THR dari Gusti Allah Pake Mata Uang Taqwa
Entah kapan munculnya budaya berbagi THR tapi jelas ini tradisi yang baik dan perlu dirawat hingga kiamat. Bahkan setelah kiamat kelak di surga, semoga tetap bisa berbagi THR. Bukan hanya terbatas dapat THR dari Om, Tante, Sanak famili, dan kerabat saja, tapi juga dari para nabi, rasul, dan wali Allah.
Bayangin aja betapa senang dan bahagia kalau kita dikasih THR oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw, atau diberi bingkisan parcel kurma dan kismis oleh Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. Bukan sekadar THR-nya yang kita dambakan, namun berkahnya ituloh.
Budaya THR nampaknya memang tidak tergerus zaman. Justeru boleh dibilang mengikuti perkembangan tekhnologi. Pada era revolusi industri 4.0 bahkan sekarang mulai masuk 5.0, dunia banyak berubah.
Selain jadi serba cepat dan serba digital, semuanya makin instan. Misalnya dalam hal keuangan, minta dan kirim THR bisa dalam satu usapan jempol belaka. Barangkali zaman now THR tidak hanya dalam bentuk duit dan parcel tapi berupa bitcoin atau saham.
Dunia digital memang menakjubkan, alat tukar yang kita kenal dengan uang punya sejarah panjang, dari mulai dikenal istilah barter hingga sekarang sedikit demi sedikit bergeser pada e-money atau uang eletronik dan cryptocurrency. Bahkan beberapa E-Walet menyediakan fitur berbagi THR pada aplikasi keuangan digitalnya. Tak sedikit yang menawarkan bonus dan hadiah bagi mereka yang catatan transaksi pada fitur THR-nya panjang.
Alat tukar dalam kehidupan dunia ini jadi terbatas bagi manusia yang percaya pada agama dan kehidupan akhirat. Pasalnya mau duit cash triliyunan dolar, puluhan milyar uang kripto, bergunung-gunung Uhud emas batangan, tetap ngga akan laku di mata Tuhan, Dewa, ataupun Malaikat.
Seorang muslim pasti tahu kalau Allah SWT tidak menjual belikan surga atau kehidupan akhirat dengan alat transaksi yang bersifat materi. Namun surga hanya diberikan kepada mereka yang bertaqwa, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Ali 'Imran ayat 15 yang berbunyi "Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah".
Orang-orang muslim yang rela berpuasa penuh selama bulan Ramadan secara kasat mata mengalami penderitaan. Pada siang hari makan dan minum dilarang, enak-enak suami istri tidak diperbolehkan, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa harus dihindari.
Semuanya dilakukan demi memperoleh Taqwa di sisi Tuhan (La'lakum Tatataqun) Q.S Al-Baqarah Ayat 183. Taqwa jadi amat bernilai, manusia mau menukar penderitaan fisik, berkurangnya harta materi, dan berbagai pengorbanan duniawi untuk memperoleh Taqwa.
Taqwa menjadi semacam alat tukar lintas kehidupan. Bernilai atau tidaknya Taqwa bergantung pada pengetahuan, pemahaman, serta keyakinan seseorang. Bagi anak kecil yang tak tahu nilainya uang seratus dolar misalnya, dia akan lebih memilih satu toples permen atau coklat. Berbeda dengan orang dewasa yang mengerti tingginya nilai dolar.
Begitupun dengan Nilai atau daya beli Taqwa, bagi orang-orang beriman begitu amat berharga. Apapun akan dilakukan untuk mendapatkan Taqwa, jangankan puasa Ramadan, puasa seumur hidup aja akan dilakonin. Orang-orang beriman akan berpikir untuk menabung Mata Uang Taqwa sebanyak-banyaknya sebagai alat transaksi akhirat.
Tunjangan Hari Raya paling sejati bagi orang beriman adalah Taqwa. Seandainya dapat uang dan beras dari hasil pembagian Zakat Fitrah, atau dapat amplop karena jadi imam Salat Tarawih dan ngisi Kultum, itu sih hanya bonus saja. Masa sih mau berantem sama Amil Zakat yang mau berbagi. Tapi hal paling inti adalah dapat Tunjangan Taqwa paling banyak.
Di hari-hari selain Ramadhan Salat lima waktu terasa berat, tapi demi menjadi hamba bertaqwa Salat Tarawih 23 Rakaat tak pernah alpa padahal ngga ada daftar hadir atau buku absen dari pak DKM. Baca Quran belum tentu khatam 30 juz dalam sebulan, tapi lagi-lagi demi mendapatkan Nilai Taqwa bisa Khatam Quran satu kali setiap hari di bulan Ramadan.
Mengumpakan Taqwa sebagai alat transaksi dengan Tuhan mungkin agak terlampau sembrono. Tapi toh dalam Quran sendiri ditemukan diksi transaksi dalam ibadah dan amal saleh "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka" (Q.S At-Taubah Ayat 111). Walaupun idealnya ibadah kepada Sang Khalik mesti berdasarkan cinta dan rasa syukur, tapi bagi kaum pemula dan yang imannya naik turun kaya grafik saham bolehlah kita gunakan analogi jual beli dalam ibadah.
Berkaitan dengan hal ini Sayyidina Ali bin Abi Thalib membagi tiga tingkatan kualitas ibadah seseorang. Pertama Ibadah Pedagang, ibadah orang ini bersifat transaksional, beribadah kepada Allah karena ingin sesuatu, itu adalah cara ibadahnya pedagang. Beribadah karena mengharap balasan.
Kedua Ibadah seorang Budak/Hamba, orang yang beribadah kepada Allah karena takut, itu cara ibadahnya budak atau hamba sahaya. Beribadah karena takut siksa. Ketiga Ibadah Arif Bijaksana. Orang yang beribadah kepada Allah karena rasa syukur dan cinta, itulah cara ibadahnya orang-orang yang merdeka.
Sebelum nyampe ke Rank Glorious Mythic dalam ibadah, mari kita coba berlatih dulu ibadah transaksional sambil sedikit demi sedikit terus naik level. Perbanyak menabung Mata Uang Taqwa. Nilai Taqwa sebagai alat tukar bukan hanya aman dari inflasi, namun justru berkembang lebih cepat dan cemerlang dari saham LQ 45.
Setiap menabung Taqwa kita akan mendapatkan Capital Gain berupa nilai Taqwa yang makin mahal dan bernilai di sisi Tuhan. Tentu keuntungam Dividen Taqwa berkali lipat, karena Amal Saleh dan Amal Jariyah yang kita lakukan saat membeli Mata Uang Taqwa akan terus mengalir pahala dan kebaikannya sepanjang masa.