Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.
Baju Lebaran yang Ditunggu (Part 1)
Tak terasa, bulan Ramadan hampir berakhir. Hari ini hari terakhir kami menjalankan puasa. Dari subuh, terdengar suara beduk bertalu-talu, anak-anak menabuh beduk bergantian. Yang tidak kebagian menabuh beduk, maka cukup memukul bagian pinggir beduk dengan batu. Maka terdengarlah nada serasi seirama.
Tek tek tek dug dug dug tek dugdug tek dug dug dug tek...
Suka cita tergambar di wajah mereka. Hari ini tak khawatir dikejar-kejar pak Merbot, karena mereka diberi kebebasan bermain beduk sampai magrib tiba.
Uh, senengnya!
Melihat teman-teman asyik bermain beduk, aku justru merasa sedih! Sedih sekali, karena kata Ibu aku dan A Bari gak akan dibeliin baju lebaran, karena batal puasa.
Duh, teganya Ibu! Masa gara-gara batal sekali, hukumannya begitu amat. Hiks hiks
Tak henti-henti aku menyesali. Aku duduk memandangi jalan depan masjid yang begitu ramai. Orang-orang berlalu lalang, dengan menenteng kresek belanjaan di tangan. Ada pula yang membawa cangkang ketupat di tangannya.
Mungkin hanya aku yang bersedih saat lebaran tahun ini. Hiks hiks.
"Ana, ayo, giliranmu nabuh beduk!" Teh Dini memanggilku.
Aku cuma menggeleng lesu.
"Kamu lapar?"
Tiba-tiba Teh Dini dan Ati sudah duduk di sampingku.
Aku menggeleng.
"Kenapa murung?"
Aku menunduk. Terbayang Teh Dini dan Ati memakai baju baru, sedangkan aku?
"Gak apa-apa, kok!" jawabku sekenanya.
"Ya, udah, kita bantu Emih bikin ketupat, yuk?"
Teh Dini dan Ati beranjak dari tempat duduknya. Dengan gontai, kuikuti langkah mereka menuju rumah.
Semerbak harum kue bolu buatan Emih, serta opor ayam buat lebaran menyeruak. Hidungku kembang kempis menghirup baunya.
Emih memang sangat pandai memasak. Dia pun menerima pesanan kue bolu dari para tetangga. Kue bolu buatan Bu Sersan yang terkenal lezat! Begitu kata para tetangga.
Ketika melihat kami, Ibu segera memanggil.
"Sini,Nak! Bantuin ngisi ketupat, ya!"
Ibu mengajari kami cara mengisi ketupat. Beras yang telah dicuci bersih, ditiriskan, diberi garam dan air kapur sirih, supaya ketupatnya kenyal.
"Ngisinya setengahnya saja, ya!"
Ibu menunjukkan ketupat yang sudah diisi. Kami mengangguk mengerti.
Tiga puluh cangkang ketupat sudah terisi, dan dimasukkan ke dalam dandang besar yang berisi air mendidih. Tinggal menunggu empat jam, ketupat pun akan matang.
Selesai salat ashar, kami pergi ngabuburit, jalan-jalan menunggu azan magrib. Kami menuju ke tempat Kakek, yang sedang markiran.
Ternyata ramainya bukan main. Orang-orang seperti tumpah ke jalan. Tak henti-henti Kakek mengatur keluar masuk kendaraan, dan memarkirkannya. Berdencing-dencing uang masuk ke saku baju Kakek. Peluh tampak berleleran di dahinya. Kami duduk mengawasi Kakek di pinggiran trotoar.
"Kalian pulang saja, ya. Di sini terlalu ramai!" bisik Kakek.
"Iya, Kek!" jawab A Bari.
Beliau mengeluarkan uang dari sakunya.
"Ini buat jajan, ya!"
"Asyiiik, makasih, Kek"
Aku langsung membeli cendol yang ditaburi es serut buat berbuka nanti. Teh Dini dan Ati memberi melon serut, sedangkan A Bari membeli petasan dan kembang api
Saat tiba di rumah, makanan telah terhidang di meja. Ketupat yang tadi kami isi, sekarang sudah matang, dan digantung di paku. Harum opor ayam begitu menggoda. Rasanya tak sabar menunggu beduk magib tiba, yang terasa begitu lama. (Bersambung)