Rahma Ahmad
Rahma Ahmad Full Time Blogger

Lulusan arsitektur yang pernah melenceng jadi jurnalis dan editor di Kompas Gramedia. Pengarang buku 3 Juta Keliling China Utara dan Discovering Uzbekistan. Penata kata di www.jilbabbackpacker.com.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Dari Perebutan Lokasi Hingga Pencarian Material, Inilah Fakta Tentang Istiqlal yang Banyak Orang Tak Tahu

8 April 2023   23:53 Diperbarui: 8 April 2023   23:55 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Masjid Istiqlal.

Walaupun masjid ini adalah masjid yang menjadi ikon dan sejarah Jakarta, belum banyak warga Jakarta yang paham soal sejarah dan desain masjid ini. Termasuk saya, yang notebene adalah seorang arsitek dan punya darah Betawi. 

Beruntungnya saya, dalam kunjungan saya di Istiqlal setahun lalu, saya ditemani oleh salah Danang. Ia adalah kawan saya dan juga merupakan arsitek yang terlibat dalam proses renovasi Wajah Baru Istiqlal. Dialah yang menceritakan kepada saya detail Istiqlal; bukan hanya tentang sejarahnya, namun juga soal desain dan kisah di balik pembuatan masjid terbesar di Asia Tenggara ini.

Didirikan oleh Arsitek Non Muslim

Rasanya banyak yang tidak tahu kalau arsitek yang menggawangi pembangunan masjid ini adalah Friedrich Silaban, seorang pemeluk agama Nasrasi. 

Ya, pada tahun 1955, Bung Karno mengadakan sayembara pembuatan desain maket Masjid Istiqlal. Dua puluh dua dari 30 arsitek yang mendaftar lolos persyaratan. Bung Karno sebagai Ketua Dewan Juri pun kemudian mengumumkan nama Friedrich Silaban sebagai pemenang sayembara arsitek Masjid Istiqlal. 

Terpilihnya Silaban sebagai perencana Istiqlal makin mengokohkan cita-cita Bung Karno untuk membuat Istiqlal ini bukan hanya sebagai tempat ibadah terbesar di Indonesia, namun juga sebagai simbol Khibenekaan dan persatuan Indonesia.

Lokasi yang Penuh Perdebatan

Saya baru tahu kalau rencana pembangunan Masjid Istiqlal sempat tertunda karena adanya lantaran terjadi perdebatan antara presiden Sukarno dan wakil presiden Mohammad Hatta soal lokasi Istiqlal yang tepat.

Bung Karno mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jendral Van Den Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran. Sementara Bung Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya yaitu di Jalan Thamrin yang pada saat itu disekitarnya banyak dikelilingi kampung-kampung, selain itu ia juga menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit. 

Namun akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun di lahan bekas benteng Belanda. Karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.

Dok. pribadi (Rahma Yulianti)
Dok. pribadi (Rahma Yulianti)

Desain Kubah yang Tak Ada Duanya di Dunia

Ketika saya menulis skripsi tentang desain kubah masjid di seluruh dunia, saya belajar bahwa ada beberapa jenis kubah. Ada kubah labu (pumpkins dome) yang banyak digunakan pada masjid di Asia Tengah. Ada juga kubah bentuk lampu (bulbous dome) yang dipakai masjid-masjid di Eropa. Ada pula kubah bawang (onion dome) yang banyak digunakan masjid di Indonesia, yang ternyata berkilbat pada kubah di India. 

Nah, ketika datang bersama Danang, saya baru sadari jika kubah utama masjid Istiqlal ini tidak berkiblat pada gaya manapun. Bentuknya benar-benar setengah bola. Bola yang dibelah menjadi dua. Itu sebabnya, bentuk kubah ini tak ada duanya di dunia ini. 

Masjid dengan Selasar Besar

Berbeda dengan masjid lain yang pernah saya datangi di Indonesia, Masjid Istiqlal ini punya ciri khas bangunan tropis yang amat kental. Masjid seluas 24.200 meter persegi ini dibuat dengan banyak selasar dan ruang terbuka. Fx Silaban, sang arsitek, memang mencoba memahami betul iklim tropis yang panas dan lembap, sehingga ia berusaha mendinginkannya lewat keberadaan selasar dan ruang terbuka. 

Silaban juga menggunakan banyak karawang (lubang angin) di segala penjuru. Hal ini menyebabkan, pergerakan udara di dalam masjid sangat baik dan tidak terasa pengap. Ini saya rasakan betul ketika solat, walaupun tanpa kipas angin, udara di dalam masjid tak terasa sumuk

Danang menceritakan fakta unik tentang lubang angin ini yang tak pernah saya sadari sebelumnya. Menurut ceritanya, Silaban menggunakan beberapa jenis lubang angin dengan gaya yang berbeda, sehingga tidak terasa monoton.


Masjid yang Penuh dengan Simbol Agama dan Bangsa

Pembangunan masjid ini penuh dengan simbolik. Misalnya, di bagian luar. terdapat menara yang memiliki tinggi 6.666 sentimeter. Angka ini melambangkan keseluruhan jumlah ayat dalam Al-Quran. Silaban juga membuat menara masjid tunggal. Menara masjid jumlahnya hanya satu ini melambangkan tanda keesaan Allah. 

Di bagian dalam, ada 12 tiang setinggi 25 meter. Ternyata menurut Danang, dua belas tiang ini yang melambangkan hari kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh di tanggal 12 Rabiul Awal. Dan ternyata lagi, tiang-tiang ini menopang kubah dengan diameter 45m, yang ternyata melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, Masjid Istiqlal memiliki empat lantai balkon dan satu lantai dasar. Total lima lantai. Kelima lantai ini melambangkan 5 Rukun Islam, jumlah shalat wajib dalam sehari, serta jumlah sila dalam ideologi negara Indonesia, Pancasila.

Bahan Bangunan Dicari Hingga ke Iran

Saat membangun, Silaban mengatakan bahwa ia ingin membangun sebuah masjid yang bukan hanya indah, tapi minim perawatan dan bisa bertahan lama. Itu sebabnya, ia merancang Istiqlal dengan sangat kokoh. Bahan material yang ia gunakan pun adalah bahan material pilihan. Menurut cerita Danang, Silaban mencari bahan material ini ke seluruh dunia, bahkan hingga ke Iran.

Contohnya kubah dan seluruh rooftop Istiqlal.  Awalnya saya pikir, bagian ini hanya dicat dengan cat berwarna putih. Ternyata, ia dilapisi dengan keramik dari Jerman berwarna putih. Keramik ini dipesan khusus oleh Silaban, dan dirancang khusus agar tidak panas walaupun berada di bawah terik matahari.

Saya membuktikannya. Danang mengajak saya ke rooftop (yang bukan untuk umum) saat pukul 12 siang tepat, saat matahari sedang mengobral sinarnya. Telapak kaki saya aman, tak terasa panas sedikit pun.

Stainless steel yang digunakan untuk membangun bagian dalam kubah dan tiang merupakan bahan kelas satu, yang diakui Danang, kini sulit dicari lagi. 

Soal material kelas wahid ini, Danang mengatakan,"Bayangin aja, dari berdiri hingga sekarang ini, belum pernah satupun renovasi dilakukan. Dan Istiqlal tak rusak sedikit pun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun