Mengenal Tradisi Kampung Panjang Umur di Cianjur Menyambut Tibanya Bulan Ramadhan
Cianjur di Jawa Barat punya aset warisan budaya.
Berkaitan dengan bulan Ramadhan, mereka mempunyai tradisi untuk menyambut tibanya bulan suci itu dengan berbagai cara dan tradisi.
Di antaranya:
Papajar
Nyadran
Dalam Papajar suatu komunitas keluarga berkumpul di suatu lokasi untuk makan bersama.
Mereka menantikan tibanya bulan Ramadhan esok.
Dapat dipahami, Papajar ini berasal dari kata pa dan pajar.
Pa merupakan akronim dari mapag (menjemput).
Sedangkan pajar adalah fajar (orang Sunda sulit untuk melafalkan "f").
Jadi Papajar adalah mapag pajar, atau menjemput fajar esok hari dimana mereka bakal mulai menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
Nyadran adalah mengunjungi makam keluarga yang sudah meninggal.
Mereka berdoa, menabur kembang di pusara, dan meminta restu kepada leluhur untuk melakoni puasa esok hari.
Mandi Kuramasan Cai Kahuripan adalah mandi di sungai Cipandak yang berlokasi di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Mandi Kuramasan Cai Kahuripan (Mandi Keramas Air Kehidupan) ini dilakukan oleh Warga Kampung Panjang Umur di wilayah yang dijuluki dengan kota tauco tersebut.
Disebut dengan Kampung Panjang Umur dikarenakan di kampung itu banyak penduduknya yang panjang umur (lebih dari 100 tahun).
Nama asli kampung itu sebenarnya adalah Kampung Adat Miduana.
Disebut juga dengan Kampung Panjang Umur karena banyak warganya yang berumur panjang, lebih dari 100 tahun.
Warga Kampung Adat Miduana ramai-ramai datang ke Sungai Cipandak untuk mandi dan keramas dari air yang diambil dari aliran sungai itu.
Maknanya, mereka membersihkan diri untuk menjalani esok hari berpuasa di bulan Ramadhan, bulan suci penuh Rahmat dan Ampunan.
Selain prosesi utama itu, setelahnya digelar pula sejumlah rangkaian kegiatan mulai dari pertunjukan musik, tari, dan lainnya.
Dewan Adat Kampung Mudiana, Abah Rustiman, mengatakan tradisi Mandi Kuramasan Cai Kahuripan itu dilaksanakan setiap tahunnya untuk menyambut tibanya bulan suci Ramadhan.
Bahkan tradisi itu menarik perhatian juga dari para wisatawan dari luar daerah Cianjur.
"Tradisi ini akan dipertahankan, diteruskan. Jangan sampai hilang atau musnah," katanya, Rabu (22/3/2023).
Senada dengan Abah Rustiman, Asep Sutisna, Kepala Desa Balegede, mengatakan tradisi itu harus tetap dilestarikan karena merupakan kearifan lokal yang sudah ada sejak terdahulu.
"Menarik perhatian banyak pihak dan wisatawan. Terlebih tradisi ini bermakna menyucikan diri untuk menghadapi bulan Ramadhan," kata Asep.