Komat-kamit Kang Bahar Preman Pensiun
Narasi ini dilahirkan setelah saya menonton cuplikan sinetron preman pensiun yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Bagi kalangan yang mempunyai intensitas tinggi dalam menonton televisi pasti tak asing lagi dengan sinetron yang satu ini. Mungkin anda salah satu penggemar beratnya?
Sinetron yang menceritakan kisah premanisme yang dibalut dengan jenaka telah berhasil melahirkan banyak fans, hal ini dibuktikan dengan banyaknya merchandise yang bertebaran dengan bertuliskan "Preman pensiun" yang banyak dijual dipusat perbelanjaan.
Kalau pernah nonton sinetron ini pasti tak asing lagi dengan nama Kang Bahar, ya sosok yang diperankan oleh Alm. Didi Petet yang berprofesi sebagai bosnya preman selalu tampil dengan karakter gahar dan tegas.
Dibalik karakter yang diperankannya, pesan moral terkait kehidupan banyak dilahirkan dari ucapannya. Sayang seribu sayang Kang Bahar hanya bisa menemani kita sampai serial satu saja, sebelum beliau benar-benar pensiun dari instrumen kehidupan.
Mengingat saat ini tangki air mata publik sedang dikuras habis setelah kepergian para tokoh kebanggaan bangsa. Ada salah satu nasehat yang menggerakkan saya untuk menuliskan kisah ini.
Kisah itu datang ketika Kang Bahar berkunjung ke rumah teman seperjuangannya sejak kecil yang bernama Kang Barja. Karena merasa seumuran, mereka akrab membicarakan begitu cepatnya kehidupan yang dapat dianalogikan seperti singkatnya jarak waktu antar sholat.
"Kalau hidup itu siang dan mati itu malam kita itu sudah melewati waktu subuh kang, ketika kita menjadi anak-anak tapi belum mengerti apa-apa. Dzuhur ketika kita remaja dan mulai memiliki kewajiban dan ashar katanya gitu kan ya, ketika kita memikul banyak tanggung jawab. Tak terasa kita sudah berada di waktu magrib waktunya pendek untuk menuju isya', akan tetapi sependek apapun kita masih punya waktu, dan masih diberikan waktu".
Begitulah kira-kira obrolan mereka yang sarat akan makna, dalam serial preman pensiun 1 episode 30.
Shubuh menjadi awal perjumpaan
Kalau diibaratkan kehidupan itu pagi dan kematian itu malam, waktu shubuh menjadi permulaan kehidupan itu dimulai. Prosesi kelahiran menjadi saksi bahwa kita siap menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi. Dalam fase tersebut menggambarkan kehidupan dimasa kecil kita sebelum ditetapkannya kewajiban beribadah kepada Sang Pencipta.
Membedakan baik dan buruk belum menjadi PR yang wajib dikerjakan dalam usia iu, sehingga dosa belum dipersilahkan masuk menjadi tamu dalam diri kita. Pasti kita semua pernah mengalami usia tersebut, ketika masih mengidolakan tokoh Doraemon dan teman-temannya.