Wanita sederhana yang punya mimpi besar. Menjadi pribadi yang berarti, memberi warna dalam setiap perjalanan kehidupan dan menjadi jalan bagi kebahagiaan orang lain. If you believe in yourself then everything will be possible
Ramadan di Aceh Utara
By queen
Setiap Ramadan, dari tahun ke tahun selalu menyuguhkan cerita dengan nuansa dan aura yang berbeda. Meskipun pola Ramadan selalu sama, seperti berbuka, solat teraweh, dan tadarus Al-Quran serta i'tikaf. Masa pandemi telah mengubah nuansa Ramadan menjadi berbeda, kali ini tidak seramai dan segemuruh Ramadan sebelum masa pandemi. Kebiasaan menjelang dan saat ramadan pun tak luput dari perubahan ini.
Dari satu wilayah ke wilayah lain tentu memiliki ciri khasnya masing-masing. Kali ini adalah Ramadan di Aceh Utara dengan narasumbernya seorang pemuda yang bernama Ismail. Dia lahir di sebuah desa di bagian Aceh Utara, tepatnya Kabupaten Bireuen, Desa Peusangan, Kecamatan Peusangan. Letak kabupaten ini, sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya.
Di malam pertama Ramadan, setelah melaksanakan ibadah teraweh kemudian pemuda-pemuda Aceh melakukan kegiatan tadarus AL-Quran hingga menjelang sahur dan dilakukan secara bergantian.
Daerah Istimewa Aceh memiliki makanan khas yang selalu ada saat Ramadan, namanya kanji rumbi, yaitu bubur rempah yang dimasak dengan santan dan kaldu daging. Untuk berbuka, masyarakat sekitar diwajibkan membuat makanan pembatal shaum yang diserahkan ke surau atau mushola di desa tersebut. Semua warga desa ikut berbuka disurau termasuk anak-anak dan lansia kecuali para wanita, mereka berbuka di rumahnya. Setelah itu mereka berjamaah sholat maghrib.
Selama Ramadan, secara umum kegiatan masyarakat di Aceh sama seperti di tempat lain, yaitu bekerja ke sawah, ke kebun, ke kantor dan berdagang. Tidak ada kegiatan khusus yang dilakukan saat Ramadan.
Beberapa hari lagi Ramadan akan segera berakhir meninggalkan semua kegiatan yang dilakukan selama Ramadan. Jika di sepuluh malam pertama Ramadan kita di motivasi oleh Sa'id bin Jubair rahimahullah:
"Jangan kalian mematikan lampu-lampu rumah kalian di 10 malam pertama di bulan Dzulhijjah" (hidupkanlah malam-malam ini dengan beribadah, Al Hilyah, 4281).
Lantas bagaimana dengan sepuluh malan terakhir Ramadan?
Di sepuluh malam terakhir merupakan malam golden time-nya beribadah. Para ahli ibadah menaruh perhatian besar di sepuluh malam terakhir Ramadan. Oleh karena itu, perbanyak istigfar, perbanyak doa, dan hidupkan malam-malamnya dari jamuan hari-hari terbaik ini. Kesungguhan kita harus lebih besar dari duapuluh hari sebelumnya.