Ramadhan Tempo Dulu di Kampung Halaman
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Alloh SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
َ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183).
kisah Kegiatan Ramadhan di kampungku dulu
Teringat sewaktu kecil dulu di era tahun depalan puluhan di kampung halaman suasana menjelang bulan Ramadhan di sambut dengan suka cita walaupun waktu itu belum tahu arti dan makna berpuasa haya di suruh orang tua untuk mejalankan puasa. Selama menjalankan puasa banyak suka dukanya harus berpuasa seharian penuh menahan rasa dahaga dan harus makan sahur walau selera tidak enak karena belum terbiasa. Namun di balik itu banyak keceriaan saat berpuasa di waktu kecil.
Suasanya kampung waktu itu masih belum ada penerangan listrik dari PLN, masih menggunakan litrik tenaga diesel milik kelompok masyarakat yang dihidupkan dari jam 6 sore dampai jam 11 malam, ketika bulan Ramadhan litrik di nyalakan mejelang waktu sahur saja. Saat itu waktu sahur belum seperti sekarang, jadwal sudah tertulis dan bisa di lihat setiap waktu.
Kebiasaan Ramadhan tempo dulu di kampung halamanku :
1. Waktu Berbuka puasa
Waktu berbuka puasa sangat di nantikan setiap kaum muslimin yang menjalankan ibadah puasa, detik-detik berbuka puasa sudah nongkrong di depan makanan yang sudah di hidangkan dengan menu seadanya, waktu berbuka di tandai dengan suara bedug, tretek.. tek..tek dug.. dug.. barulah berbuka, kumpul bersama keluarga suasana sangat tenteram.
2. Waktu sahur
Kebiasaan melaksakan makan sahur lebih dini, karena keterbatasan pengetahuan, maka waktu sahur lebih awal karena takut keburu imsak, marbot mushola jam dua malam sudah ramai mebangunkan.. sahuuur..sahuuur... sudah waktunya untuk sahuur...kata-kata itu masih teringat sampai sekarang. Yang perama bangun ibu untuk memasak dan menghidangkan santap sahur. Setelah habis makan sahur lalu tidur kembali, karena makan sahur jam tiga malam, baru ketika adzan subuh bangun kebali untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah di mushola. kebiasaan setelah shalat subuh menjelang terbitnya matahari ada acara jalan pagi, anak-anak muda kompok jalan-jalan sampai jalanpun penuh, bahkan ada yang lari marathon sampai 1-3 km tak peduli dengan rasa haus.
3. Shalat Tarawih
Lokasi shalat tarawih agak sedikit jauh dari rumah, satu mushola cukup untuk menampung jemaah dari tiga dusun, jemaahnya cukup ramai, pelaksaan shalat tarawih tidak cukup nyaman harus sedikit berdesak desakan, shalat tarawih terasa kurang khusu, bacaan dan gerakan imam cukup cepat, 23 rakaat hanya dalam waktu 30 menit, yang tidak masuk akal lagi ketika imam membaca surat Al Fatihah diayat akhir ..walabdzoliin ..aamiiiiin.. jemaah saling dorong mendorong, yang paling parah saf belakang roboh, jemaah banyak terpental dibanting oleh teman-teman dari samping. Padahal Imam sering marah dan memberi peringatan, namun kebiasaan itu tetap dijalankan sampai akhir Ramadhan. Anehnya lagi kebiasaan itu terulang pada bulan Ramadhan tahun berikutnya.
Beres shalat tarawih yang membuat ceria ada kegiatan ngadulag bahasa sunda (mukul bedug) kegiatan ini sangat di minati, bedug yang terbuat dari kayu bulan dan kulit kerbau sangat asyik untuk di tabuh, saking asyiknya ngadulag tak terasa telapak tangan sampai lecet-lecet.
4. Menunggu waktu berbuka puasa
Dalam Hal ini mungkin di setiap daerah sangat berbeda namun kebiasaan di kampungku ada kebiasaan yang di sebut Ngabeberang bahasa sunda (nunggu waktu siang), waktu masa kecilku ketika bulan Ramadhan sekolah di liburkan satu bulan. Siangnya yang unik ada kegiatan mencari menu untuk berbuka puasa, mancing di kali dan bakar caruluk (kolang-kaling) setelah mateng lalu di congkelin satu persatu untuk mengupulkan bijinya, kolang-kaling yang di bakar lebih enak di bandingkan dengan yang di rebus, yang di bakar aromanya lebih wangi dengan aroma khas, sedangkan yang di rebus tidak ada aroma. Pada intinya kegiatan ini hanya sekedar mengumpulan bahan makanan untuk menu berbuka, namun kenyataan banyak makanan yang tidak termakan kerna setelah makan nasi perut sudah kenyang.
Kebiasaan berikutnya ngabuburit bahasa sunda (nunggu sore). Kebiasan ngabuburit yang sekarang terfikir tidak masuk akal. Kebiasaan nyenget karbit dan merecon (main meriam bambu dan bakar petasan). kegiatan ini waktu itu menjadi hal yang lumrah di mainkan oleh orang tua maupun anak-anak, sebelum datang bulan puasa sudah mencari bambu untuk di jadikan meriam dan mencari amunisi dari karbit beli dari tukang las. Meriam bambu begitu di nyalakan suara mengelegar sampai suaranya mendenging di telinga, tiap dusun saling balas suara meriam bambu yang paling keras itu yang di puji. Lalu main petasan bahkan sebelum bulan Ramadhan tiba sudah membelinya di pasar, waktu itu penjualan petasan sangat bebas ada di mana-mana, tak terhingga tua muda main petasan hanya untuk sekedar memeriahkan bulan Ramadhan.
5. Hari Raya Idul Fitri
Hari yang sangat di nantikan seluruh umat muslimin yang menjalankan ibadah puasa, keceriaan tak terhingga ketika sudah akhir Ramadhan yang telintas di benak adalah akan memakai baju baru dan makan ketupat dan opor ayam. Menjelang hari raya kebiasaan membeli baju baru di pasar, waktu itu hanya ada satu pasar dalam satu kecamatan namanya pasar minggu. Pasar ini hanya buka seminggu sekali, dagangan di gelar dilapak bambu di naungi terval, pedagannya didominasi orang padang perantauan, pasar ini kalau menjelang hari raya idul fitri ramenya luar biasa, hampir satu kecamatan tumpah belanja di sini, warga sampai rela berdesak-desakan, semua sibuk mencari baju baru dan bahan makanan untuk persiapan hari raya.
Kebiasaan satu hari menjelang idul fitri yang membuat suasanya ramai adalah antar warga saling ngiriman bahasa sunda (ngirim makanan) terutama pada orang tua, kerabat dekat, tetangga dan orang tua yang di tokohkan. Bagi yang mampu ada acara ngariung mengundang tetangga untuk ngirim doa ke karuhun (leluhur) yang membaca doa nya canoli (tokoh adat) sambil bakar kemenyan lalu dia mengucakpan jajampean (mantra).Yang aneh waktu itu anak -anak jam empat sore sudah di perbolehkan untuk berbuka puasa oleh orang tuanya masing-masing katanya mapag karuhun (yambut roh leluhur).
Kalau malam Indul fitri sudah menjadi kebiasaan seluruh umat islam mengadakan takbiran pada malam hari semalaman suntuk, berkumpul di mushola ramai-ramai, waktu menjelang tengah malam warga banyak yang mengirim makanan untuk dimakan ramai ramai sambil takbiran.
Keesokan harinya bergegas untuk melaksanakan shalat sunat idul fitri. Yang membuat senang di kampungku ketika pelaksanaan shalat sunat idul fitri di laksanakan di lapangan sepak bola, seluruh warga satu desa kumpul bareng untuk melaksanakan sholat idul fitri, suasannya sungguh ramai. Setelah beres pelaksanan shalat sunat idul fitri, semua jamaah berdiri untuk bersalaman saling maaf memaafkan sungguh sangat mengharukan.
Alhadulillah kegiatan-kegiatan dulu ketika bulan suci Ramadhan saat ini sudah jauh berbeda, banyak kebiasaan-kebiasaan yang sudah di tinggalkan setelah masyarakat banyak melakukan pengajian dan pengetahuan tentang agama islam semakin berkembang, apalagi di kampung halamanku sudah berdiri pondok pesantren kegiatan-kegiatan adat istiadat yang tidak sesuai dengan syariat islam sudah mulai di tinggalkan, walau sebagian kecil masih ada yang melaksanakannya.
Hikmah Ramadhan saat ini dengan datangnya bulan suci Ramadhan bisa menjankan Ibadah puasa sesuai dengan yang di syariatkan, shalat tarawih jauh lebih baik penuh kekhusuan, waktu makan sahur sudah bayak dilaksanakan sesuai yang di sunahkan oleh Rosulullah yaitu menghakhirkan waktu sahur, shalat subuh berjamaan dan di lanjutkan kajian-kajian ajaran islam sudah rutin di laksanakan. Permainan meriam bambu dam petasan sudah tidak terdengar lagi.
Lain dulu lain sekarang, dulu serba keterbatasan material maupun pengetahuan tentang ajaran islam, sekarang sudah jaman canggih sarana ibadahpun jauh lebih baik, tinggal diri kita istiqomah untuk taat dan patuh pada perintah Alloh SWT dan menjauhi larangannya.
Wasalam...
Terimakasih.