Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.
Menengok "Kampung Ramadan" di Kalimantan Selatan
Di atas tanah seluas 50 x 60 meter, 30 meja pedagang berjejer dengan rapi. Di meja berukuran sedang tersebut terdapat aneka kuliner khas Ramadan yang tidak hanya cocok untuk menu berbuka puasa, tetapi juga untuk sahur. Di balik lapak-lapak itu, ibu-ibu dan gadis usia belasan terlihat sibuk merapikan meja dan mempersiapkan makanan yang sebentar lagi akan dijual.
Sementara tak jauh dari lokasi itu, tepat di depan gerbang berwarna dominan hijau dan kuning bertuliskan "Kampung Ramadan", masyarakat dari segala usia berjubel. Ada yang baru saja datang, tetapi tidak sedikit yang sudah menunggu sejak siang. Mereka sudah tidak sabar menunggu dibukanya Kampung Ramadan tepat pada pukul 16.00 wita.
Setelah panitia memberi kode tanda dibukanya Kampung Ramadan, ratusan masyarakat langsung merengsek masuk, sebagian di antaranya terlihat berlari untuk mendapatkan menu makanan yang pas dengan lidah mereka. Warga memang harus bergegas masuk, sebab jika tidak, makanan pasti keburu habis.
Di sana, para pedagang menjual aneka kuliner, dari kuliner tradisional sampai modern. Mewakili kuliner tradisionalis sekaligus khas Kalimantan, ada mandai yang di salah satu lapak dijual Rp5 ribu per kotak berukuran kecil. Ada juga ipau, bingka, lumpur surga, agar-agar, sampai semur jengkol. Dari kalangan kuliner modernis, ada bolu keju, bolu coklat, puding karamel, dan putri salad.
Di luar makanan-makanan pembuka itu, masyarakat juga dapat menemukan aneka makanan berat seperti ikan bakar, pais patin (pepes ikan patin), sayur santan, dan beragam jenis lauk pauk lainnya. Rata-rata kue yang dijual dihargai Rp3 ribu sampai Rp10 ribu.
Namun, bedanya harga makanan yang dijual di Kampung Ramadan disubsidi 50 persen oleh H Zainuddin yang dikenal sebagai pengusaha di Kecamatan Satui sekaligus motor utama pelaksana Kampung Ramadan. Tidak heran, di mata masyarakat, terutama warga menengah ke bawah, Kampung Ramadan sangat menarik. Ia bak surga kuliner di tengah harga sembako yang hari ini terus melonjak.
Konon H Zainuddin menganggarkan dana pribadinya sebesar Rp1 miliar, khusus untuk mensubsidi seluruh makanan yang dijual di Kampung Ramadan. Jika dihitung per hari, rata-rata H Zainuddin harus merogoh kocek sebesar Rp50 juta. Biaya sebesar ini memang tidak bisa dibilang sedikit. Di Kabupaten Tanah Bumbu, bahkan di Kalimantan Selatan, even seperti ini mungkin baru pertama kali dilaksanakan.
Bambang Sucipto, salah satu penggagas acara sekaligus pencetus nama Kampung Ramadan, berani mengklaim even seperti ini baru pertama kali digelar di Indonesia. "Even ramadan dengan konsep seperti ini, di mana setiap makanan disubsidi 50 persen, baru pertama kali digelar di Kalsel, dan mungkin juga di Indonesia," katanya.
Para pedagang yang berjualan pun, mayoritas berasal dari desa setempat. Menurut penututan Kepala Desa Makmur Mulia, Marhasani, para pedagang tersebut mulanya diseleksi terlebih dahulu, sebab panitia menginginkan pedagang berasal dari masyarakat kelas menangah ke bawah. Syarat lainnya, mereka sudah terbiasa berdagang saat bulan Ramadan.
Terkait dengan keberadaan Kampung Ramadan ini, Marhasani mengungkapkan kegembiraannya. Apalagi, mayoritas masyarakat yang datang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Bahkan, banyak di antara mereka adalah warga kurang mampu. "Kalaupun ada pembeli bermobil, mereka datangnya sore. Jadi, ini masih tepat sasaran," ujar Marhasani.
Di Satui, ada beragam kegiatan yang dilaksanakan masyarakat, di antaranya pesantren kilat, tahfiz quran, lomba bedug, lomba kendaraan hias, dan berbagai macam kegiatan lainnya. "Nama kampung ramadan itu berawal dari impian saya tentang ramainya kegiatan selama Ramadan di kota kecil bernama Satui. Alangkah baiknya jika kegiatan yang sudah ada ini terus dikembangkan dan didukung oleh perusahaan-perusahaan yang ada di sini," ujarnya.
Bambang menilai bulan Ramadan adalah waktu yang tepat bagi perusahaan-perusahaan yang ada di Satui untuk menyalurkan CSR kepada masyarakat. Perusahaan yang bersedia membantu tentu akan mendapat dukungan dari pemerintah kecamatan untuk melaksanakan even-even Ramadan di bidang pendidikan, kepemudaan, kebudayaan, maupun kegiatan berbasis ekonomi kerakyatan.
"Setelah 11 bulan kota Satui memberikan kekayaan alamnya untuk perusahaan dan para pengusaha, sekarang tidak ada salahnya jika mereka gantian memberikan sumbangsihnya untuk masyarakat setempat, utamanya untuk meramaikan even-even yang dilaksanakan selama Ramadan. Sebab dampaknya sangat besar untuk masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pertolongan," tandasnya.
Puja Mandela, Batulicin 25 Mei 2018