Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Penulis

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Puasa dan Olahraga dari Perspektif Psikologi

10 Mei 2020   17:50 Diperbarui: 10 Mei 2020   18:00 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa dan Olahraga dari Perspektif Psikologi
sumber:theglobeandmail.com 

#Samber THR Hari 14 # Samber THR#

Ketika WHO menetapkan virus corona sebagai pandemi, banyak dokter dan ahli kesehatan yang menganjurkan kita untuk sesering mungkin berolahraga. Olahraga diyakini sebagai cara untuk meningkatkan imun tubuh dan dengan demikian tubuh kita memiliki kemampuan untuk menangkal covid-19.

Namun ketika bulan puasa tiba, muncul ide-ide yang berkembang di ruang publik bahwa olahraga bisa berpotensi membatalkan puasa seseorang. Informasi yang miring perlu diluruskan.

Hemat penulis, olahraga di masa puasa tetap dilakukan karena selain meningkatkan imunitas tubuh di masa pandemi, olahraga juga memiliki aspek psikologi yang dapat menunjang aktivitas puasa pada bulan suci Ramadan.

Dalam banyak literatur tentang psikologi olahraga, para psikolog menguraikan banyak hal tentang kedahsyatan olahraga yang mampu membetuk kepribadian seseorang. Dalam menunaikan ibadah puasa, seseorang dituntut untuk mampu mengatasi masalah-masalah emosi dan mental lainnya. Agar tidak terjadi krisis emosi dan mental dalam diri maka melalui olahraga problem seperti motivasi, kesadaran diri (self awareness), konsentrasi, goal-setting, self confidence dapat terjawab. 

Berpuasa pada masa pandemi sama dengan berpuasa dalam tekanan. Oleh karena itu kita harus memiliki mental sekuat baja sehingga tetap melangsungkan ibadah puasa kita meskipun berada di bawah tekanan.

Dalam memperoleh mental yang kuat, olahraga tentu sangat membantu untuk mengembangkan mental. Sebagai misal olahraga tenis meja, ketika bertanding dengan lawan maka kita berada dalam tekanan sepanjang permainan. Hal ini perlahan-lahan dapat mengukuhkan mental kita.

Selain itu motivasi juga sangat dibutuhkan dalam melakukan ibadah puasa. Puasa tanpa motivasi sama saja dengan berpuasa tanpa spirit, puasa tanpa jiwa. Suksesnya puasa sangat tergantung pada dorogan atau motivasi di baliknya, oleh karena itu pemurnian motivasi dapat dilakukan melalui olahraga.

Sebagai contoh, tubuh sehat dan meningkatkan imunitas adalah dorongan untuk berolahraga. Atau misalnya, prestise sebagai dorongan untuk memenangkan perlombaan lari. Hal semacam ini dapat kita lakukan sebagai latihan untuk mempurifikasi motivasi kita dalam berpuasa.

Kesadaran diri (self awareness) juga sangat penting dalam berpuasa. Kesadaran diri (self awareness) dapat dipahami sebagai suatu keadaan di mana kita memahami keadaan internal diri kita yang meliputi semua aspek yang terintegrasi dengan diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun