Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/
Toxic Marriage (2), Memiliki Standar Nilai yang Berbeda
Optimal marriages require that both parties agree, on all matters that directly shape their future, including household conditions, children, finances, career and other big decisions --Karen Phillips.
Karen Phillips, seorang psikoterapis dan penulis buku Communication Harmony menyatakan bahwa pernikahan yang optimal mengharuskan kedua belah pihak untuk memiliki kesepakatan nilai. Kesepakatan itu terjadi "dalam semua hal yang secara langsung membentuk masa depan mereka, termasuk kondisi rumah tangga, anak-anak, keuangan, karier, dan keputusan besar lainnya".
Dalam postingan sebelumnya telah saya sampaikan, bahwa dalam pernikahan yang toksik, sangat sulit membangun kepercayaan timbalbalik antara suami dan istri. Keduanya mudah curiga berlebihan, dan saling tidak percaya. Dampaknya, pernikahan terasa tidak menyenangkan.
Upaya untuk membangun kepercayaan timbal balik antara suami dan istri, bisa diwujudkan dalam dua kategori. Yang pertama adalah tanggung jawab individual dari suami dan istri. Poin pertama ini sudah saya sampaikan dalam postingan terdahulu. Berikutnya, harus ada tanggung jawab bersama dari suami dan istri untuk secara kolektif mewujudkan suasana kepercayaan timbal balik.
Kedua, Tanggung Jawab Bersama Suami Istri
A healthy spouse never dismisses their partner's feelings, thoughts or opinions, and never tells their partner what to do, say or think --Karen Phillips.
Untuk mewujudkan suasana saling percaya secara timbal balik, diperlukan usaha bersama dari suami dan istri. Karen Phillips menyatakan, "Pasangan yang sehat tidak pernah mengabaikan perasaan, pikiran, atau pendapat pasangannya, dan tidak pernah memberi tahu pasangannya apa yang harus dilakukan, dikatakan, atau dipikirkan."
Pernikahan yang sehat --tidak beracun, sudah mencapai kesejiwaan antara suami dan istri. Dalam level tertentu mereka sudah saling "klik" satu dengan yang lain, sehingga tidak perlu memberi tahu pasangannya apa yang harus dilakukan, dikatakan atau dipikirkan. Ini menandakan, mereka telah memiliki standar nilai yang sama.
Tanggung jawab bersama suami istri untuk membangun kepercayaan timbal balik, bisa dilakukan dengan langkah berikut.
- Menerapkan Standar Nilai yang Sama dengan Pasangan
Jika suami dan istri memegangi serta menerapkan standar nilai yang berbeda, akan sangat sulit membangun kepercayaan. Misalnya, menurut suami, pergi berduaan menggunakan mobil bersama seorang staf perempuan itu tidak masalah. Mereka pergi berdua untuk mengurus sebuah projek selama beberapa hari. Menurut sang istri, tindakan itu sudah berlebihan dan tidak patut dilakukan.
Pun sebaliknya, ketika seorang istri merasa pekerjaan profesional menuntut dia untuk menemani tamu seorang laki-laki selama beberapa hari dalam kaitan pengembangan bisnis; namun di mata suami tindakan itu sudah berlebihan dan menyimpang. Perbedaan standar nilai seperti ini harus segera diselesaikan, sehingga mereka berdua memiliki kesamaan cara pandang.
Bagaimana akan muncul saling percaya, jika standar nilai mereka berbeda? "Selingkuh itu indah", kata seorang suami. "Selingkuh itu menyakitkan", kata seorang istri. Bagaimana akan bisa diwujudkan kepercayaan timbal balik, jika standar nilai terhadap tindakan selingkuh saja berbeda.