Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)
Ramadan dan Waisak, Kita Beda tapi Disatukan Budaya
Semua agama mengajarkan kebaikan. Ketika harus memilih diantara beberapa agama berarti agama yang dipilih adalah yang terbaik.
Saya memilih Islam berarti yang terbaik. Begitu pula sahabat saya memilih Buddha sebagai agama yang ia peluk. Memeluk agama walaupun kita berbeda tetapi dengan tujuan yang sama yakni bisa bermanfaat bagi sesama umat.
Begitu pula Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT, karunia dan nikmat yang diberikan kepada makhluknya di seluruh alam semesta. Saya dari keluarga Islam yang hidup di tengah keberagaman agama. Untuk mereka yang beragama Buddha di Bangka sebagian besar mereka dari warga Tionghoa. Sejak lama hidup berdampingan. Bahkan bertetangga.
Sebagai gambaran nyata dari kebersamaan itu dan masih ada kebersamaan itu yang saya alami tahun 2019 lalu. Ketika nenek saya meninggal dunia, tetangganya yang merupakan pemeluk berbagai agama. Banyak tetangga adalah warga Tionghoa yang diantaranya adalah beragama Budha turut membantu kesibukan di rumah duka.
Budaya yang saling tolong-menolong dengan sesama antar umat beragama telah melekat di masyarakat kita. Bulan Ramadan 1441 H ini seorang teman waktu SMA di Sungailiat, Jono warga Tionghoa yang non muslim yang tinggal di Jakarta mendapat musibah putrinya meninggal dunia. Kami memiliki WA grup alumni SMA. Ketika mendapat kabar teman-teman bernisiatif mengumpulkan sumbangan untuk Jono yang lagi berduka. Ketika dana itu terkumpul Jono minta dana itu disumbangkan ke panti asuhan saja di Sungailiat. Kepedulian kita walaupun berbeda agama masih tetap dibertahankan hingga sekarang karena budaya yang kuat, khususnya untuk tetap menjalin silaturahmi.
Pemeluk agama Buddha di Bangka tidak banyak. Wihara tempat ibadah umat Buddha berdiri di hanya di beberapa tempat di Sungailiat sesuai dengan jumlah penganutnya. Letak tempat ibadah umat Budha seperti yang ada di kelurahan Kuday. Wihara letaknya berdekatan sekitar 200 m dengan masjid yang ada di kampung Pasir. Aman-aman saja hidupnya selalu rukun dan damai.
Disatukan Budaya
Ajaran agama kita berbeda. Tapi kita bisa disatukan dengan budaya. Budaya di kabupaten Bangka yang dikenal dengan adat Sepintu Sedulang yang di dalamnya bermakna kebersamaan, kegotongroyongan, yakni ketika satu kekuarga mengalami musibah seperti meninggal dunia diantara wujud kebersamaan itu tampak.
Seluruh warga desa turut membantu diantaranya menggelar doa dengan membawa berbagai makanan yang dibawa dari setiap rumah warga dengan satu dulang menuju masjid sebagai tempat acara. Dulang ini dibawa dari setiap rumah ke masjid maupun tempat pertemuan lainnya ketika 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari dan 100 hari doa dipanjatkan untuk yang meninggal dunia. Karena itu adat ini disebut Sepintu Sedulang.
Biasa membantu sesama umat juga dilakukan umat Budha ketika hari Waisak. Merupakan tradisi membagi cinta kasih dengan membantu orang miskin. Bantuan yang diberikan bisa berupa sembako, juga melepas hewan seperti burung sebagai simbol cinta kasih dan penghargaan terhadap lingkungan, serta merenungkan apa yang telah dilakukan, baik atau buruk. Tahun mendatang dengan resolusi akan lebih baik dan tidak akan mengulangi perbuatan dosa.
Mengetahui tentang peringaran hari-hari besar keagamaan tidak hanya sekedar nama perayaannya namun juga mendapatkan informasi dari seluk beluk perayasn itu. Didapatkan dalam mata pelajaran sekolah. Namun sekarang siswa sekolah tidak lagi mempelajari selengkap dulu.
Sepetti halnya hari raya Waisak bagi umat Buddha, perayaan ini disebut dengan hari raya Trisuci Waisak karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkatnya sang Buddha Gautama.
Mengetahui tentang ajaran agama lain dalam pelajaran sekolah waktu dulu guna menambah wawasan keindonesiaan kita, terasa diikatkan dalam persaudaraan. Seperti hari Waisak, umat Buddha biasanya merayakan dengan pergi ke wihara dan melakukan ritual puja bhakti bertujuan untuk mengingat kembali ajaran sang Buddha. Tahun ini tidak dilakukan di tengah pandemi cukup di rumah saja. Berarti sama dengan umat agama yang lain. Telah sama-sama turut serta memutus rantai penyebaran virus Covid-19.
Perilaku Sang Buddha dan melaksanakan ajaran agama Buddha berarti mentaati peraturan moral dan tidak akan terjadi peristiwa seperti di Ruhingya, Miyanmar yakni pembantaian umat Islam di sana oleh oknum yang mengatasnamakan umat Budha. Tapi di Indonesia saya rasa tidak akan terjadi. Budaya yang kuat tertanam sejak lama untuk saling menghargai antar umat beragama. Itulah modal utama yang di dukung dasar negara kita Pancasila.
Bertambah indah keberagamaan dalam kebersamaan antar umat beragama, baik Islam, Buddha maupun agama lainnya yang disatukan karena cinta kasih. Melahirkan keinginan untuk saling membantu sesama tanpa ada kecuali siapa saja yang membutuhkan di tengah pandemi Covid-19.
Pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Mengetahui ajaran kebaikan dari agama lain bukan untuk mengikutinya. Tapi melihat sisi baik yang akan menumbulkan rasa sayang. Umat Buddha diajarksn kebaikan. Begitu pula umat Islam khususnya di bulan suci Ramadan juga digugah kepeduliannya dengan kewajiban membayar zakat fitrah dan besedekah merupakan wujud dari kepedulian dengan sesama. Yang berkecukupan membantu yang miskin.
Di tengah pandemi ini kepedulian sosial itu bila disatukan akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Warga yang mengalami dampak langsung dari pandeni ini membutuhkan bantuan segera. Setelah terkumpul santunan untuk segera dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Seperti halnya Zakat Fitrah yang wajib bagi umat Islam. Ketika unit pelayanan zakat sudah dibuka di masjid-masjid dan surau untuk membayarnya segera. Supaya petugas zakat bisa segera membagikan kepada yang berhak menerima dan tidak menunggu dekat Idul Fitri.
Sebaiknya teman-teman dari agama Buddha bila membagikan bantuan, demikian pula dengan menyerahkan zakat Fitrah , infaq dan sedekah untuk tidak menggunakan kupon. Ini berpotensi berkumpulnya banyak orang yang tidak sesuai dengan SOP protokol kesehatan dianjurkan agar kita menjaga jarak. Sebaiknya bantuan diantarkan langsung ke rumah masing-masing mereka yang berhak menerimanya. Kalau kita tetap memelihara kebersamaan dan peduli dengan sesama di tengah pandemi maka optimis kita bisa lepas dari Corona.
Berbagi dengan sesama di tengah pandemi. Berbagi kebahagian dengan tetap menjaga kesehatan bersama. Dalam Islam seperti saya dijarkan guru ngaji saya bahwa bersedekah itu akan menambah rezeki dan untuk kesehatan. Sedekah dimaksudkan untuk menyucikan diri sebagai salah satu cara untuk bertaubat. Allah berfirman dalam QS At-Taubah ayat 104 “Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?”
Harapan kita sama untuk diri kita masing-masing yakni tahun yang akan datang agar menjadi lebih baik. Kembali kepada fitrah manusia yang diampuni dari segala dosa dan tidak akan mengulangi dosa di masa lalu. Seperti juga harapan teman-teman beragama Buddha yang merayakan hari raya Waisak 2564 BE/2020.
Sungailiat, 7 Mei 2020/ 14 Ramadan 1441 H
Rustian Al'Ansori