Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/
Mencapai Ambisi Tertinggi
Kisah Ramadan -- 19
Roja' bin Hayat, salah seorang menteri dalam masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah bercerita tentang kepribadian sang Khalifah. Dirinya telah menemani Umar sejak masih memimpin Madinah, sampai akhirnya menjadi Khalifah.
"Aku pernah bersama Umar bin Abdul Aziz ketika beliau masih menjadi penguasa Madinah," ungkap Roja' mengawali cerita.
"Beliau mengutusku untuk membelikan pakaian untuknya. Aku membelikan pakaian untuknya seharga lima ratus dirham. Ketika melihat pakaian yang aku belikan, beliau berkomentar, 'Ini bagus, tapi sayang harganya murah.'"
"Setelah menjadi Khalifah, beliau pernah mengutusku untuk membelikan pakaian untuknya. Aku membelikan pakaian untuknya seharga lima dirham. Ketika melihat pakaian tersebut, beliau berkomentar, 'Ini bagus, tapi sayang mahal harganya."
Roja' melanjutkan kisahnya, "Mendengar komentar tersebut, spontan aku menangis. Khalifah Umar bertanya, 'Apa yang membuatmu menangis, wahai Roja'?"
Aku menjawab, "Wahai Khalifah, aku teringat pakaianmu beberapa tahun lalu dan komentarmu mengenai pakaian tersebut."
Umar segera mengungkap rahasia tersebut kepada Roja' bin Hayat. "Wahai Roja', sungguh aku mempunyai jiwa ambisius. Jika telah berhasil mencapai sesuatu, pastilah aku ingin sesuatu yang di atasnya lagi".
"Dulu, aku mempunyai hasrat untuk menikahi putri Khalifah, Fatimah binti Abdul Malik. Aku berhasil menikahinya. Kemudian aku ingin memegang kepemimpinan Madinah. Aku pun berhasil", lanjut Khalifah Umar.
"Setelah itu aku ingin menjadi Khalifah. Aku pun berhasil menjadi Khalifah. Dan sekarang wahai Roja', ambisiku ingin mendapat surga. Maka aku berharap termasuk ahli surga", sambung Khalifah.
Luar biasa kepribadian sang Khalifah. Jiwanya ambisius, namun ambisius dalam melakukan kebaikan dan ketaatan. Terbukti sepanjang menjalankan tugas menjadi Khalifah, semua kekayaannya disumbangkan ke baitul mal negara.
Dirinya miskin justru saat menjadi pemimpin tertinggi. Padahal sebelum berkuasa, ia adalah seorang yang kaya. Setelah menjadi Khalifah, hidupnya sangat sederhana, jauh dari gemerlap kemewahan dunia. Sikapnya terhadap harta sangat berhati-hati dan mampu menjaga diri serta keluarga.
Ketika mendengar kabar bahwa salah seorang putranya membuat cincin dan memasang batu mata cincin yang mahal, seharga seribu dirham. Beliau terkejut dan segera menulis surat kepada putranya.
"Aku dengar engkau membeli batu perhiasan untuk cincinmu seharga seribu dirham. Juallah batu perhiasanmu itu, kemudian uangnya gunakan untuk membuat kenyang seribu orang yang kelaparan".
"Buatlah cincin dari besi saja, serta tuliskan di atasnya, 'Semoga Allah merahmati orang yang menyadari posisi dirinya sendiri," demikian tulis Khalifah.
Cincin besi di masa itu adalah simbol kesederhanaan. Harganya murah dan sangat awet. Khalifah ingin anaknya hidup sederhana dan tidak menampilkan kemewahan untuk dirinya.
Lebih baik seribu dirham digunakan untuk mengenyangkan seribu orang kelaparan daripada digunakan untuk membeli batu perhiasan cincin. Sebuah pelajaran kesederhanaan yang luar biasa pada keluarga pejabat.
Umar bin Abdul Aziz memang ambisius. Namun bukan ambisius untuk memperkaya diri sendiri dan memanjakan keluarga. Ia ambisius untk menjalankan ketaatan dan kebaikan yang paripurna. Maka di ujung karier, ia hanya berambisi surga.
Bahan Bacaan
Muhammad Amin Al-Jundi, Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah, 2011