Nostalgila Mudik, di Atas Kereta Api Tak Berkutik
Musim mudik dimulai, nih. Sudah sepuluh hari terakhir puasa. Lebaran sebentar lagi. Pantas saja anjuran-anjuran pemerintah untuk segera pulang kampung biar nggak macet-macetan di jalan raya atau desak-desakan saat di kendaraan umum bisa dihindari.
Semakin dekat lebaran semakin macet naik mobil itu sih sudah biasa. Kalau desak-desakan di atas kendaraan umum, itu juga biasa. Etapi itu dulu. Kalau sekarang, masih ada nggak sih desak-desakan dalam angkutan lebaran? Sekarang mudik sepertinya sudah lebih teratur dan nggak sesemrawut dulu.
Ingat lebaran, Dani jadi ingat ketika dulu pulang kampung. Waktu itu, masih zaman angkutan lebaran uyel-uyelan. Naik mobil sendiri, belum punya. Naik bus kota, gampang mabok perjalanan. Naik pesawat, mahal dan nggak ada bandara dekat kampungnya.
Naik kereta, sepertinya memang nggak ada pilihan lain, itu yang paling tepat. Lebih murah dan mengurangi macet. Meski butuh tenaga, siasat kegesitan dapat bangku, dan sedikit sikut menyikut untuk naik ke dalam kereta, selain uang untuk beli tiket dan oleh-oleh.
Hasrat untuk pulang tak bisa ditolak. Tradisi lebaran sudah pasti mudik. Pulang kampung ketemu simbah, orang tua, dan saudara-saudara di sana buat maaf-maafan dan salam-salaman. Meskipun saat makin gede, justru bukan terima THR lagi pas keliling salaman lebaran. Gantian, seperti isyarat tak tertulis, harus mulai jadi yang ngasih amplop ke para ponakan di kampung.
Dua hari jelang lebaran, akhirnya bisa juga pulang kampung. Bukannya nggak ingin mudik lebih awal, tapi kerjaan kan nggak bisa ditinggal karena perusahaan bukan punya sendiri. Datang ke stasiun, tiket kereta api untuk ke stasiun tujuan pulang kampung sudah habis. Celaka, bagaimana caranya pulang ini, gumam Dani.
Untungnya, kemudian ternyata masih dijual tiket tanpa tempat duduk. Sebenarnya, gegayaan juga sih, pulang kampung tapi belinya tiket berdiri. Betis kaki bisa nyut-nyutan adhuhai kalau harus berdiri berjam-jam sampai stasiun tujuan di Jawa Tengah. Mana bawa beberapa kardus mie instan berisi oleh-oleh, lagi. Belum termasuk tas berisi baju ganti yang bagus buat lebaranan di kampung.
Ah sudahlah, yang lain saja bisa, kok. Cuma ke Jawa Tengah saja, bukan ke Jawa Timur yang lebih jauh dan lebih lama lagi untuk sampai. Hup, hup, hup. Tas dan kardus-kardus pun diangkat. Orang-orang banyak mengantri di peron. Sebagian asyik menyantap makanan sambil duduk di atas tas-tas mereka. Calon penumpang dengan tas-tas mereka di sampingnya, terlihat berdiri menunggu kereta datang.
Tiba-tiba pengumuman dari pengerasa suara terdengar. Kereta api ke tempat tujuan akan datang. Orang-orang mulai mengangkat tas dan memanggul barang di pundak. Dani pun begitu. Adu cepat dan adu gesit harus dimulai. Hayooo, pasti bisa, tekad membara dalam hati.