Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Wiraswasta

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

8 Makna Ramadhan bagi yang Menjalankannya dengan Baik

30 Maret 2023   20:04 Diperbarui: 30 Maret 2023   20:09 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
8 Makna Ramadhan bagi yang Menjalankannya dengan Baik
Sumber: gramedia.com

Salah satu wujud kasih sayang Allah kepada hamba-nya yang beriman adalah dengan menetapkan 1 bulan yang dipenuhi dengan keberkahan, yakni bulan suci ramadhan.

Menurut sebuah hadis sahih, di bulan puasa pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu, saking mulianya bulan ini di mata Allah. Dan kemuliaan itu diperuntukkan bagi manusia.

Jika kita mau merenungkan dengan sedalam-dalamnya, ada banyak makna berkaitan dengan bulan suci ramadhan, yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang sungguh-sungguh menjalankannya. 8 di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Ramadan Bulan Pembuktian Ketaatan

Perintah untuk melaksanakan puasa tidaklah dimaksudkan untuk tujuan tertentu selain dari ketaatan itu sendiri. Tidak seperti pekerjaan atau amalan lain, perintah puasa mesti dikerjakan sebab umat terdahulu juga mengerjakannya. Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 183 menegaskan:

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Di ayat tersebut tidak menyebutkan alasan spesifik. Tidak seperti salat yang langsung disebutkan manfaatnya: mencegah perbuatan keji dan mungkar. Juga tak seperti zakat yang manfaatnya sebagai pembersih jiwa.

Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadis sahih:

"Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, 'Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.'" (H.R. Bukhari)

Meskipun begitu, di surah Al-Baqarah yang sudah disebutkan di atas, diharapkan dengan berpuasa seseorang dapat meraih derajat takwa, yaitu memelihara diri untuk tetap melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.

2. Ramadhan Bulan Penghapusan Dosa

Tersebut dalam dua buah hadis sahih bagaimana puasa dapat menghapus dosa-dosa manusia yang telah lalu. Hadis-hadis itu adalah:

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari)

Juga pada hadis berikut:

"Barangsiapa yang menegakkan Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya." (HR. Bukhari)

Kedua hadis itu dibedakan dari kata shoma, puasa, dan kata qoma, menegakkan. Redaksi yang digunakan oleh hadis kedua yakni qoma, ulama menafsirkannya dengan mendirikan amalan-amalan khusus di bulan ramadhan seperti salat tarawih, maupun i'tikaf.

Berdasarkan dua hadis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dosa seseorang yang telah lalu akan dihapus manakala ia berpuasa dan melaksanakan salat tarawih. Dengan catatan, dilakukan dengan sungguh-sungguh karena iman dan mengharap pahala. Bukan sekadar ikut-ikutan atau sambil dicemari dengan perbuatan buruk lainnya.

3. Ramadhan Bulan Kesehatan

Rasulullah saw bersabda, "Puasalah kamu supaya kamu sehat!" Berbagai sumber yang memuat hasil penelitian mengenai dampak puasa bagi kesehatan membenarkan hadis Nabi tersebut. Bahwa puasa sekurang-kurangnya dapat mengontrol gula darah, menurunkan berat badan, dan memperbaiki proses metabolisme dalam tubuh.

Adapun jika seseorang sakit dalam menjalankan ibadah puasa, kemungkinan ada penerapan pola yang keliru dalam menjalankan ibadah puasa tersebut.

4. Ramadhan Bulan Ketajaman Pengetahuan

Di dalam kajian-kajian filsafat, ada yang disebut dengan kajian epistemologi, yakni tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Ada tiga pintu untuk meraih pengetahuan, selanjutnya disebut juga sebagai alat epistemologi, yang melekat pada diri manusia.

Pertama, panca indra. Masing-masing indra kita yakni mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, memiliki wilayahnya sendiri-sendiri dalam mengetahui, yakni sesuai dengan fungsi alat indranya masing-masing. Antara satu dan lainnya tidak dapat saling dipertukarkan.

Kedua, akal. Akal dapat mengimajinasikan segala sesuatu yang pernah disaksikan oleh panca indra kita. Jika pengetahuan indra berhubungan dengan kesekarangan, pengetahuan akal atau rasio dapat menjangkau yang lalu, sekarang, dan akan datang. Tentu dengan kemampuannya menghubungkan, menceraikan, maupun menggabungkan objek-objek yang ada.

Ketiga, hati atau kalbu. Jenis pengetahuan hati bukanlah penalaran atau penarikan kesimpulan secara silogisme, melainkan rasa yang ada pada setiap orang. Pengetahuan ini bukan dari usaha berpikir, melainkan ini adalah pengetahuan yang hadir. Pada tahap terendah, pengetahuan itu berupa ide, inspirasi, ilham, ... pada tahap yang paling tinggi pengetahuan qalbu adalah wahyu, dan itu hanya dikhususkan untuk para nabi.

Nah, puasa dapat meningkatkan ketajaman alat-alat pengetahuan kita itu, sebab kita telah berhasil mengekang hawa nafsu yang kadang melalaikan diri dari usaha-usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

5. Ramadhan Bulan Solidaritas

Menahan lapar dan dahaga di siang hari melatih kita untuk senantiasa merasakan penderitaan yang dialami oleh fakir miskin. Oleh sebab itulah di dalam bulan ramadhan diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Mari kita lihat pada Q.S. At-Taubah (9) ayat 103:

"Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka ...."

Ayat itu dalam memerintahkan berzakat, menggunakan kata ambillah, baik secara halus maupun secara paksa, yang bermakna zakat wajib dilaksanakan, demi menolong saudara-saudara muslim yang tidak mampu, dan membersihkan jiwa yang berzakat.

Lihatlah ragam hukuman bagi orang yang melanggar perintah Allah dengan pelanggaran berat, tidak jarang ganjarannya adalah memberi makan fakir miskin dan memerdekakan budak.

Juga Q.S. Al-Ma'un (107) ayat 1 - 3 menegaskan bahwa orang yang mendustakan agama adalah mereka yang menghardik anak yatim dan enggan memberi makan fakir miskin.

6. Ramadhan Bulan Tadabbur Al-Qur'an

Bulan ramadhan juga merupakan bulannya Al-Qur'an. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 185:

"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah ...."

Menghidupkan ramadhan berarti juga menghidupkan kebiasaan membaca Al-Qur'an. Membaca itu sendiri berlevel-level. Paling minimal membaca Al-Qur'an dengan ayatnya semata (tadarrus). Sebulan atau 29 hari lamanya bisa digunakan untuk mengkhatamkan baca 30 juz Al-Qur'an, tentu dengan manajemen waktu yang baik.

Paling bagus membaca Al-Qur'an dengan memahami kandungan maknanya. Apalagi jika Al-Qur'an bisa dijadikan inspirasi dalam membangun tatanan sosial dan peradaban, hingga turut menginspirasi orang lain untuk berbuat hal yang sama. Hal ini adalah yang terbaik, sejalan dengan yang disabdakan Nabi: "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya."

7. Ramadhan Bulan Kebijaksanaan

Meskipun puasa adalah perintah yang wajib dilaksanakan, serta terdapat ancaman bagi yang meninggalkan, namun Allah tetap memiliki kebijaksanaan, sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 184 berikut:

"... maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Kebijaksanaan dalam ayat tersebut berupa adanya keringanan bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa, utamanya karena sakit, lanjut usia, termasuk bagi perempuan yang haid dan nifas, diperbolehkan mengganti di hari-hari lain, dengan ketentuannya masing-masing menurut fikih.

Maka, dengan menyadari kebijaksanaan Allah tersebut, diharapkan kita juga berlaku bijaksana. Terhadap Allah bijaksana bentuknya berupaya semaksimal meraih derajat takwa. Bijaksana terhadap manusia bentuknya bisa meringankan beban saudaranya yang kesusahan, atau biasanya turut memberi makan orang yang sedang menghadapi buka puasa.

8. Ramadhan Bulan Pembentukan Karakter

Setelah melaksanakan ibadah puasa beserta amalan-amalan khusus di dalamnya selama sebulan penuh, diharapkan terbentuk pribadi yang suci, yaitu manusia kembali kepada fitrahnya, karakter asalinya

Prof. Quraish Shihab memaknai kata fitrah yaitu kembali kepada kesucian, atau asal kejadian manusia. Menyambung makna ini, orang-orang biasanya membatasi kembali fitri (di hari Idul Fitri) yaitu ketika seseorang bisa saling maaf memaafkan. Lepas dosanya bagai bayi yang dilahirkan kembali.

Namun, jika mencermati makna kesucian sebagaimana manusia semula jadi itu, maka kesucian bukan hanya meliputi kebersihan diri dari dosa, tetapi kesucian itu adalah semakin kuatnya manusia dengan karakter utama kemanusiaannya, yaitu makhluk yang sejak lahir sudah memiliki kodrat yang berbeda dengan makhluk lain.

Ayatullah Murtadha Muthahhari membedakan fitrah dari dua potensi lainnya yang masing-masing dimiliki oleh tumbuhan dan binatang. Pada tumbuhan, Muthahhari menyebut potensi itu sebagai tabiat. Yaitu naluri tumbuhan untuk terus tumbuh, namun tanpa perkembangan dan tanpa kesadaran.

Pada binatang Muthahhari menggunakan istilah insting (gharizah), yaitu naluri binatang untuk tumbuh dan berkembang dan hanya memiliki kesadaran masa kini, yakni hanya menyangkut pemenuhan kebutuhan hidupnya semata.

Tabiat dan insting pada hewan dan tumbuhan itulah yang menyebabkan kedua makhluk tersebut hidupnya bergerak sesuai  dengan pergerakan alam. Manusia berbeda, manusia dapat berlaku kreatif dengan akal-pikirannya. Ia tidak mesti tunduk pada alam, bahkan ia bisa membuat alam tunduk pada inovasinya. Maka wajar jika manusia diberi predikat khalifah di muka bumi.

Karena potensi manusia yang dapat tumbuh, berkembang, dan punya kesadaran sejarah, kini, dan masa depan itulah, maka naluri yang ada pada manusia bagi Muthahhari adalah fitrah. Dan karakter inilah yang dibentuk maksimal melalui ibadah puasa.

Demikianlah 8 makna puasa bagi yang menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Semoga kita semua bisa kembali ke fitrah kita sebagai manusia di hari yang fitri nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun