Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as
Bujuk Rayu Benang Kelambu dan Tiu Kelep
Pukul 6 pagi. Aku sudah bersiap di lobi salah satu hotel yang terletak di jantung kota Mataram. Harusnya, aku segera berangkat untuk menjelajah Lombok Tengah. Namun, rekan perjalananku, yang baru kukenal, tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Teleponku tidak diangkat. Pesan singkat di WA tidak kunjung dibalas. Aku masih bersabar menunggunya hingga pukul 7. Namun apa daya, dalam perjalanan kita kerap mendapatkan hal-hal di luar kuasa kita. Memang salah bergantung kepada orang lain.
Kusapa satpam hotel dan bertanya mengenai sewa motor. Dengan ia sigap menghubungi temannya dan motor datang tak lama kemudian. Untunglah, rencana perjalananku jadi terlaksana.
Itulah sekelumit cerita yang menjadi bagian panjang dari perjalananku selama 2 hari di Lombok pada bulan November lalu. Perjalanan yang membuat teman-teman kuliahku terhenyak karena sepulang dari sana, aku melangsungkan seminar hasil tesisku.
Diam-diam saja sudah kuselesaikan penelitianku dan memenuhi persyaratan untuk pendaftaran seminar hasil penelitian. Momen ke Lombok pun kujadikan sebagai momen pengisian energi untuk menghadapi tiga dosen penguji di seminar itu.
Sebenarnya, agenda utamaku bukanlah ke Lombok, melainkan ke Sumbawa. Di sana, aku menemani sepupu yang menikah dengan orang Sumbawa. Oleh karena pernah bertugas selama 3,5 tahun di sana, aku didapuk menemani sepupuku, menjadi penunjuk jalan sekaligus menjadi saksi pernikahan. Begitu akad dan resepsi selesai dilangsungkan, aku berangkat ke Lombok lebih dulu dan sendirian.
Lombok adalah salah satu destinasi super prioritas di Indonesia. Orang-orang melihat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika sekarang yang sebegitu indahnya.
Pasti Bangga Berwisata di Indonesia kalau sudah main di Lombok, apalagi kalau kesampaian nonton Moto GP. Pertama kali aku datang ke Lombok, Juni 2011, kebanyakan orang hanya mengenal Rinjani, Senggigi, dan Gili Trawangan.
Selebihnya, sepi. Bahkan pernah aku datang ke Pantai Seger dan Tanjung Aan (yang sekarang termasuk dalam kawasan KEK Mandalika) itu sendiri, tidak ada orang sama sekali. Dan aku merasakan keindahan pantai-pantai Lombok itu seperti pantai pribadiku.
Baru kemudian dimulai dengan program Visit Lombok-Sumbawa 2012, pelan-pelan Lombok bertransformasi. Aku menjadi saksi hidup bagaimana industri pariwisata yang dikelola dengan baik dapat mengubah wilayah dan masyarakatnya. Kunci keberhasilan Lombok, selain memang memiliki banyak potensi keindahan alam, adalah kemampuannya mempertahankan identitas.
Identitas itu semakin kuat ketika Lombok mengusung Halal-tourisme karena memang Lombok dikenal sebagai pulau seribu masjid yang memiliki identitas Islam yang kuat dalam sejarah Nahdatul Wathan. Desa Sembalun misalnya pernah mendapat penghargaan sebagai Destinasi Bulan Madu Halal Terbaik Dunia Tahun 2016.