Ngujuban (Tradisi Suku Sunda di Kuningan-Jabar Jelang Bulan Puasa Ramadhan)
Tiap Jelang awal Puasa Ramadhan, Seperti biasa, Sore harinya Ibu Yati Setiawati yang Asli Kuningan-Jabar sudah menyiapkan Sajen (sajian) diatas meja makan:Kopi hitam, teh manis, air putih, 'kue pasar', pisang, nasi+lauk pauk, dan rokok, yang disusun rapih.
Dengan Khusu, di depan seluruh sajian itu Ibu setengah baya itu terlihat berdoa-seperti sedang berkomunikasi dengan Yang Maha Pencipta.
Lima Belas menit berlalu, setelahnya kami di persilahkan untuk menikmati seluruh sajen yang terhidang itu. Seluruh putra putrinya, cucu cucunya terlihat antusias- sangat senang mereka berharap barokah dari doa-doa yang telah di panjatkan sang Ibu atau neneknya itu
Ibu Yati Setiawati, Perempuan berusia 64 Tahun itu bercerita, "Tradisi Ngujuban itu menurut abah-buyutnya telah dilakukan oleh para Wali sebagai media syiar Islam (Saat itu masyarakat masih sangat di pengaruhi hinduisme-pen.), dilanjutkan oleh para'wanga tua' /orang tua/leluhur kita.
Dahulu, waktu masih tinggal di Kampung (di daerah Kuningan-Jabar) yang berdoa saat Ngujuban itu orang yang 'dituakan'/tokoh spiritual, tempat ngujubannya di 'Goah' (ruang tempat menyimpanan padi/beras) dan ada dupa (kemenyan yang di bakar, terasa agak ada mistiknya memang", tuturnya. Seiring waktu, Masyarakat Sunda Banyak yang merantau (migrasi).
Di tengah modernitas, Ngujuban tidak lagi mesti dilakukan di 'Goah' dengan dupa mengepul , kembang 7 rupa yang nantinya dicampur dengan air untuk mandi pun tidak mesti diadakan. Seperti Ngujuban hari ini. Namun demikian, Spiritulaisme Ngujubannya tak hilang sama sekali: Berdoa-Bersyukur-Berbagi.
Selamat menuanaikan Ibadah Puasa Ramadhan bagi yang menjalankankannya. Selalu Berdoa-Bersyukur-Berbagi.
*Hendra Wijaya, Urang Sunda dari Kuningan-Jabar, Tinggal di Tangerang