Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Konsultan

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Toxic Marriage (7), Tidak Setiap Perceraian Tercela

25 April 2022   06:33 Diperbarui: 25 April 2022   06:50 3905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toxic Marriage (7), Tidak Setiap Perceraian Tercela
dokumen pribadi

"Even when they have all the right reasons for leaving, they feel consumed by guilt, anxiety and fear of what others will think" --Syaikh Haytham Tamim.

Syaikh Haytham Tamim, seorang ulama, pengajar dan konsultan pernikahan Islam di Inggris menyatakan, banyak orang tertekan dalam kehidupan pernikahan namun tidak memiliki keberanian untuk mengambil keputusan perpisahan. Dalam kehidupan masyarakat, perceraian dianggap sebagai hal yang tercela. Maka banyak orang memilih bertahan dalam pernikahan beracun meskipun kehidupannya penuh tekanan.

"So, when you get married you are thrown in the deep end without knowing how to swim, then you are blamed when you sink". Ketika Anda menikah, seakan Anda dilempar ke jurang yang dalam tanpa tahu cara berenang, lalu Anda disalahkan ketika tenggelam, ungkap Syaikh Haytham.

Betapa banyak pernikahan yang tak dimulai dengan pembekalan yang memadai. Tak ada penyiapan yang terprogram rapi. Menikah seperti terjun bebas, dilempar ke jurang dalam tanpa mengerti cara berenang. Yang lebih menyedihkan lagi, saat tenggelam, mereka disalahkan.

"Beberapa perempuan sangat takut dengan konsekuensi sosial dan pandangan keluarga maupun masyarakat jika mereka bercerai. Mereka memilih tetap berada dalam pernikahan yang beracun, yang merugikan kesehatan mental dan emosional mereka, dan membahayakan masa depan anak-anak mereka", ungkap Syaikh Haytham Tamim.

"Bahkan ketika mereka memiliki semua alasan yang tepat untuk berpisah, mereka tetap merasa dikuasai oleh rasa bersalah, kecemasan, dan ketakutan akan apa yang akan dipikirkan orang lain", ungkap Syaikh Haytham. Ketakutan akan mendapatkan stigma negatif dari keluarga dan masyarakat demikian mendominasi, sehingga banyak yang memilih bertahan dalam ketertekanan.

"Children inherit patterns of behaviours from their parents, whether it is oppressive fathers or self-sacrificing mothers. This is not healthy" --Syaikh Haytham Tamim.

Dalam pernikahan beracun yang berlangsung dalam waktu lama, akan memberikan contoh yang buruk bagi anak-anak. Ketika anak-anak hampir setiap hari menyaksikan pemandangan yang mengerikan. Ayah yang galak dan kasar, memukul dan memaki isbu mereka. Ibu yang lemah dan rentan, sering menangis tak berdaya. Ini pemandangan sangat buruk bagi anak-anak.

"Marriage is not supposed to be painful", ujar Syaikh Haytham. Pernikahan itu tidak seharusnya menyakitkan. Harusnya pernikahan memberikan suasana sakinah, mawadah, rahmah dan penuh berkah. Menghadirkan keluarga yang penuh keharmonisan dan kebahagiaan, menjadi surga dunia bagi semua anggota keluarga.

"It is not destiny to live in hardship. Who said you have to have hardship in your marriage?" Bukanlah takdir untuk hidup dalam kesulitan, karena Anda bisa memilih. "Siapa bilang Anda harus mengalami kesulitan dalam pernikahan Anda?" ungkap Syaikh Haytham.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun