Raja Lubis
Raja Lubis Freelancer

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Refleksi Sifat Teladan Rasulullah dalam Proses Hukum di Film "Section 375"

13 April 2022   14:16 Diperbarui: 13 April 2022   14:17 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Refleksi Sifat Teladan Rasulullah dalam Proses Hukum di Film "Section 375"
Keadilan hanya ada di hati nurani/canva.com

Namun nyatanya, sebagian para saksi menyatakan keterangan di pengadilan sesuai dengan pesanan pihak tertentu. Para saksi tidak menyampaikan realita, tapi malah menambah dan atau menguranginya. Semisal kakak Anjali yang tidak menyampaikan keadaan sesungguhnya ketika ia menemukan pertama kali Anjali pulang ke rumah selepas kejadian perkosaan tersebut.

Pernyataan ini menimbulkan spekulasi, kalau kakak Anjali menyembunyikan sesuatu demi melindungi Anjali karena khawatir kesaksiannya justru melemahkan pernyataan Anjali. Padahal hal detail sekecil apapun yang diketahui saksi itu sangat penting untuk disampaikan di persidangan.

Fathonah (cerdas)

Rasulullah bersifat fathonah yang berarti cerdas, mustahil bersifat baladah atau bodoh.

Selain korban, pelaku, hakim, saksi, entitas lain yang tak kalah penting dalam proses hukum adalah pengacara. Baik Anjali atau Rohan keduanya sama-sama menyewa pengacara handal untuk membantunya.

Anjali dibantu pengacara muda perempuan terbaik, sementara Rohan dibantu pengacara pria senior yang tidak lain adalah guru dari pengacara Anjali.

Kedua pengacara ini tentulah orang-orang yang pintar dan menggunakan kecerdasannya untuk membela masing-masing kliennya. Secara akademik bolehlah dikatakan demikian, karena sebelum menyandang profesi pengacara tentunya ada pendidikan formal yang harus mereka tempuh.

Namun sayangnya, kecerdasan akademik mereka tidak diimbangi dengan kecerdasan emosionalnya. Keduanya sama-sama terlalu larut terbawa emosi untuk membela kliennya sehingga terkadang tidak melihat fakta-fakta yang disajikan oleh pihak lain.

Dua pengacara yang saling adu argumen/firstpost.com
Dua pengacara yang saling adu argumen/firstpost.com
Tentunya akhir dari film seperti ini seyogyanya membuktikan siapa yang sesungguhnya bersalah, apakah betul Rohan melakukan pemerkosaan atau justru Anjali yang hanya mengarang-ngarang cerita.

Film Section 375 memberikan akhirnya. Namun saya tidak akan sebut siapa yang bersalah. Saya hanya bisa mengatakan, bahwa salah satu pengacara merasa tertipu telah membela kliennya. Ia betul-betul merasa kepintarannya dalam hukum justru tidak membuat ia menghasilkan apa-apa.

Kenapa bisa demikian? Itu terjadi karena sepintar apapun sang pengacara, ia mengolah data dan fakta yang tidak sepenuhnya benar. Maka output yang dihasilkan pun tidak akan menjadi benar.

Dari Section 375 kita bisa belajar, bahwa untuk mendapat suatu 'keadilan' dalam proses hukum, semua entitas harus menerapkan empat sifat utama Rasulullah tanpa terkecuali. Tidak bisa satu saja atau hanya sebagian saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun