Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as
Refleksi dari Tetangga Pembudi Daya Ikan Hias
Baru saja kusaksikan tayangan dokumenter di Watchdoc Image, tentang seorang pria yang sukses dalam breeding ikan cupang setelah berhenti dari pekerjaannya sebagai manajer di sebuah bank asing. Ternyata, tidak jauh dari rumahku, tetanggaku juga sedang membuat kolam-kolam kecil dengan terpal.
Awalnya, kupikir ia sedang membuat kolam lele. Namun, ternyata beberapa tetanggaku itu kompak mengembangbiakkan ikan hias mulai dari cupang hingga ikan gapi. Senada dengan itu, sejak puasa ini, adikku juga ikut melakukan breeding ikan cupang.
Menurut mereka, permintaan ikan hias di masa pandemi sedang tinggi. Dalam keadaan normal saja, ikan hias tidak pernah berhenti diminati. Apalagi sekarang kebanyakan masyarakat lebih sering di rumah dan ingin menemukan hobi baru yang bisa mengusir kesepiannya. Salah satu caranya adalah memelihara ikan.
Peluang ini mereka lihat sebagai cara baru agar tetap produktif. Pekerjaan mereka selama ini sebagai tukang bangunan sudah jauh berkurang. Untuk mengisi waktu sambil mencari penghidupan, mereka pun memulai karir sebagai pembudidaya ikan hias.
Saya jadi ingat ucapan Syekh Ali Jaber (alm) dalam podcast bersama Deddy Corbuzier. Tidak ada suatu hal terjadi di dunia ini di luar takdir Allah. Musibah, seperti pandemi ini, juga adalah takdir Allah. Ucapkan alhamdulillah, sebelum mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Sebab, selalu ada hikmah di balik sesuatu, ada kemudahan bersama kesulitan.
Tatkala banyak orang kehilangan atau berkurang penghasilannya karena pandemi ini, percaya pada takdir Allah, pasti akan ada pintu rejeki lain yang dibukakan selama kita tetap berpikir positif untuk terus produktif.
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), memang keadaan pandemi ini agak lebih menguntungkan ketimbang masyarakat yang bekerja di sektor swasta atau pun sektor nonformal. Negara masih membayar penuh penghasilan rutin yang diterima per bulan. Ditambah lagi dengan fleksibilitas tempat kerja sehingga saya bisa lebih sering work from home.
Tantangan bekerja dari rumah adalah situasi yang melenakan. Bila dalam keadaan normal, saya dituntut untuk bangun pagi, bersiap-siap, berkejaran ke stasiun, dan berebut masuk ke dalam gerbong kereta, lalu berdoa agar tidak ada gangguan di perjalanan.
Kini, ada satu tugas baru yang harus dilakukan: menghadapi anak yang sedang manja-manjanya. Perlu kiat khusus agar hari tidak malah menjadi berantakan.
Pertama, komunikasikan keadaan pandemi dengan anggota keluarga. Kondisikan bahwa semua jadwal bekerja dan sekolah sama seperti biasanya. Hanya saja sekarang lokasinya dipindahkan ke rumah.
Waktu bekerja ini yang penting dipahami. Fleksibilitas saat work from home hanya menyangkut lokasi bekerja, bukan waktu bekerja. Hal itu ditegaskan dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Kedua, manajemen waktu menjadi sangat penting. Pukul 07.30-16.00 (di luar jam istirahat) adalah waktu bekerja. Bangun sahur. Makan secukupnya, lalu mengaji sampai azan Subuh.
Setelah Subuh, kalau bisa ya olahraga terlebih dahulu. Naik sepeda. Waktu yang terbuang untuk perjalanan ke kantor (pulang-pergi) itulah yang dijadikan quality time bersama keluarga untuk jalan pagi bersama.
Bayangkan saja 3-4 jam biasanya saya bolak-balik Bogor-Jakarta. Sekarang selama itu pula saya bisa bermain dengan anak-anak dan berbagi peran dalam rumah tangga bersama istri. Jadi lebih produktif, bukan?
Ketiga, siapkan area kerja di rumah. Ya, siapkan sebuah meja dan kursi khusus untuk bekerja yang membuat kita bisa merasa nyaman bekerja. Siapkan pula sarana dan prasarana dukungan.
Misalnya, pastikan keberadaan jaringan internet. Gunakan pula pakaian kerja. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan kondisi psikologis dan menjaga mind set bahwa kita benar-benar sedang bekerja.
Kelima, jaga kesehatan dan pikiran agar selalu positif. Jangan malas berolahraga di rumah. Gerakkan badan, jangan lupa berjemur. Selalu minum vitamin dan makanan bergizi.
Isitrahat yang cukup. Hal itu menjadi hal paling penting, bahwa Pemerintah memberikan fleksibilitas adalah agar menyelamatkan sumber daya manusia Indonesia. Maka, kita harus menjaga kesehatan kita sebaik mungkin.
Seharusnya, kelima hal tersebut cukup membuat kita tetap produktif selayaknya kita bekerja di kantor. Namun bagiku, yang memiliki passion lain di luar pekerjaan, ada rasa tidak cukup. Malu pada tetangga yang membudidayakan ikan hias tadi. Aku harus bisa lebih produktif daripada waktu normal.
Bahkan ketika bekerja di kantor, kita punya latte time---waktu bersantai di tengah-tengah pekerjaan yang biasanya diisi dengan diskusi ringan antar sesama pegawai atau browsing membaca berita. Apalagi di rumah, ada waktu yang lebih banyak saat menunggu jeda antar rapat. Atau beban kerja yang biasanya dikerjakan untuk satu hari, karena di rumah, bisa jadi dikerjakan jadi lebih cepat.
Dalam waktu latte itulah aku kerap berusaha menambah kemampuanku. Aku mengikuti beberapa pelatihan mulai dari pelatihan menulis bersama Leila S. Chudori, mengikuti webinar-webinar terkait keuangan negara dan manajemen keuangan, hingga mengikuti les bahasa Inggris yang alhamdulillah semuanya gratis. Tidak mengeluarkan uang negara sepeser pun juga.
Dalam proses belajarku itu pun aku menulis. Karena tugasku kini banyak tentang kajian proses bisnis dan dalam lingkup keuangan negara, kajian-kajian pribadiku banyak kutulis dalam bentuk ilmiah populer. Tulisan tersebut kemudian kukirimkan ke media massa dan beberapa dimuat.
Hal ini sebenarnya juga berhubungan dengan kiat kelima, yakni untuk menjaga pikiran tetap positif. Pandemi ini mau tidak mau melahirkan kecemasan dan kadang kala ketakutan yang berlebihan.
Dengan mengerjakan hobi kita, itu akan menjadi stimulus bahagia. Lepaskan ponsel, apalagi dari godaan membaca perkembangan jumlah korban Covid-19, lakukan hal lain yang membutuhkan konsentrasi. Paling tren sekarang, memelihara tanaman atau memelihara ikan hias.
Kalau saya tidak, saya bahagia ketika membaca dan menulis, kemudian berkumpul bersama teman-teman yang sehobi, hang-out membaca dan membahas puisi bersama-sama lewat Zoom Meeting dengan teman-teman Komunitas Sastra Keuangan secara rutin, akan mengusir kecemasan itu jauh-jauh.