Momen Terberat bagi Perantau adalah Ketika Harus Kembali Pergi!
Menjadi perantau atau bekerja di luar daerah sebenarnya bukanlah pilihan. Banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa seseorang harus pergi meninggalkan kampung dan keluarga tercinta. Seperti, tuntutan ekonomi, penempatan kerja, penugasan, atau menyelesaikan studi.
Pergi jauh meninggalkan keluarga dalam waktu tertentu menimbulkan rasa haru dan pilu. Tuntutan ekonomi menjadi alasan kebanyakan orang untuk pergi demi sebuah harapan dan impian.
Bagi perantau, momen Idulfitri adalah masa dimana titik kebahagiaan itu mampu direngkuh. Namun, waktu seakan begitu cepat berlalu, dan mereka harus memaksa kaki untuk kembali melangkah pergi, meski dengan berat hati.
Dari pengalaman pribadi
Setidaknya saya pernah mengalami bagaimana rasanya meninggalkan sesuatu yang sesungguhnya amat berat untuk ditinggalkan.
Tahun 90'an adalah dimana saya kali pertama merantau meninggalkan orangtua dan kampung halaman. Waktu itu hari-hari seakan terasa berat, bukan masalah beban pekerjaan yang harus saya pikul, namun rasa kangen yang terus menghantui perasaan.
Mungkin karena saat itu saya pertama jauh dari keluarga, sehingga membutuhkan proses untuk adaptasi supaya betah di perantauan. Tak jarang ketika rindu pada orangtua muncul, saya pun memutuskan pulang kampung meski belum lama kerja, yang penting ada ongkos untuk membeli tiket bus.
Beberapa tahun sejak pertama merantau pulang mendadak sering saya lakukan. Alasannya satu, kangen! Entah mengapa kalau rindu kepada orangtua saat itu tak mampu saya bendung.
Begitu juga ketika pamit akan kembali pergi kerja, kaki terasa berat untuk melangkah. Apalagi saat itu ibu selalu mengantarkan saya sampai pinggir jalan hingga naik ojeg. Seakan ingin meronta dan menangis karena rasa berat untuk meninggalkan ibu yang tinggal sendirian.
Saya dan ibu kala itu hanya hidup berdua dengan segala keterbatasan. Di usia yang harusnya masih bersekolah, namun saya terpaksa pergi untuk mengais rupiah. Terpaksa meninggalkan bangku pelajaran dan ibu sendirian di rumah menjadi beban berat bagi saya saat itu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya