang seperti kelihatanya
Konsep itu terfokuskan pada tiga titik poros dasar yaitu Takhalli (Mengosongkan), Tahalli (Menghiasi), dan Tajalli (Penyingkapan). Analogi sederhana mengenai konsep ini bisa digambarakan seperti membersihkan sebuah gelas dari kotoran ataupun zat-zat yang mengotorinya (Takhalli) yang kemudian setelah bersih dan suci dapat di isi degan air jernih (Tahalli) dan tahap yang terkahir yaitu (Tajalli) hasil dari kedua tahapan tersebut, yang kemudian sinar cahaya dapat mengintip dan menyinari gelas yang terisi dengan air ke segala penjuru arah.
Dan dari penjelasan diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan secara terperinci sebagai berikut :
- Takhalli: Proses pengkosongan diri terhadap sifat-sifat tercela. Ini adalah proses kontemplasi yang mengandung perenungan tentang sifat-sifat tercela yang telah dilakukan semasa hidupnya. Takhalli merupakan langkah awal dalam proses menjadi sufi, yang mencakup pengosongan hati dari segala bentuk sifat-sifat tercela.
- Tahalli: Proses pengisian batin atau jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Tahalli adalah proses yang mengisi hati dengan sifat-sifat terpuji, yang membawa kepada pengisian hati dengan sifat-sifat yang terpuji
- Tajalli: Proses menemukan titik terang dari apa yang telah di cari atau mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Tajalli adalah tersingkapnya tirai penyekap dari alam gaib atau proses mendapat penerangan dari nur gaib sebagai hasil dari suatu meditasi.