Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.
Lima Makna Kemenangan Spiritual Lebaran Kita
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga kesejahteraan, rahmat, dan berkah Allah SWT senantiasa menyertai kita semua.
Di antara perayaan yang paling dinanti-nantikan oleh umat Islam adalah Lebaran, atau Eid al-Fitr, yang merupakan momen penting dalam kalender agama Islam.
Lebaran bukan sekadar sebuah hari raya, tetapi juga sebuah perayaan spiritual yang memancarkan makna filosofis yang dalam bagi umat Islam.
Dalam kesibukan kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, seringkali kita terlena dalam rutinitas dan kesibukan dunia yang mengaburkan makna yang sebenarnya dari perayaan ini.
Penting bagi kita untuk merenungi dan memahami dengan lebih dalam lima makna filosofis Lebaran yang telah diajarkan.
Dalam refleksi ini, mari kita jauhkan diri sejenak dari hiruk-pikuk dunia dan mencari pemahaman yang lebih dalam tentang kemenangan spiritual, pembaharuan diri, kedermawanan, rekonsiliasi, dan rasa syukur yang tercermin dalam perayaan Lebaran.
1. Kemenangan Spiritual (Fathir)
Lebaran, atau Eid al-Fitr, adalah momen untuk merayakan kemenangan spiritual umat Islam setelah menyelesaikan ibadah puasa Ramadan. Ini mengandung makna filosofis bahwa dengan ketekunan, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menjalankan ibadah, seseorang dapat meraih kemenangan dalam mencapai kedekatan dengan Allah SWT.
Pemahaman tentang kemenangan spiritual dalam konteks Lebaran adalah esensi dari perjalanan spiritual yang dilakukan selama bulan Ramadan.
Ini tidak hanya mencakup puasa dari makanan dan minuman, tetapi juga puasa dari perilaku dan sikap yang tidak bermoral. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada godaan untuk menanggapi dengan marah terhadap orang lain yang melakukan kesalahan terhadap kita.
Namun, dengan menahan diri dan memilih untuk memaafkan, kita meraih kemenangan spiritual dalam mengatasi hawa nafsu. Contoh lain adalah ketika kita merasa frustasi atau putus asa dalam menghadapi tantangan hidup, seperti kesulitan ekonomi atau masalah kesehatan.