Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.
Zakat Fitrah, Ruang Menguatkan Rasa Bersyukur bagi Siswa
Rasa bersyukur pada zaman sekarang tak mudah dijumpai. Sering orang selalu ingin lebih dari yang sudah ada. Yang sudah ada masih dianggap kurang. Rasa syukur akhirnya jauh dari rengkuh.
Padahal, rasa syukur menuntun orang menjalani hidup lebih nyaman. Karena, tak mengejar yang tak bagiannya. Rasa bersyukur menerima yang sudah ada. Jadi, tak mengada-ada.
Yang ada (itu) yang disyukuri. Apa adanya. Dinikmati. Sehingga, relasi antar sesama baik-baik saja. Bahkan, aman-aman saja sekalipun berada dalam relasi dengan banyak orang.
Nilai-nilai itu yang pada setiap akhir Ramadan selalu ditanamkan oleh sekolah terhadap siswa. Sekurang-kurangnya melalui aktivitas berzakat. Bahkan, lebih-lebih yang menerima zakat. Keduanya, semestinya, sama-sama dapat menghayati rasa bersyukur.
Maka, di sekolah tempat saya mengabdi pun melakukannya. Anak-anak diberi ruang untuk dapat menghayati rasa bersyukur melalui berzakat dan menerima zakat. Aktivitas mulia ini dikoordinasi oleh organisasi siswa intra sekolah (OSIS).
Tentu saja di sekolah-sekolah yang lain juga melakukannya. Di sekolah-sekolah negeri dan sekolah-sekolah swasta yang berlatar belakang agama Islam, sudah pasti melakukannya.
Sebab, tentang menguatkan rasa bersyukur terhadap diri siswa merupakan kebutuhan semua sekolah. Siswa yang beragama Islam, seperti sudah disebutkan di atas, dapat melakukannya melalui zakat pada momen Ramadan, zakat fitrah.
Sementara itu, siswa yang beragama nonmuslim dapat melakukannya melalui aktivitas keagamaannya masing-masing. Misalnya, pada hari-hari besar keagamaan mereka.
Di sekolah tempat saya mengajar, zakat fitrah (yang selanjutnya disebut zakat) yang berasal dari siswa dikelola oleh siswa, yaitu Pengurus OSIS. Hanya, memang, pelaksanaannya diadakan petugas piket. Agar, tak semua pengurus OSIS mengelola dalam satu hari tertentu.
Mereka dibagi. Ada yang piket pada hari kesatu, ada yang piket pada hari kedua, dan ada yang piket pada hari ketiga. Ini dalam hal mengelola penerimaan zakat dari siswa.
Pembagian ini didasarkan pada tingkat kelas. Agar, zakat yang diberikan oleh siswa tak bercampur. Zakat dari Kelas 7 disendirikan. Pun demikian zakat dari Kelas 8 dan Kelas 9, juga disendiri-sendirikan.
Bagi kami, pembagian tugas piket (saja) dalam mengelola penerimaan zakat dari siswa juga menghayatkan terhadap diri pengurus OSIS mengenai cara mensyukuri tugas atau jabatan yang disandangnya.
Menjadi pengurus OSIS tak untuk gagah-gagahan. Tapi, sebagai amanah yang perlu disyukuri melalui melakukan tugas-tugas sosial seperti yang sedang diembannya kali ini, yaitu mengelola zakat. Dan, kami menanamkannya dalam diri mereka.
Tak semua siswa kami, yang berjumlah 798 anak, memberi zakat lewat sekolah. Sebagian kecil ada yang memberi zakat di tempat tinggal mereka masing-masing. Artinya, sebagian besar siswa memberi zakat lewat sekolah.
Zakat siswa ada yang berupa beras, jumlahnya sesuai takaran orang berzakat. Ada juga yang berupa uang setara dengan nilai beras sesuai takaran orang berzakat. Zakat yang berupa uang dibelikan beras.
Yang disebut terakhir ini tak dikelola langsung oleh Pengurus OSIS. Tapi, terlebih dulu ditangani oleh guru. Yang, kemudian setelah berupa beras, dikelola oleh Pengurus OSIS.
Siswa yang berzakat, baik berupa beras maupun uang, tak sekadar mengumpulkan begitu saja. Setelahnya (langsung) selesai. Tidak. Tapi, melalui guru agama, mereka dipahamkan tentang alasan dan tujuan berzakat. Pada poin ini rasa bersyukur ditanamkan terhadap diri siswa.
Hal ini bukan berarti mengungkapkan rasa bersyukur itu hanya melalui zakat pada masa Ramadan. Tapi, berzakat pada momen Ramadan tentu lebih "bermakna" karena di ujung-ujung (akhir) ibadah puasa dapat berbagi kepada sesama yang sangat membutuhkan.
Dan, kita menyadari bersama bahwa pemberian zakat tentu sangat membantu sesama termaksud ketika memasuki Lebaran.
Memang tak mungkin memenuhi kebutuhan mereka. Tapi, sekurang-kurangnya (sedikit) meringankan beban mereka. Yang, pada Lebaran, mereka dipastikan membutuhkan banyak pengeluaran.
Ini momen bagi siswa menghayati rasa bersyukurnya karena dapat berbagi keceriaan bagi kaum yang berkekurangan.
Apalagi siswa, melalui Pengurus OSIS, juga membaginya kepada tetangga lingkungan sekolah. Datang dari rumah ke rumah warga yang dipandang berkekurangan. Siswa membagikan langsung zakat yang sudah disediakan.
Zakat dibagikan pula kepada panti asuhan. Yang, sudah pasti penghuni panti asuhan sangat membutuhkannya. Jumlah penghuni panti asuhan yang boleh jadi banyak, tentu tak hanya menerima zakat dari siswa kami.
Selain itu, zakat juga dibagikan kepada siswa, yang berasal dari keluarga kurang mampu. Sejumlah 149 siswa yang berhak menerima zakat.
Pada momen ini, sekolah memberikan ruang bagi mereka untuk menguatkan rasa bersyukurnya kepada Tuhan Yang Maha Kaya. Setiap anak yang berhak memperoleh zakat menerima lima kilogram beras.
Memang untuk mendapatkan 149 siswa yang berhak menerima zakat tak mudah. Sekolah, melalui Wali Kelas, sangat hati-hati memastikan anak per anak. Sebab, semua siswa sejumlah 798 siswa turut berzakat, memberi zakat.
Artinya, 149 siswa selain berzakat, mereka juga menerima zakat. Itu sebabnya, tak mudah bagi Wali Kelas memastikan siswa yang mau menerima zakat. Perlu dimengerti bahwa jumlah mereka memberi zakat dan menerima zakat, berbeda.
Untuk menghindari 149 siswa tak menerima zakat dari yang mereka zakatkan, sekolah menggunakan pola silang. Misalnya, zakat dari siswa Kelas 7 diterimakan kepada siswa Kelas 8.
Sejumlah 149 siswa menerima zakat dengan senang. Tak ada yang merasa malu. Sekalipun, penerimaannya disaksikan oleh banyak siswa dan guru serta tenaga kependidikan (GTK).
Kenyataan seperti ini menunjukkan bahwa mereka merasa bersyukur atas zakat yang diberikan. Dan, ini memang yang menjadi komitmen sekolah dalam menguatkan rasa bersyukur siswa terhadap anugerah Sang Khalik.
Apalagi, kepala sekolah menerimakan zakat kepada beberapa siswa penerima zakat. Hal ini sebagai keadaan yang sangat menggembirakan siswa.
Sebab, ada perlakuan khusus terhadap mereka. Mereka merasa dihargai. Betapa dalam keberadaan sedemikian, mereka tak bersyukur. Pasti bersyukur.
Tentu harapan sekolah, dalam hal ini GTK, menguatkan rasa bersyukur siswa tak hanya lewat berzakat dan menerima zakat seperti terjadi pada saat Ramadan kali ini.
Tapi, menguatkan rasa bersyukur dapat melalui berbagai sarana. Juga kapan saja, yang memungkinkan dilakukannya. Dan, di mana saja.
Yang jelas, dalam konteks masa Ramadan --seperti saat ini-- menguatkan rasa bersyukur dalam diri siswa dapat melalui, baik menjalankan amanah/tugas, berzakat, maupun menerima zakat.